Love Story In Hospital
Akbar, seorang mahasiswa kedokteran yang sedang magang di
sebuah rumah sakit ternama di Indonesia, dia orang yang sangat sembronoh,
pecicilan, dan menyebalkan, ia sangat berbeda dari dokter biasanya,
penampilannya sangat berantakan, tiap wanita yang ia temui, wanita itu akan di
rayu dan di gombal. Dia hidup di keluarga yang berantakan, tapi ayah dan ibunya
belum bercerai, namun ayahnya seorang pemabuk dan penjudi, selalu memukuli
ibunya jika ia tak di berikan uang, sedangkan ibunya hanyalah seorang pedagang
di toko kecil yang berada di pinggir jalan. Walaupun dia menyebalkan ke semua
orang, namun jika ia bersama ibunya dia akan jadi anak yang penurut dan ia juga
sangat sayang kepada ibunya. Akbar mempunyai sahabat sejak SMP, yakni Alex. Mereka
sangat dekat seperti saudara kandung, walaupun bersahabat dengan Akbar,
penampilan Alex sangat jauh berbeda dengan Akbar yang berantakan dan pecicilan,
namun mereka sama-sama tukang gombal setiap melihat wanita. Alex adalah senior
Akbar, ia lebih dulu menjadi dokter di tempatnya magang.
Dia di pertemukan dengan Bella, seorang gadis kaya raya
di tempat mereka magang, walaupun ia kaya, tapi dia tetap rendah hati. Gadis
ini adalah anak dari pemilik rumah sakit. Saat ia di bangku SMP ibunya meninggal,
setahun setelah ibunya meninggal ayahnya menikah lagi dengan wanita yang lebih
muda dari ibunya. Tanpa di ketahui ayahnya, ibu tirinya mempunya niat jahat,
dia hanya menginginkan harta ayahnya, tapi sejak awal Bella sudah tau niat
busuk ibu tirinya itu. Dari prnikahan itu ia mendapatkan adik laki-laki yang
kini brusia 18 tahun sifatnya sangat jauh berbeda dari ibunya, karena Bella
sangat memanjakan dan mengurus adiknya, maka dari itu sifatnya seperti Bella,
saat Lahir Bella yang memberikan nama kepada adiknya, yakni Ricky
Sebelum ibu Bella meninggal, hidup Bella sangat lengkap,
karena ia sangat di manjakan oleh ayah dan ibunya, setiap ia ulang tahun
ayahnya akan selalu memberikan hadiah yang Bella inginkan, namun semuanya
berubah sejak hati dan otak ayahnya di kendalikan oleh Dinda ibu tiri Bella.
Hari pertama magang, Akbar sudah membuat kesan yang
sangat buruk kepada salah satu dokter magang wanita, yaitu the one and only
Bella anak dari pemilik rumah sakit. Bella yang identik selalu ramah kepada
setiap orang yang ia temui berubah jadi galak dan jutek. Semua itu di sebabkan
oleh Akbar yang tak sengaja telah membuatnya terpeleset dan marah-marah, karena
Akbar sangat genit kepadanya dan tak berhenti mengikutinya kemana pun
Bella pergi. Saat Bella terpeleset, bukannya
minta maaf atau langsung menolongnya, ia malah menertawai dan memutar balikkan
kesalahannya kepada Bella yang jelas-jelas jadi korbannya. “OOPS... kamu sih tidak hati-hati kalau jalan, tuh kan jatoh, makanya
lain kali kalau jalan pake mata dong!”. Bella yang tak terima dengan
perkataan Akbar, dia berdiri dan membalasnya “hey, yang salah tuh kamu, dari tadi mengganggu aku, kamu yang dari tadi
ngikutin aku kaya penguntit aku saja. Eh, kalau kamu jalan emangnya pake mata
yah? Perasaan kalau jalan pake kaki deh. Hello” karena sangat geregetan dengan Akbar, ia tak
mau lagi melanjutkan perdebatan itu ia akhirnya pergi meninggalkan Akbar dengan
hati yang masih marah. Saat Akbar berbalik niatnya mau mengejar, tapi Bellanya
sudah hilang entah kemana “what? Ngilangnya
cepet banget tuh orang! Apa dia hantu?” Di mengecek tiap lift, tapi tak
menemukan Bella, terpaksa ia juga harus pergi, ia pergi sambil bersiul memasang
wajah tengilnya. Saat ia berada di depan lift, ada seorang kakek yang berjalan
ke arahnya , belum sempat pencet tombol kakek itu sudah pingsan tepat di
pelukannya. Tak tau harus bagaimana, ia panik dan membopong kakek itu masuk
lift. “Aduh
nih kakek berat juga”. Hatinya mengomel karena tak sanggup lagi menahan berat
kakek itu. Saat keluar dari lift ia menggendong kakek itu di punggungnya dan
berlari menuju ruang emergency. Bella sedang berjalan tak tau mau kemana, ia
mlihat Akbar sedang terburu-buru menggendong kakek-kakek, tanpa berpikir
panjang ia mengambil kursi roda dan berlari ke Akbar, mereka berlari bersama mendorong
kakek itu. Mereka bekerja sama menangani sang kakek seperti tak pernah ada masalah
di antara mereka. Saat selesai menangani pasien, Bella jongkok dan bersandar di
dinding meregangkan otot kakinya yang pegal karena berlari bersama Akbar tadi.
Akbar yang berdiri di samping pasien melihat Bella, dia mendekatinya dan ikut
jongkok. “Hey
sweety girl, thanks bantuannya dan juga maaf soal yang tadi”. Ia bangkit
pergi, dengan santainya ia jalan tanpa mendengar jawaban Bella. “pssh... dasar PLAY BOY CAP KAPAK, seperti
itukah dia berterima kasih dan minta maaf?”. Bella hanya senyum saat Akbar telah pergi, ia hanya
memandangi belakangnya.
***
Suatu ketika Akbar meninggalkan ibunya di rumah sendiri,
karena dia sedang di tugaskan untuk jaga malam. Ayahnya juga tdk pulang selama
beberapa hari, ia berpikir kalau ayahnya belum pulang, makanya ia tidak terlalu
mengkhawatirkan ibunya. Saat Akbar sedang sibuk dengan anak magang yang lain, Bella
membawa pasien wanita menuju ruang emergency, pasien itu terluka parah pada
wajahnya. Ketika Bella menanganinya, Akbar lewat sedang mengobrol dengan anak
magang yang lain, tak sengaja menengok ke arah Bella, tawanya seketika terhenti
ia hanya memasang wajah yang tegang, sedih, tampak seperti orang yang hendak
menangis, tak cukup sedetik ia berlari dan menyerobot masuk, ia sangat hysteris
dan memberontak. “Ibu...ibu...ibu... apa
yang terjadi dengan ibuku?”. tangisan dan teriakannya memenuhi ruangan, tak
ada yang bisa menghentikan dirinya, karena kelakuannya itu membuat para tim
medis menghentikan pengobatannya kepada ibu Akbar. Dengan wajah yang masih
sedih, Akbar meninggalkan ibunya. Tim medis pun melanjutkan pengobatannya.
Bella yang masih shock dengan tingkah Akbar pun melanjutkan pekerjaannya dan
masih bertanya-tanya dalam hatinya. Wajahnya pun masih tampak bingung.
Waktu berlalu begitu cepat, akbar kembali ke rumahnya
untuk mencari tau apa sebenarnya yang terjadi kepada ibunya, ketika ia masuk ke
dalam rumah, ia cek setiap sudut ruangan,
sebelum ruangan terakhir ia cek, Akbar masuk ke dalam dapur, ia mendapati
piring, gelas, dll tercecer di bawah lantai, di dalam pikirannya langsung terbesit
nama ayahnya. ia masuk ke dalam kamar ibunya, ia menyalakan lampu dan yang ia
lihat pertama kali adalah ayahnya tengah mabuk tak karuan di dalam. Dengan
wajah marah ia mengepal tangannya dan menarik ayahnya lalu memukulnya. “Heeeeeeey bajingan tua, kau apakan ibuku?
jika terjadi sesuatu dengan ibuku, kau tak akan pernah ku ampuni sampai kau
mati”. Karena amarahnya yang tak
bisa ia kendalikan, pukulan pertamanya ia tujukan untuk ibunya yang sedang
berjuang di rumah sakit. Pukulan keduanya ia tujukan untuk ayahnya yang tidak
pernah berhenti memukuli ibunya, dan pukulan ketiganya yang ia tujukan untuk
luka dan penderitaan yang ayahnya berikan kepada ibu dan dirinya. Tak henti ia
memukuli ayahnya hingga tak sadarkan diri, ia menetesakan air mata sambil terus
membogem ayahnya. Ia menghentikan pukulannya lalu bangkit dan berniat
meninggalkan ayahnya, tapi ia masih punya hati nurani, dia berbalik dan membawa
ayahnya ke rumah sakit saat di rummah sakit dia sendiri yang menangani ayahnya.
ia menempatkan kedua orang tuanya dalam satu ruangan, dia menghampiri ibunya dan
menggenggam erat tangan ibunya dengan tangannya yang di penuhi darah bekas
pukulannya kepada ayahnya tadi. Akbar melepaskan genggamannya secara perlahan
dan keluar. Ia berjalan menuju ke atap, saat tiba di atas, disana ternyata
sudah ada Bella duduk sendiri, tapi Akbar tak menyadari kehadirannya. Akbar
duduk bersandar di dinding merenungkan nasibnya dan meredahkan amarahnya.
Saat bermaksud kembali kebawah, Bella melihat Akbar yang
duduk sendiri, ia langsung menghampirinya dan mengejek Akbar. “Hey orang labil, orang
nyebelin, orang yang tak tahu arah hidupnya kemana! Ngapain disitu?”.
Niatnya menghibur, tapi tak di hiraukan sama sekali, ia mencoba sekali lagi, sehingga
Akbar yang lagi tidak mood berdebat dengannya terpaksa menjawabnya. “Aduh Bel, aku lagi males, udah pergi sana
aku lagi pengen sendiri. Ngapain buang-buang energi berdebat dengan nenek sihir
seperti kamu”. Sudah di katain nenek sihir, tapi ia masih kekeh disana
mengganggunya. “Eits, kalau agi marah
ataupun sedih, tidak baik kalau sendiri.
Entar kalau terjadi sesuatu sama kamu tidak ada lagi yang membuat aku marah dan
kesal dong”. Tak mau mendengar lebih
banyak lagi celoteh Bella yang membuatnya jadi geregetan. Sebelumnya ia merasa
marah kepada dirinya sendiri, tapi berubah karena celoteh Bella. “Huh. Eh, nenek sihir. Capek tau denger
ceramahmu itu. Daripada mendengarmu ceramah terus lebih baik aku perg saja.
Bleeeeeee...”. Ia memegang kedua pipi Bella lalu menariknya dan menjulurkan
lidahnya tepat di depan mata Bella. Bella teriak kesakitan. “Aduh sakit, aduh sakit. Aaaawwwwww, lepas
gak? Awas yah kamu!!!”. Bella hendak balas dendam, namun sebelum ia
melakuannya, Akbar sudah kabur tertawa puas. Saat berlari Akbar tabrakan dengan
Alex “PLAK” mereka kesakitan dan malah bertengkar seperti anak kecil “Aduh, siapa sih jalan kok tidak hati-hati?”.
Gerutuh Akbar sebelum melihat siapa yang ia tabrak. “Hello, Akbar. Kamu tuh yang
lari kaya habis lihat hantu”. pertengkaran mereka berlangsung tanpa henti,
seperti anak kecil yang memperebutkan satu mainan. Bella datang dari arah Akbar
lari tadi, ngos-ngosan mengejar Akbar, ia melihat mereka bertengkar di tengah
banyaknya orang ang berlalu lalang, ia langsung melerainya “STOOOOOOOOOP”. Teriakannya seketika membuat keduanya berhenti
bertengkar dan menatap Bella heran. Alex tak hentinya menatap Bella dan
mengeluarkan rayuan mautnya. “Hmm, berasal
dari mana wangi ini? Wow ternyata asalnya dari BIDADARI yang berdiri tepat di
hadapanku!”. Secara spontan Akbar
menarik dan menutup mulut Alex lalu menyeretnya pergi menjauh dari Bella. Alex
yang di bekap mulutnya berusaha berbicara namun yang dikatakannya tak jelas. “Dia siapa? Cantik juga”. Akbar terus
saja membekap mulutnya. Bella hanya melongo mendengar kata-kata si PLAY BOY CAP
GAYUNG satu itu.
Hari telah pagi, ibu Akbar telah sadar, namun ayahnya
belum sadarkan diri. “Nak, ibu mau pulang
saja, bosan disini terus”. Ibunya meminta untuk pulang segera karena ia tak
mau meninggalkan tokonya terlalu lama, jika di tinggal lama tak akan ada yang
beli lagi makanan dari tokonya itu, ibunya akan makan apa nantinya jika seperti
ini terus, apalagi ayahnya Akbar tak bisa di andalkan untuk mencari nafkah, dia
hanya bisa judi dan minum-minum saja dan akbar juga masih magang, belum jadi
dokter sepenuhya.
Akbar tak mengizinkan ibunya untuk pulang karena melihat
kondisinya yang masih lemah. “Ibu, ibu tuh
belum di bolehkan pulang. Ibu harus banyak-banyak istirahat”. Akbar
berusaha membujuk ibunya. “apa ibu
khawatir dengan biaya tagihan rumah sakit? Jangan di pikirkan bu, ibu tenang
aja, Akbar yang akan urus semuanya”. Ibunya belum juga mengerti, ia tetap
kekeh ingin pulang. “tapi nak, kamu akan
bayar dengan apa? Biayanya tidak kecil nak?”. Mereka larut dalam perdebatan
yang tak ada hentinya, sehingga tak menyadari Bella dari tadi berdiri disana
mendengarkan perdebatannya, mereka baru menyadari kehadiran Bella saat Bella
hendak memeriksa kondisi ibunya. “hmm, permisi
sebentar, saya mau cek kondisi ibu dulu yah?”. Bella pura-pura tak
mendengar percakapan Akbar dengan ibunya. Tanpa berkata apa-apa, Bella pergi untuk
keperluan lain, tak di sadari oleh Bella, Akbar datang menepuk pundak Bella. “Hey, nenek sihir. Mau kemana?”.
Sapaannya membuat Bella kaget. “eh copot
copot. Aduh Akbar, kamu suka sekali yah bikin orang kaget. Kalau aku jantugan
hayo gimana ???”. Tak bicara banyak lagi, dia hanya menebar senyumnya
kepada Akbar lalu pergi. Akbar masih
berusaha mengikutinya, tapi Alex tiba-tiba datang menahannya. “hey bocah tengil, mau kemana sih? Ganggu
wanita terus yah kamu? Kenapa tidak ajak ajak sih. Hahahahahahahahahahaaha.
Lebih baik kamu ikut aku aja cari wanita yang lebih sexy”. Akbar memasang wajah tengilnya lagi, ia
BT karena di ganggu Alex. “adduh, Lex.
Knapa datang di waktu yang tak tepat sih? Ah kacau kan semuanya. hmm, males ah, aku lagi pengen sendiri dulu. Udah
kamu pergi aja sana. Bye”. Akbar pergi meninggalkan Alex sendiri, ia jalan
tanpa tujuan, ia membuka jas dokternya dan menenteng jasnya itu, ia melempar
jasnya ke lantai lalu duduk di tangga sambil memijat kedua alisnya. Alex datang
dan mengambil jasnya yang tergeletak di lantai lalu ikut duduk di sampingnya,
ia basa basi bertanya. “hey, bocah
tengil. Ngapain disitu? Lagi pikirin cewek yah? Hahaha”. Akbar hanya diam
mendengarkan Alex bicara kepadanya, tapi Alex tetap berusaha mencari tau apa
yang menyebabkan temannya membisu begitu. “hey,
ada apa sih, kok diam aja?ada masaah apa?”. Akbar berusaha menyembunyikan
masalahnya dari Alex. “aku tidak apa-apa.
Cuman kurag tidur aja semalaman jagain ibu”. Alex tetap kekeh, Alex
bukanlah orang bodoh yang bisa ia bodohi. “hey,
kita berteman sudah berapa lama sih, sudah jangan bohong lagi. Kalau ada
masalah jangan di pendam sendiri”. Akbar masih saja berpikir. “kamu pasti punya masalah dengan biaya ruamah
sakit ibu dan ayahmu kan?”. Akbar tak tau mau jawab apa lagi karena Alex
sudah menebaknya sendiri. “kalau tentang
itu, aku pasti bisa bantu, hhmm kalau bantuanku tidak kamu terima, aku tida mau
bicara lagi sama kamu. Begini saja, anggap saja ini uang pinjaman nanti baru
kamu ganti saat kamu sudah jadi dokter yang sesungguhnya di rumah sakit ini.
Gimana kamu setuju?”. Akbar mencoba pikir-pikir ide dari Alex, ia setuju
dengan solusi dari Alex. Akbar berdiri
lalu menarik tangan Alex tanpa Alex sangka-sangka. “mau kemana kita?”. Ia bertanya bingung. Akbar tetap menarik tangan
Alex sambil berlari menuju ke tempat resepsionis. Ia meminta tagihan pembayaran
rumah sakit orang tuanya ke petugas. Petugas itu mencari data pasien atas nama
ibu Monalisa dan bapak Baskoro. “maaf,
tagihannya telah lunas di bayar oleh ibu Isabella”. Di pikirannnya terbesit
nama Isabella yang ia kenal. “namanya
sangat familiar”. Akbar berlari meninggalkan Alex di tempat resepsionis. Ia
mencari Bella di setiap sudut rumah sakit, namun tak ia temukan. “hish, mana sih nih orang???”. Ia
mengomel sambil berlari. Ia berhenti sejenak untuk berpikir Bella ada di mana,
ia berlari lagi saat ia telah mengetahui Bella berada di atap. Ia berlari
menuju ke atap dan menemukan Bella. “huh,
itu dia si nenek sihir ternyata benar disini”. Ia nyeloteh dalam keadaan
ngos-ngosan karena dari tadi berlari. Ia menghampiri Bella lalu menariknya dari
belakang. “eh, Bel, kenapa kamu bayar
tagihan rumah sakit orang tua aku? Memangnya kamu siapa sok baik? Aku masih
bisa bayar tagihannya kok, aku tak perlu belas kasihan dari siapa pun, termasuk
dari kamu. Aku masih bisa bayar dengan kerja kerasku sendiri”. Bella
tertunduk mendengar kata-kata Akbar lalu menjawabnya dengan wajah yang hampir
menangis. “Bar, aku hanya ingin membantu
kamu dan meringankan beban keluargamu. Maaf kalau cara aku salah”. Ia lari
pergi sambil meneteskan air matanya tanpa berpikir apa-apa, sehingga saat
melewati anak tangga ia jatuh terpeleset di tengah banyaknya orang yang berlalu
lalang, Bella tak memperdulikan orang-orang yang menatapnya, ia tetap duduk
menangis.. Alex melihatnya dari jauh, saat ia mau membantunya berdiri, Akbar
datang dari arah Bella tadi berlari, Alex jadi mengurungkan niat untuk kesana,
ia hanya menghela napas melihat mereka. Akbar mengambil sapu tangan di
kantongnya lalu jongkok dan menyodorkan sapu tangan itu tepat di depan wajah
Bella. “maaf soal yang tadi, aku tidak
bermaksud melukai hatimu, cara kamu sebenarnya tidak salah, aku yang salah. Aku
hanya merasa malu dan tidak enak kepada kamu”. Bella tidak langsung
menerima sapu tangan itu, dia hanya mendongak menatap dan mendengarkan
kata-kata Akbar, terpaksa Akbar yang menghapus air mata Bella menggunakan sapu
tangannya. Ia berusaha berdiri dan mengambil sapu tangan yang di pegang Akbar
tepat di wajahnya. “tidak apa-apa, tidak
usah minta maaf. Akku pantas menerima kemarahanmu itu, kamu tidak perlu minta
maaf aku yang harusnya minta maaf telah lancang membayarkan tagihan rumah sakit
orang tua mu”. Akbar berusaha
menenangkan Bella. “sudah jangan nangis
lalgi, malu tau diliatin orang-orang yang lewat, entar di sangkanya aku
apa-apain kamu lagi. Kan bisa berabeh nantinya”. Mendengar kata-kata Akbar, Bella mulai senyum
lagi. “hmm, Bel. Soal uang itu nanti aku
ganti ketika aku sudah jadi dokter yang sesungguhnya”. Lanjut Akbar. Bella
akhirnya sudah berhenti menangis, mereka jalan bersama dan melupakan hal yang
baru saja mereka alami, mereka mengobrol sembari jalan bersama menuju ruangan
pasien yang memerlukan pertolongan sambil sesekali saling mengejek satu sama
lain, mereka tertawa seperti tak ada beban.
Semenjak kejadian tagihan rumah sakit, mereka mulai
bersahabat, tapi masih seperti TOM and JERRY, perdebatan di antara keduanya
mewarnai hari-hari mereka, sifat pecicilan Akbar pun sudah biasa bagi Bella.
Persahabata n mereka berjalan dengan baik, sampai pada
suatau hari mereka janjian untuk makan siang di luar rumah sakit, mereka sudah
mengatur waktu untuk bertemu (14.15 Sabtu, 23 Juli 2016). Bella tiba terlebih
dahulu di restaurant tempat mereka janjian, ia menunggu selama 30 menit, tapi
Akbar tak kunjung datang. “mana sih nihh
orang, dia lama sekali” dalam hatinya mengomel BT kelamaan nunggu. Bella tetap menunggunya walaupun dia sudah
BT menunggu. Di tempat lain Akbar terjebak macetnya jalan yang membuatnya telat
datang ke tempat mereka janjian, dia meraba-raba kantongnya mencari ponselnya,
ia ingin mengabari Bella. “Kring... kring...kring...” ponsel Bella berdering,
ia mengambil ponselnya dan nama yang terterah adalah PLAY BOY CAP KAPAK. “ halo, Akbar kamu ada dimana sih? Kok lama
sekali tidak sampai sampai? Aku udah nunggu sejam tau”. Ia khawatir jika
terjadi sesuatu dengan Akbar di jalan. Sepertinya firasat Bella memang akan
terjadi, di belakang mobil Akbar ada truck yang melaju kencang tiba-tiba bannya
pecah dan terbalik lalu terseret menyapu hampir semua transfortasi yang ada di
depannya, “Bel, sebaiknya kamu pulang
aja, sepertinya aku bakalan lama nyampenya karena macetnya panjang banget. Kita
ber....”. belum selesai di jawab, ponsel Akbar terjatuh dan Bella hanya mendengar
suara teriakan Akbar lalu suaranya menghilang. “halo, halo, Bar. Apa yang terjadi?”. Tanpa beripikir panjang, Bella
langsug mematikan ponselnya lalu pergi meninggalkan restaurant, karena terlalu
panik mendengar suara teriakan Akbar sampai-sampai membuatnya gemetar dan
menjatuhkan kunci moilnya saat hendak membuka mobil.
***
Seminggu berlalu, sejak kejadian itu Bella menjadi gadis
pendiam dan selalu murung. Teman-temannya di rumah sakit tak bisa berbuat
apa-apa untuk Bella, hanya Alex saja yang selalu datang menghiburnya tapi
hasilnya selallu nihil, saat dia di rumah biasanya ia selalu ramah kepada
mba-mbanya dan selalu menemui adiknya sebelum ia ke kamar jika adiknya ada di
rumah, tapi sekarnag hanya dia anggap angin lalu saja orang-orang di sekitarya,
kadang adiknya yang datang ke kamarnya membawakan makanan, tapi makanannya hanya
di lihat saja, kadang ia makan jika adiknya memaksanya dan menyuapinya, itu pun
hanya sesendok, selebihnya ia akan mengurung dirinya di kamar dan sembunyi di
balik selimutnya sambil menangis, jika sudah seperti itu adiknya keluar
meninggalkan dirinya, adiknya hanya bisa mengawasinya dari luar, karena adiknya
khawatir dia akan melakukan hal yang aneh-aneh di luar nalarnya. ”Tok... tok...
tok”. Jika pintunya di ketuk ia hanya membukanya dan kembali ke
kasurnya duduk seperti orang bodoh. Adiknya masuk membawakannya makanan lagi. “kak, kakak kali ini harus makan yang banyak
yah? Jangan hanya sesendok, tapi nasi di piring ini harus habis, kalau kakak
tidak makan sampai nasinya habis nanti aku mogok makan juga, biar aku sakit dan
mati. Kalau sudah begitu kakak tidak perlu repot-repoot lagi khawatirkan aku
kan???” kakaknya mulai maju ke dekat adiknya dan membuka mulutnya, Ricky
senyum melihat kakaknya mendengarkannya kali ini. Meskipun Bella makan dengan
meneteskan air mata, tapi adiknya tetap senang. Di rumah sakit pun dia tidak
akan makan jika adiknya tidak datang membawakannya makanan, jadi apa pun yang
terjadi adiknya akan mengusahakan datang ke rumah sakit, Ricky akan
menyempatkan menemani kakaknya makan hingga selesai, jika tidak seperti itu Ricky
akan khawatir kakaknya tidak akan makan. Suatu ketika kakaknya tidak pulang ke
rumah selama lima hari, ia datang ke rumah sakit membawakan makanan dan baju
ganti, saat jam makan siang Bella hanya duduk di ruangannya tak berbuat
apa-apa. “tok...tok..tok.. kakak, aku
sudah datang nih bawa baju ganti dan makanan buat kakak”. Kakaknya tak
berkata apa-apa saat melihat Ricky. “kak,
setelah makannya selesai kakak ganti baju yah, pasti blom pernah di ganti kan
bajunya selama kakak tinggal di rumah sakit? Hmm, pantes ada yang kecut
kecut.... hahaha”. Ricky berusaha menghibur kakaknya dan ia pun selalu
sabar dengan perubahan sikap kakaknya itu. Sembari ia menyuapi kakaknya ia
bercanda dengan kakakknya, tapi entah kenapa tak di sadari oleh Ricky, Bella
membalas candaannya. “iya dek, kakak kan sudah
gede, tenang saja habis ini kakak bakal ganti baju deh. Udah ah, sini kakak
yang makan sendiri, kakak tuh masih punya tangan, tidak usah suapin kayak anak
kecil gitu atau kamu mau kakak suapin?”. Saat mendengar kakaknya bercanda lagi,
ia berusaha menahan tangisnya dan membuka mulutnya. “nah gitu dong dek, kau yang seharusnya kakak suap. Bukannya kamu yang
suap kakak”. Ricky tak bisa menahan lebih lama lagi air matanya, seketika
saja ia memeluk Bella dan menangis terseduh-seduh di dalam pelukan kakaknya.
Bella hanya bisa menyabarkan adiknya dengan tangannya di punggung Ricky. “kak, aku kangen kakak yang dulu, kakakku
yang dulu kemana? Begitu lama baru kembali”. Mereka melupakam makanan yang
tadi mereka makan bersama. “tenang aja
dek, mulai hari ini kakak tidak bakal hilang lagi, kakak bakal ada untuk kamu
lagi, maafin kakak yah?”. Adiknya semakin menangis, sehingga membuat Bella
tak kuat menahan air matanya melihat adiknya menangis, ia pun ikut menangis. Tapi
ia tak memperlihatkan air matanya kepada adiknya, ia segera menghapus air
matanya lalu menenangkan adiknya. “udah
dong dek, masa anak laki nangis gini sih, malu dong sama kakaknya. Hehehe”.
Tanpa Ricky sadari Alex datang mengagetkannya, tapi Bella melihatnya masuk,
Ricky segera melepaskan pelukannya dari kakaknya dan menghapus air matanya. “ehem, ehem. Sorry ganggu kencannya, cie cie,
mesra banget bareng adeknya, ih bikin
orang cemburu aja”. Bella dan Ricky segera duduk kembali memperbaiki
duduknya di sofa. “eh, Alex. Masuk Lex”.
Bella mempersilahkan Alex masuk, Alex masuk dengan senyam-senyum seperti tak
tau apa yang terjadi di dalam tadi, padahal sedari tadi ia berada di depan
pintu mendengarkan semua percakapan Bella dengan adiknya. Alex akhirnya bisa
mengobrol dengan Bella setelah sekian lama Bella membisu.
Ketika Bella merindukan Akbar, ia akan pergi ke jalan
dimana Akbar kecelakaan. Ia akan selalu murung ketika dari sana, tapi tak akan
lama ia akan kembali lagi seperti biasa walaupun tak seperti pertama kali
magang. Akbar yang kini tak kunjung ada
kabarnya, ia menghilang tanpa jejak, membuat semua orang jadi bertanya-tanya
kemana hilangnya jasadnya, sehingga membuat ibunya juga sering sakit-sakitan
memikirkannya di tambah lagi ayahnya Akbar selalu memukulinya, karena
keseringan di pukuli oleh ayah Akbar ibunya meningggal dan tubuhnya memiliki
banyak memar. Saat ibu Akbar meninggal Bella, Ricky, dan Alex yang mengurus
pemakamannya. Ayahnya yang tak bertanggung jawab entah kemana menghilang
setelah melakukan hal yang tak terpuji kepada ibu Akbar. Namun Bella telah
melaporkannya ke polisi, polisi mencari ayah Akbar kemana-mana, tapi belum juga
ada perkembangan.
***
Lima tahun berlalu setelah hilangnya Akbar, Bella telah
berhasil keluar dari ketepurukannya walaupun belum pulih sepenuhnya seperti
semula. Bella juga sudah bukan dokter magang lagi di rumah sakit itu, ia telah
menjadi dokter sesungguhnya. Ia mengisi keterpurukannya selama lima tahun
bersama dengan pasien, meja operasi, dan obat-obatan. Ia jadi dokter yang
sangat rajin dan selalu membuat pasiennya senang, meski ia membuat pasiennya
tertawa, tapi ia tak pernah tertawa di dalam hati, hanya luarnya saja yang tertawa.
Teman-temannya di rumah sakit termasuk Alex bersekongkol dengan Ricky agar
Bella bisa pergi menghirup udara segar di suatu tempat yang belum pernah ia
kunjungi. Karena keseringan datang ke rumah sakit Ricky jadi bersahabat dengan
tim bedah kakaknya, ketika ia berkunjung ke rumah sakit dan melihat kakaknya
seperti orang stres, Ricky mengusulkan ide kepada teman-teman kakaknya agar
Bella di tugaskan ke suatu pedesaan yang terpencil, jauh dari rumah sakit.
Teman-teman Bella setuju dan mereka menunjuk satu orang untuk menghadap ke big
boss untuk membicarakan masalah itu. Big boss telah sepakat dengan ide mereka,
lalu big boss menyampaikan ide itu kepada Bella, mau tidak mau Bella harus
setuju. Ia di tugaskan selama sebulan lamanya, ia berangkat di antar oleh Ricky
dan Alex. Ia pergi tanpa sepengetahuan Ayahnya, tapi ibu tirinya mengetahui
semua apa yang ia lakukan, ia selalu di control oleh ibu tirinya tanpa
sepengetahuannya.
Setelah
menempu perjalanan kurang lebih 2 jam, mereka pun sampai di tempat tujuannya.
Setelah parkir mobil, tak lama kemudian ada mobil lagi yang datang berwarna
silver, kaca mobil pun terbuka perlahan lahan, ternyata dia adalah ibu tiri
Bella bersama para bodyguardnya yang selalu mematai-matai Bella selama ini.
Setiba di desa itu, mereka tak menyia nyiakan kesempatan, mereka
berkeliling-keliling di tengah megahnya hamparan pemandangan yang masih asri
dan asli.Kehadirannya di desa kecil itu di sambut baik oleh warga setempat.
Sebagian dari warga yang menyambutnyalah yang mengantar mereka keliling
kampung. Selama keliling kampung mereka bertiga selfi-selfi, mereka berpose bak
model ndeengan background pemandangan yang indah. Setelah lelah berkeliling
kampung, mereka bertiga istirahat sejenak sebelum Alex dan Ricky kembali ke
kota lagi.
Hari
pertama ia bekerja, para warga berdatangan baik itu anak-anak, pemuda/pemudi
atau pun lansia, ada pula yang tak sakit, hanya datang untuk melihat dirinya dan
hanay modus saja. Tapi, Bella tetap senyum melihat mereka jika sudah di panggil
namanya, mereka hanya datang duduk dan menanyainya nomor HP atau merayu dirinya
saja. Jika ia sudah lelah di tanyai yang macam-macam, Bella akan memanggil
pasien berikutnya. Semua orang pergi ke tempat ibu dokter cantik, tapi ada
salah satu pemuda yang biasa saja dengan kedatangan dokter itu. Seminggu ia
bekerja di desa itu, ia tak pernah keluar jalan hanya di rumah saja, ia akan
jalan jika ia memerlukan sesuatu atau membeli bahan makanan yang telah habis.
Di pagi hari ia baru saja selesai mandi, ia telah kedatangan tamu. Ada pria
muda dan wanita yang mendorongnya di kursi roda, meskipun ia duduk di kursi
roda, tapi ia sudah bisa jalan walau ia
masih agak kaku untuk berjalan. “Tok...tok...tok...”. Suara ketukan pintu
rumah Bella. “Ibu dokter, apa ibu ada di
dalam?”. Donni dan Caca langsung masuk karena tak ada orang yang keluar
membuka pintu. “ibu dokter, hello. Permisi,
apa ada orang?”. Mereka teriak lagi
memanggil Bella yang sedang siap-siap setelah selesai mandi. Teriakan ketiga
barulah Bella mendengar dengan samar-samar suara itu. “suara itu sangat familiar! Tapi dimana aku pernah mendengar suara itu?”.
Ia bertanya-tanya di dalam hatinya lalu buru-buru keluar dengan masih menggunakan
handuk di kepalanya karena baru selesai keramas saat mandi. Iya, iya, masuk saja.
Langkahnya langsung terhenti seketika saja saat melihat pria yang duduk di
kursi roda. Ia melongo tak percaya dan menangis lalu berlari ke arah Donni. “Bar, kamu dari mana saja? Kenapa kamu ada di
desa ini? kenapa kamu tidak pulang?
Semua orang mencari kamu?”. Pertanyan-pertanyaan yang di lontarkan
tak ada hentinya dalam pelukan Donni. “ma...
maaf bu, ibu memangngnya kenal dengan
saya?”. Dengan wajahnya yang heran, ia melepaskan pelukan Bella dari
dirinya, ia menatapnya heran lalu melihat ke arah Caca yang mendorongnya dari
tadi. Caca pun hanya menatap aneh kepada Bella, lalu ia mencairkan suasana yang
sangat kacau itu. “maaf, bu. Kedatangan
saya dan Donni kemari untuk check kondisi kesehatan Donni”. Mendengar nama
yang di sebut Caca, Bella mendongak dan langsung berdiri menatap Donni dengan
mata nanar. Ia kecewa bahwa yang ada di hadapannya sekarang ternyata bukanlah
Akbar yang ia rindukan selama ini, ternyata dia hanyalah orang lain yang
wajahnya mirip dengan Akbar. Bella bergegas ke meja tempatnya kerja dan
mempersilahkan Donni untuk duduk, sesekali ia menatap Donni tak percaya. Saat
Bella memeriksa Donni, ia terkejut melihat bekas luka bakar yang terdapat pada
perut dan lengan Donni. “maaf, luka ini
bekas luka apa, yah?”. Bella bertanya karena penasaran dengan bekas luka
sebesar itu. “ini luka bakar yang saya
dapa lima tahun lalu, saya mengalami kecelakaan, karena kecelakaan itu juga
sayavmengalami kelumpuhan”. Mereka mengobrol banyak tanpa henti di atas
ranjang tempat Donni di periksa bagaikan orang sudah kenal lama. Donni mengajak
Caca pulang setelah menyelesaikan pengobatannya dengan Bella. “terima kasih bu. Kalau begitu, saya dan Caca
pamit pulang dulu, dok”. Sebelum mereka melangkah meninggalkan rumah Bella,
Bella tia-tiba menahan mereka. “tunggu”.
Mereka langsung berbalik saat Bella menahan mereka. “ada apa, bu?”. Bella langsung ke inti pembicaraan. “saya hanya mau minta maaf atas kejadian yang
tadi, saya mengira anda adalah teman saya yang hilang. Sekali lagi saya minta
maaf”. Donni mendengarkan dengan baik permintaan maaf dari Bella, ia hanya
mengangguk mengerti lalu mengajak Caca pulang. “iya, tidak apa-apa bu. Ca, yuk pulang”. Saat Caca dan Donni pergi,Bella hanya bisa
memandangi Donni dari belakang tak percaya bahwa dia bukan Akbar. Tak lama Caca
dan Donni pergi, tiba-tiba di depan rumah ada suara mobil yang singgah, Bella
yang tadi mau menutup pintu membuka kembali pintunya dan ia melihat seorang
wanita turun dari mobil tersebut, ternyata wanita itu adalah ibu tirinya datang
berkunjung. Sekejap saja ekspresinya berubah jadi BT melihat wanita itu datang
ke tempatnya. “hish, dasar wanita
penjilat. Dia mau ngapain datang kemari?”. Bella ngomel tak suka dalam
hatinya. “eh, putri kesayangannya ibu
yang baik hati memberikan sambutan hangat di depan pintu begini, baiknya.
Kangen banget yah dengan ibu?”. Mak lampir itu menyindir Bella secara halus.
“ngapain repot-repot datang kesini? Di
tempat kumuh seperti ini, memangnya di kota sudah bosan yah?”. Mereka
mengobrol sambil jalan masuk rumah, sembari saling menyindir satu sama lain.
Ibu tirinya itu hanya sebentar saja berkunjung di tempat Bella di tugaskan, ia
hanya ingin mngetahui apa saja yang di lakukan oleh anak tirinya.
Minggu
ke_2 bekerja, Bella sudah mulai bersahabat dengan Donni, Donni pun selalu datang ke tempat Bella tiap
Bella praktek, ia datang dengan jalan kaki untuk membiasakan kakinya agar tak
kaku lagi, dan karena jarak tempat tinggalnya dari tempat Bella hanya berjarak
beberapa meter saja. Jika Donni datang ke tempat praktek Bella, ia akan duduk di
kursi tunggu sembari memandangi Bella yang sedang sibuk dengan pasiennya,
berkat selalu jalan ke tempat Bella, kaki Donni pun sudah bisa normal kembali
dan tak di antar lagi oleh Caca. Jika Bella punya waktu senggang mereka akan
mengobrol tentang banyak hal. Saat Bella sedang menangani banyak pasien
anak-anak ang kena penyakit menular, Donni datang ingin mengobrol tentang teman
Bella, Akbar. “dok, saya mau bicara
tentang sesuatu hal yang membuat saya penasaran sejak awal kita bertemu”.
Donni bicara di saat Bella tengah sibuk menangani pasien. “tapi saya sedang sibuk sekarang, kalau memang penting sekali, kamu bisa
tunggu di dalam”. Donni segera masuk ke dalam untuk menunggu Bella. Setelah
Donni masuk Bella kembali fokus kepada pasiennya. Donni menunggu Bella sambil
melihat-lihat sekelilingnya dan matanya tertuju pada foto yang terpajang di
atas meja, ia berjalan ke arah foto itu dan melihat foto itu. “hmm, wajah di foto ini mrip banget dengan
wajahku, pantes saja dokter itu sangat kaget melihatku”. Ia bicara sendiri
sembari menaruh foto itu kembali ke tempatnya. Sejam menunggu, Bella tak
kunjung datang menemui Donni sehingga membuat Donni merasa lelah dan tertidur
di sofa. Ia tertidur hingga tak sadar sudah sore, Bella pun masuk dan mendapati
Donni yang tertidur di sofa, ia menghampiri Donni dan berdiri tepat di depan
kepala dan membungkuk memandangi wajah Donni. “hmm, orang ini kok malah tidur sih, kasihan banget. Pasti capek nunggu
aku lama banget baru selesai kerja”.
Bella memandangi wajah Donni dan ia mengambil foto Akbar di meja tadi
dan menyamakan wajahnya dengan Donni. “mereka
benar-benar mirip, jika orang mirip, pasti ada sesuatunya yang berbeda dari
segi wajah atau kepribadian mereka. Yang membedakan wajahnya hanya luka di
alisnya saja dan dia sedikit lebih sopan dan tak banyak tingkah, tapi cara
bicaranya mirip banget.Ataukah Donni adalah Akbar? Jika dia memang benar Akbar,
berarti saat ini dia sedang amnesia”. Bella sedang mengira-ngira dalam
hatinya sehingga secara reflek tangan Bella memgang wajah Donni, dan membuat
Donni terbangun, mata mereka tak sengaja saling menatap selama beberapa detik,
hingga akhirnya mereka seperti orang yang ketahuan nyontek saat ujian, Donni
langsung bangun tergesa-gesa dan memperbaiki duduknya, begitu pun sebaliknya
Bella juga langsung duduk di samping Donni. “ma... maaf dok, saya ketiduran”. Mereka tiba-tiba jadi canggung satu sama lain.
Kecanggungan mereka di cairkan oleh Bella. “hmm,
btw tadi kamu mau bicara soal apa dengan saya? Tapi sebelum cerita saya mau
ganti pakaian dulu soalnya gerah seharian di depan sana”. Bella langsung
ngacir pergi. “tapi dok, kalau dokter
capek sebaiknya saya pergi saja. Saya akan datang besok lagi”. Donni
meneriaki Bella yang sudah pergi meninggalkan dia. “tidak apa-apa, kamu disitu saja, lagi pula saya juga sendirian tidak
ngapa-ngapain kalau habis kerja seperti tadi”. Bella berhenti sejenak
menjawab Donni dan melanjutkan kembali langkahnya.
Bella
telah selesai ganti pakain, ia keluar dengan membawa kopi dan cemilan. “uh segerrrrrr banget habis mandi, btw sorry.
lama yah nunggunya? Hmm nih kopi buat kamu”. Bella duduk di samping Donni
dan menyodorkan kopi untuk Donni. “tidak
apa-apa kok dok, tapi thanks kopinya”. Mereka tak canggung lagi dan
mengobrol seperti biasa kembali. “hmm,
btw tadi siang kamu mau membicarakan apa dengan saya? Sepertinya sangat
penting. Nah sekarang silahkan kamu bercerita puas, saya akan jadi pendengar
yang baik”. Bella memotong pembicaraan Donni. “Dpk, sebenarnya saya ingin bertanya sesuatu yang pribadi kepada
dokter. Apa boleh?”. Dengan canggung Donni bertanya. “yah, silahkan selama pertanyaan itu masih masuk akal bagi saya, saya
akan menjawabnya”. Bella meng-iyakan. Donni berdiri lalu berjalan menuju
meja yang ada foto Akbar, Bella hanya duduk dan melihat ke arah Donni berjalan.
“dok, foto ini foto siapa? Mirip sekali
dengan wajah aku. Apakah orang ini yang membuat anda memeluk saya saat pertama
kali kita bertemu?”. Donni penasaran. Donni kembali ke kursi dengan membawa
foto tersebut. “oh, pria itu namanya
Akbar, dialah yang membuat saya bingung sampai sekarang, dan saat melihat kamu
aku sangat kaget dan perasaanku campur aduk tak bisa di ungkapkan, dia sangat
mirip dengan kamu, tapi aku tidak tahu keberadaan dia sekarang ada dimana,
apakah dia masih hidup atau sudah meninggal?”. Bella mulai bercerita kepada
Donni. “sabar yah dok? Tapi dok sebenarnya bukan itu pertanyaan saya yang
sebenarnya”. Donni segera mengalihkan topik pembicaraan. “hmm... sebenarnya apa
yang terjadi dengan pacar dokter itu? Kenapa dia bisa hillang begitu?”. Donni
sangat penasaran dengan Akbar. “maaf, apa
tidak aneh bertanya seperti itu? Itu sangat privasi, dan dia bukanlah pacar
saya melainkan hanya sebatas teman tak lebih”. Pertanyaan Donni membuat
Bella jadi bad mood. “tapi dok, menurut
saya pertanyaan itu kan tidak melukai harga diri kamu. Kalau begitu saya minta
maaf jika saya telah lancang. Saya hanya ingin memastikan sesuatu yang sudah
lama mengganjal dan membuatku bertanya-tanya selama ini”. Donni kekeh,
karena merasa pertanyaannya masih sah-sah saja tidak melewati batas. “yah ampun, sorry Don saya jadi sensi, sorry
banget. Hmm... dia kecelakaan kira kira 5-6 tahun lalu, sejak kecelakaan itu
dia tak ada kabar sampai hari ini. Kami memiliki kenangan yang bsangat banyak,
walaupun kenangan itu tak ada yang indah sama sekali, tiap kali ketemu kami
hanya akan berdebat dan beradu mulut”. Setelah menceritakan semuanya kepada
Donni, Bella kini bengong dan diam. “dok,
dok, dokter... ada apa? Apa ada yang salah?”. Donni menyadarkan Bella dari
lamunannya. “ah, ada apa? Kenapa?”.
Bella bingung sendiri dengan kelakuannya itu. “dokter kenapa sih? Melamun sampai segitunya”. Donni tersenyum
melihat tingkah Bella. “ah, maaf. Sampai
mana tadi?”. Bella memasang wajah yang sangat malu sambil bertanya dengan nada
pelan. “udah sampai di grogol mba.
Hahahahaha”. Keduanya tertawa bersama. “tapi
dok, dokter tidak apa-apa kan? Dok,
sebenarnya dulu Caca pernah cerita kalau saya ini bukan saudaranya, melainkan
orang asing di tengah-tengah keluarganya. Saya orang yang mereka temukan
tergeletak tak berdaya di pinggir jalan dengan keadaan yang sangat mengenaskan.
Luka yang pernah ibu lihat itu adalah bekas dari luka kecelakaan mobil. Itulah
yang ingin saya katakan kepada ibu dokter dari tadi, kalau begitu saya permisi
pulang dulu. Selamat malam”. Bella mempersilahkan Donni pulang, tapi ia
masih dalam keadaan berpikir dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Donni. “oh iya, kamu 2 hari lagi datang kesini yah,
soalnya dalam 2 hari ini saya ada pertemuan dengan rekan kerja. Aku undang kamu
untuk makan malam disini. OKY!?”.
Setelah
Donni pergi, Bella menutup pintu, lalu ia masuk ke kamar merenungkan perkataan
Donni. Bella benar-benar senang jika Donni memang benar adalah Akbar, tapi
masalahnya jika Akbar nanti kembali lagi dan mengetahui bahwa ibunya yang ia
sangat sayang dan ia sangat hargai itu telah meninggalkan dirinya untuk
selamanya. Pasti Akbar akan merasa sangat terpukul dan akan menyalahkan dirinya
terus menerus. Bahkan dia akan mencari ayahnya kemana saja.
***
“hahahahhaahaha, kakak bisa aja sih. Kakak ku
itu orangnya bisa langsung dekat kok sama orang yang ia baru kenal, jadi pasti
dia akan dapat teman dengan cepat” Di rumah sakit ada Alex dan Ricky yang
sedang duduk-duduk di kantin sambil minum kopi dan bercerita. Mereka berdua
menghawatirkan Bella apakah ia bisa beradaptasi dengan lingkungan disana. Tidak
lama kemudian ponsel Ricky berdering, ia mengambil ponselnya yang ia letakkan
di meja. “nah, panjang umur juga nih
orang yang kita cerita barusan. Hahahaha”. Sebelum ia angkat ia nyeloteh
terlebih dahulu. “halo, kak. Ada apa?
Kangen yah sama aku? Hmmm, kak. Gimana disana. Menyenangkan kan? Kabar kakak
baik kan?”. Ia menggombal kakaknya.
“ah, kamu tuh dek becanda melulu. Hmm
kabar kakak baik. Kamu sehat kan? Sekolahnya tidak berantakan kan? Trus yang
urus keperluanmu tiap hari siapa?”. Bella mengkhawatirkan adiknya itu. “iyya kak, aku sehat kok. Nih lagi bareng kak
Alex di RS. Beres dong kak sekolahnya. Hmmm yang urus keperluanku kadang mama
atau mba di rumah. Tapi mereka tidak cekatan kaya kakak. Aku tidak puas dengan
pelayanannya. Hahahha. Oh yah kak, transfer uang dong kak, uangku sudah tipis”. Ricky terus saja menggombal kakaknya itu. “wah ternyata ada maunya yah, makanya
gombalin kakaknya dari tadi. Iya iya nanti kakak transfer, 1000 tapi. Hahahaha.
Alex mana dek?”. Bella balik membalas candaan adiknya. “nih kak, dari tadi tuh aku speaker. Kak Alex
dari tadi ketawa tuh dengar kakak ngomongnyya tak ada remnya”. Ricky
memberikan ponselnya kepada Alex. “ada
apa Bel?” Alex langsung to the point. “awas
kalau kamu ajarin adekku hal yang tidak benar, seperti yang kamu lakukan tiap
harinya. Dek, dengar yah jangan pernah tiru kelakuan PLAY BOY yang ada di
depanmu itu yah? Udah bye. Hahahaha”. Ia mengomel kepada Alex dan menyuruh
adeknya berhati-hati dengan Alex, walaupun terdengar serius, tapi itulah cara
mereka bercanda satu sama lain. Bella tertawa puas sambil menutup teleponnya.
Bella
pergi ke supermarket belanja keperluan dapur, karena ia seharian tidak
ngapa-ngapain. Ia Cuma di kamar seharian, ia memutuskan untuk belanja. Ia tiba
di supermarket dan mulai memilih bahan makanan yang iya perlukan. Ia selesai
memilih, ia pun menuju ke kasir untuk membayar belanjanya.
Ia
tiba di rumah, ia mengeluarkan belanjaannya dari kantong kresek, dan
memasukkannya sebagian ke dalam lemari es, sebaginnya lagi ia taruh untuk ia
buat ia masak untuk dinnernya bareng Donni. Ia mulai mebuat masakannya dan di
pandu oleh mbah google. Ia sesekali
melihat ke arah arlojinya, jam menunjukkan pukul 17.45, tapi ia belum juga
menyelesaikan masakannya, karena ia jarang melakukan hal semacam ini sendiri,
biasanya ia di bantu oleh mba di rumahnya. “uuuuuuuuuuh,
ribet banget sih, kalau bukan karena janji, aku tidak bakal mau menyelesaikan
hal semacam ini keburu tidak yah nih masakanku?”. Ia nyeloteh sambil
meramuh masakannya yang sudah tidak karuan itu. Setelah sekian lama memasak di
sertai dengan omelan yang begitu merdu, akhirnya masakannya pun selesai di
buat, sisa penyajian yang belum selesai. Ia sibuk kembali dengan penyajiannya.
Ia menyusun piring dan masakannya di atas meja makan, hanya mengatur piring di
meja ia kembali kesusahan karena bolak balik dari dapur menuju ke meja makan
lalu kembali lagi dapur. Semuanya telah selesai, kali ini ia tidak mengomel
lagi, melainkan senyam senyum lalu masuk kamar ganti pakaiannya, ia kembali ke
meja makan untuk menunggu Donni.
30
menit berlalu, wajahnya yang tadi semringah, kembali di tekuk, karena kelamaan menunggu Donni, ia kembali mengingat
kejadian dimana ia menunggu Akbar yang tak kunjung datang, ia lalu bangkit dari kursinya dan berlari
keluar karena khawatir akan sesuatu yang mungkin terjadi kepada Donni. “duh, mana sih nih orang? Dia pasti masih di
rumahnya, atau kalau tidak mungkin dia singgah di suatu tempat dulu, karena
cuacanya sangat tidak mendukung”. Bella berusaha berpikir positif, di
samping itu, hujannya semakin lebat di sertai petir. “apa aku pergi mencarinya
saja? Hmmm ok-lah aku akan pergi mencarinya, aku ambil payung dulu”. Ia tak
henti-hentinya mondar mandir di depan pintu, perasaannya sangat berlawanan
keras denga hatinya, pikirannya berusaha berkata yang positif, tapi hatinya
mengatakan tidak. Ia mencoba menelpon Caca, di tangannya telah sedia payung, ia
membuka payungnya dan keluar rumah sambil menelpon Caca. Belum sempat ia
menaruh ponselnya di telinga, ada seseorang berjalan menuju dirinya, ternyata
dia adalah Donni. “yah ampun, Donni, kamu kenapa basah-basahan kemari, bajunya
sangat kotor begini, tangannya berdarah juga, kamu juga pujat. Kan bisa pakai
payung atau tidak usah datang sekalian, kan bisa nelpon. Ia nyeloteh trus
sambil membopong Donni masuk. Ia mengantarkan Donni duduk, setelah itu ia ambil
handuk untuk mengeringkan badan Donni. Donni yang masih menggigil hanya pasrah
di hujani pertanyaan dari Bella, sehingga tak memberikan peluang untuk Donni
menjawabnya dan di obati lukanya oleh Bella. Karena bosan mendengar pertanyaan
Bella, Donni membungkam bibir Bella dengan jari telunjuknya. “sudah puas
ngomelnya?”. Donni hanya mengeluarka 3 kata saja, lalu memandang wajah Bella
sangat dalam. Bella terdiam dan melanjutkan pengobatannya. Mereka membisu
sambil saling tatap. Beberapa menit kemudian, Bella tersadar dan bangkit menuju
kamarnya mengambil pakaian untuk Donni, beberapa pakaian Bella ada yang kaos
oblong bisa di pakai pria juga. Ia keluar memberikan pakaian tersebut kepada
Donni. “ini, Don. Baju ini bisa di pakai
pria juga kok. Hmmm kamu ganti pakaianmu di kamarku yah? Kalau sudah selesai
kita makan bareng, karena makanannya mungkin sudah dingin, aku mau panaskan
dulu. Oky?”.
Mereka
makan seperti sedang ada di tengah kuburan tengah malam, tak ada suara sama
sekali, Donni sibuk dengan makanannya sambil berkata dalam hati. “apa aku ceritakan saja kepada Bella yah apa
yang sebenarnya terjadi tadi? (Donni berpikir kalau ia memang adalah Akbar,
tapi tadi saat hujan ada potongan ingatan yang datang, dan membuat kepalanya
sakit lalu pingsan). Tapi kalau aku bilang, takutnya dia sedih. Aku juga belum
yakin, sebaiknya aku menghindar dari dia saja untuk beberapa waktu ini”.
Bella menatap Donni dengan wajah bingung. “sebenarnya
apa yang ia pikirkan dari tadi? Jangan-jangan dia memiliki niat yang lain atau
dia menginginkan aku? Oh no. Kalau dia berbuat macam-macam, aku tinggal
mengeluarkan jurus taekwondo ku saja. Dia pikir aku ini wanita gampangan. Oh
tidak man. Aku ini wanita yang kuat. Hahahaha”. Bella nyeloteh dalam hati
dan mulai berpikir yang tidak-tidak terhadap pria di depannya itu. “hmmm, Bel.
Anu...”. Donni belum menyelesaikan perkataannya, Bella sudah mulai parno
sendiri, ia berusaha menghindari tatapan dan sengaja menjauh dari Donni dengan
alasan mau ambil air minum, padahal ada air minum di depannya. Donni heran
melihat tingkah wanita itu. Donni yang tadi ingin memberi tahu sesuatu kepada
Bella berubah sekejap saja, ia mengurungkan niatnya untuk memberi tahu kecurigaannya
itu kepada Bella. Ia pun melanjutkan makan sambil menunggu Bella kembali ambil
air minum. Bella yang berjalan menjauh dari Donni merasa dirinya terlalu
berlebihan . “what? Kok aku jadi begini,
pikiranku jadi kemana-mana. OMG aku membuat diriku seperti wanita bodoh,
padahal tadi aku taruh air di meja”. Bella meneruskan langkahnya menuju
lemari es untuk ambil air minum. Sambil sesekali memukul kepalanya dan
mengatakan “bodoh, bodoh, kamu memang
bodoh Bella. Dari mana datangnya pikiran itu, Bellaaa. hufth?”. Bella
kembali ke meja makan, ia kaget karena kursi yang di duduki Donni tadi sudah
kosong. Bella meletakkan botol yang dipegangnya di meja, lalu bergegas pergi
mencari Donni. Ia teriak memanggil manggil nama Donni, ternyata orang yang di cari
dari tadi melihat aksi bodohnya itu dari jauh, Donni tertawa melihat kelakuan
dari dokter yang setiap hari berhadapan dengan pasien, ia terlihat seperti
wanita yang sempurnah, tapi sekarang Donni melihat kelakuan kekanak kanakan
dari Dokter itu. Karena lelah mendengar teriakan Bella, Donni datang dari
belakang Bella dan memeluknya. Pikiran Bella semakin aneh saja. Ia berusaha
melepas pelukannya, tapi Donni memeluknya sangat erat hingga Bella susah
bergerak. “Donni lepas, kalau tidak akan
aku beri pelajaran”. Donni tak menghiraukan celoteh Bella, ia tetap memeluk
Bella dengan erat dari belakang. Setelah beberapa menit, Donni masih memeluk
Bella, dan Bella pun tak marah-marah lagi, Donni tak bergerak sama sekali di
belakang Bella. Tak lama kemudian suara tangis Donni terdengar oleh Bella,
Bella melepas pelukannya dan menghadap ke Donni. “hey, kamu kenapa. Apa yang
salah?”. Donni tertunduk, tak ingin jika Bella melihat wajahnya saat menangis.
Bella berusaha membuat Donni menatapnya, tapi Donni malah lari ke kamar mandi.
“yah, ampuuuuun. Tuhaaaan, aku sebenarnya siapa?”. Donni mencuci wajahnya
sambil bicara kepada cermin.
Bella
berada di kamarnya mondar mandir lagi. “apa sebenarnya yang terjadi kepada
Donni?”. Tak lama kemudian, Donni muncul di depan kamar Bella. “Bella, sebaiknya aku pulang, aku merasa
tidak enak badan”. Bella menatapnya aneh. “tapi
di luar hujannya masih deras, sebaiknya kamu menginap disini saja malam ini,
nanti aku telepon Caca kalau kamu menginap disini”. Bella khawatir, jika ia
pulang dalam keadaan sakit, nanti akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Karena sangat lemas, Donni mengiyakan tawaran Bella. “tapi kamarnya Cuma ada
satu, kalau kamu tidur di sofa, disana sangat dingin, apa lagi kamu sedang sakit.
Kamu mau tidur di kamar aku? Kamu di atas aku di bawah? Gimana?”. Bella tidak
menyadari perkataannya yang sedikit aneh, sehingga membuat Donni meresponnya
dengan sengaja membuat Bella malu. “ok, tapi kamu jangan menyesal yah? Kalau
kamu di bawah aku yang di atas, jangan salahkan aku yah kalau hmmmmmm...
hahahaha”. Bella yang tak menyadari telah di permainkan oleh Donni karena
ucapannya sendiri, malah menjawabnya santai. “iyya, sungguh, aku tidak apa-apa
kalau harus di bawah, demi kamu”. Bella
masih tidak konnect. “yah sudah, ayo kita mulai!”. Donni tersenyum aneh menatap
Bella, dan mendekatkan tubuhnya kepada Bella, Bella yang di dekati semakin
mundur dan mundur, sehingga mentok di tempat tidur, Bella rebah ke kasur.
“heeeeeyyyyy. Donni, apa yang kau lakukan? Jangan macam-macam yah? Sana menjauh
dariku”. Bella menyuruh Donni menjauh dengan suara gagu dan gemetar. “ bukannya
kamu yang tadi bilang kamu di bawah dan aku di atas? Ya kan? Kamu sudah lupa
yah perkataanmu itu?”. Donni makin memanas manasi Bella. “emang aku bilang
begitu? perasaan aku tadi bilang kamu di atas kasur tidur dan aku yang di bawah
lantai tidur”. Bella berusaha keras membenarkan perkataannya itu, ia sangat
malu, sehingga wajahnya memerah. Ia bangkit dari posisinya yang telentang di kasur
tepat di hadapan Donni dan mendorong Donni ke kasur. “s s ssudah, tidur sana.
Aku mau tidur juga”. Ia menjawab dengan gagu, karena ia merasa sangat malu.
Caca
yang khawatir dengan keadaan dan keberadaan Donni saat ini, sedang mondar
mandir depan pintu menunggu kedatangan Donni dan sesekali menatap ponselnya.
“kemana kamu Don? Ini sudah jam 22.15, tapi kamu tak pulang pulang, telepon dan
sms dari kamu pun tak ada”. Caca berbicara sendiri karena terlalu panik. Sementara
Bella yang tadi janji akan mengabari Caca, malah lupa mengabarinya karena
serius berdebat dengan Donni.
Pagi
hari telah tiba, ayam pada berkokok membangunkan semua orang, tapi Bella belum
juga bangun. Di dapur telah ada Donni sedang memasak dan menyiapkan sarapan
untuk Bella. Setelah selesai, Donni langsung bergegas pulang, tapi sebelum
pergi ia meninggalkan pesan untuk Bella di meja makan. 10 menit setelah Donni
pergi, Bella bangun, masih dengan wajah yang kusut dan rambut acak-acakan,
Bella berjalan ke tempat tidur Donni, namun tak ada siapa siapa disana. Ia
masuk ke dapur dan mencium wangi makanan di meja, ia minum air dan melihat ada
kertas di sudut meja. “terima kasih untuk merawatku semalaman,
menjaga aku sampai demamku turun, mungkin kamu tidak tahu bahwa aku selalu
memantau apa yang kamu lakukan kepadaku. Dan pagi ini kamu sangat jelek saat
tertidur tadi. Kamu makan yah, aku sudah capek-capek membuatnya, sampai
tanganku tadi teriris pisau. Ok selamat makan. Aku pulang yah? See ya”.
Setelah membaca surat itu, Bella senyum-senyum sendiri dan memandang terus
surat itu sambil melahap makanannya.
“Huh, hari ini hari terakhir, ah saat sampai
di kota aku harus semangat dan memulai hidup baru, aku tidak boleh seperti ini
lagi”. Ia menghibur dirinya sebelum berpamitan kepada para warga yang
menunggunya di depan rumahnya. Alex dan Ricky telah tiba untuk menjemput Bella.
Bella keluar membawa koper dan tasnya. Tapi ia merasa ada yang kurang, Donni
tak ada di antara para warga. Bella berjabat tangan dengan para warga, tapi
pandangannya entah kemana mencari Donni. Bella masuk ke dalam mobil, tap tak
kunjung ada batang hidung Donni. Ricky yang dari tadi memperhatikan kakaknya
bertanya. “kak, kakak kenapa? Cari apaan
sih?”. Pertanyaan Ricky tak di hiraukan oleh Bella. Ia ambil ponselnya, dan
menelpon Donni. Donni yang dari tadi berada di balik pohon melihat kepergian
Bella tiba-tiba ponselnya berdering, ia mengangkat teleponnya. “halo, Donni, kamu dimana? Kok tadi tidak
mengantar kepulangan aku? Atau kamu marah tentang semalam yang terjadi di rumah?”
mendengar obrolan Bella, Alex dan Ricky bertanya-tanya satu sama lain. Mereka
saling memandang lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. “tadi pagi kamu juga pulang tanpa pamitan sama aku, hanya ada surat di
meja”. Bella mulai emosi lalu meredahkan kembali amarahnya itu. “Bella, tadi pagi aku ada urusan, dan itu
sangat penting tidak bisa di tunda sama sekali. Yah, kalau begitu aku minta
maaf telah membuat kamu marah. Jangan marah lagi yah nenek sihir?”. Donni
mematikan ponselnya. Bella yang mendengar kata NENEK SIHIR membuatnya jadi
melamun dan meneteskan air mata. Dua pria di depannya semakin tidak mengerti
dengan sikap Bella. Ricky memberanikan dirinya bertanya kepada kakaknya. “Kak, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa
kakak marah-marah lalu menangis begitu?”. Ricky memelankan nada suaranya
bertanya karena ia takut mengganggu mood kakaknya yang dari tadi berubah dalam
sekejap saja. “dek, udah nanti saja yah kakak cerita. Kamu menghadap kedepan saja,
tidak usah pedulikan kakak”. Bella sedang tidak ingin bicara saat ini
dengan siapa saja. “stop kak Alex,
mobilnya hentikan dulu”. Ricky meminta agar Alex menghentikan mobilnya,
karena ia ingin pindah ke belakang bersama kakaknya. “kamu mau apa, Ricky?”. Alex menghentikan mobilnya. “aku mau pindah ke
belakang kak, mau hibur kak Bella”. Ricky berbisik kepada Alex, lalu ia
keluar dari jog depan dan masuk tempat kakaknya duduk. Mobilnya melaju kembali,
sedangkan Ricky masih diam di dekat kakaknya tak tahu mau berbuat apa. Alex
hanya fokus menyetir dan menatap ke depan. “kak,
sudah. Jangan cemberut lagi, wajah kakak jelek kalau terlalu lama di tekuk
begitu”. Ricky menarik tubuh kakaknya lalu menyandarkannya ke dadanya.
Dalam benak Bella saat ini hanya ada kata kata NENEK SIHIR saja, ia berpikir
tentang kenapa dia mengatakan itu, karena yang selalu mengejeknya seperti itu
hanya Akbar. “kenapa? Memangnya selama
ini aku cerewet di depannya? Saat mengobrol dengannya, aku tidak pernah banyak
bicara?”. Seribu pertanyaan telah menghujani benak Bella. “Lex, antarkan aku ke rumah saja yah? Tidak
usah ke rumah sakit. Mungkin 1 atau 2 hari lagi aku masuk kerja. Aku mau
istirahat dan menenangkan pikiran dulu”. Bella tak mau bicara banyak lagi,
ia hanya ingin cepat tiba di rumah dan istirahat.
Setelah
menempu perjalanan yang panjang, mereka akhirnya tiba di rumah Bella, Bella
langsung turun dari mobil dan menyuruh adiknya angkat barang-barangnya yang
sangat banyak. “Lex, thank’s
tumpangannya. Dek suguhkan minum yah buat Alex? Kakak mau tidur”. Bella
main nyelonong masuk rumah setelah ia bertindak seperti ratu, memerintah ini
itu kepada adiknya. Ricky dan Alex mengangkat barang-barang Bella. “Ki, kakakmu sebenarnya kenapa? Dari tadi
berubah trus sikapnya? Hahaha”. Di depan rumah, Ricky dan Alex bergosip
tentang Bella, sementara di dalam rumah Bella bertemu dengan ibu Ricky yang
ternyata sudah menunggu kedatangannya dari tadi. “eh, putri ibu ternyata sudah datang. Capek yah? Mau ibu buatkan minum?
Minuman apa sayang?”. Basa-basi dari ibu tirinya tak di hiraukan Bella, ia
melanjutkan langkahnya menuju tangga dan masuk ke kamar. Ibunya yang di cuekin
tadi menatap jengkel Bella. Karena di cuekin Bella, ia ke depan melihat anaknya
dan Alex yang sedang sibuk mengangkat barang-barang Bella. “eh, ibu. Sedang apa di situ? Kenapa tidak
mengurus kakak?”. Ricky yang polos itu tak tahu apa yang terjadi tadi di
dalam. “halo, tante. Bagaimana kabarnya?
Kenapa jarang berkunjung ke rumah sakit? Biasamya tante selalu datang
mengunjungi Pak Heru”. Alex menyapa ibu Ricky. “yah, tante sehat. Tante akhir-akhir ini banyak kegiatan sama
teman-teman tante, makanya jarang ke rumah sakit lagi”. Mereka berjalan
masuk rumah sambil mengobrol, Alex memberikan barang Bella kepada Ricky untuk
di bawah ke kamar Bella.
“kak, ni barangnya, mau di taro mana?”. Ricky
masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Ia melihat ke jendela dan mendapati
kakaknya sedang berdiri melamun di depan jendela, lalu ia meletakkan barang
yang ia bawa di dekat kasur karena tak ada sahutan tadi dari kakaknya. Ia
mendekat ke kakaknya. “kak, kakak punya
masalah apa? Apa kakak punya pacar selama di tugaskan ke desa itu? Kakak kok kembali murung, tidak seperti saat
kakak terakhir nelepon, suara kakak ceria sekali. Kalau punya masalah jangan di
simpan sendiri kak, coba cerita sama aku. Apa yang di lakukan pria itu kepada
kakak, sehingga kakak begini lagi?”. Ricky tak tega melihat kakaknya
bersedih lagi. Ia menarik kakaknya dan mendudukkanya di kasur, lalu ia juga
duduk di depan kakaknya dan memegang wajah kakaknya berusaha untuk menghiburnya.
“kakak tidak punya pacar dek, adalah
masalah sedikit, tapi kakak belum mau cerita. Sudah kamu sana bikin minum buat
Alex”. Bella menyembunyikan masalahnya dari adeknya, tapi mau bagaimana pun
Bella menyembunyikannya, Ricky tau kalau kakaknya sedang membohonginya saat
ini, tapi Ricky menghargai privasi kakaknya. “ok, kak. Aku keluar, tapi kakak harus senyum dulu, kalau tidak senyum
aku tidak mau keluar dari kamar kakak”. Ricky mengancam kakaknya agar tidak
sedih lagi. Bella menuruti keinginanan adiknya dengan senyumannya yang indah.
Ricky keluar dari kamar, sambil berjalan mundur menatap kakaknya dan mengepal
tangannya memberi tanda fighting. Ia asyik berjalan mundur, “a...”. Bella belum sempat menyelesaikan
perkataanya, tapi Ricky sudah keburu jatuh “PLAK”
karena menabrak kursi di belakangnya. Ia langsung bangkit kembali dan tertawa
bersama kakaknya lalu berlari keluar.
***
Bella
kembali bekerja setelah dua hari meliburkan dirinya. Ia menyapa setiap orang
yang ia jumpai di rumah sakit. Semuanya bahagia melihat Bella kembali seperti
sedia kala. Setiap baru datang ke rumah sakit Bella pasti akan ke tempat
resepsionis menyapa para gengnya. “hai, Rachel.
Hai, Jingga. Pagi semuanya. uuuh aku kangen sama kalian”. Bella menyapa
sahabatnya dengan senyum semringah di wajahnya. Mereka bertiga berpelukan
melepas rindu. “bagaimana disana? Dapat
cowok tidak? Apa cowok-cowoknya ganteng?”. Rachel dan Jingga malah
tanya-tanya tentang cowok. Mereka bergosip ria pagi-pagi. “apaan sih? Aku kesana bukan buat cari cowok, tapi buat kerja. Sudah ah,
aku kedalam dulu yah. Bye”. Bella meninggalkan mereka dan melanjutkan
perjalanannya menuju ruangannya. Ia meletakkan tasnya dan memakai seragam
dokternya serta mengalungkan stetoskop ke lehernya. Bella melakukan kewajibannya
sebagai dokter, melayani pasiennya dan mengoperasi. Ia sebagai ketua tim
operasi dan Alex juga sebagai ketua tim. Alex selalu bersaing jika sedang
operasi. Setelah melakukan operasi mereka akan saling pamer kemampuan
masing-masing.
Waktu
jam makan siang tiba, tapi Bella malah duduk sendiri di tangga sambil main
ponsel. “Bel, makan yuk!”. Jingga
mengajak Bella makan bareng. “iya, Bel.
Kan sudah lama kita tidak makan bareng”. Tambah Rachel. Rachel dan Ringga
membujuk Bella agar mau makan. “hmmm...
tapi aku belum lapar, kalian berdua saja yang makan, aku di sini saja”.
Bella tidak mau makan, karena sedang menunggu telepon dari Donni, tapi tak ada
telepon juga. Sejak terakhir menelepon, Donni memang sudah tak pernah
menghubungi Bella lagi. “kamu tungguin
telepon siapa sih? Tidak biasanya kamu menatap ponsel segitunya”. “sudahlah,
Bel. Benar yang di katakan Jingga, dari pada kamu disini sendiri, mendingan
kita makan saja dulu sambil kamu tunggu telepon dari orang itu”. Rachel dan
Jingga menarik Bella dan mengambil ponsel yang di pegang Bella. Mau tidak mau,
Bella pun ikut karena telah di paksa oleh kedua sahabatnya itu.
Pekerjaan
Bella telah selesai, ia bergegas pulang. Sesampainya di parkiran, ia bertemu
dengan Alex. “hey, Bel. Cepat pulang?
Tumben. Biasanya juga kamu pulangnya malam?”. Alex basa-basi menyapa Bella.
“iya, aku cepat pulang soalnya tidak enak
badan, Lex. Aku duluan yah? Bye bye”. Bella langsung masuk mobil, setelah
menjawab Alex.
Bella
tiba di rumah lalu bertemu dengan ayah
dan ibu tirinya. Ia hanya melihat orang tuanya lalu melanjutkan langkahnya
masuk ke kamar, tapi ayahnya langsung memanggil dirinya. “Bella, sini sayang. Ayah mau bicara sebentar”. Bella memasang wajah
males lalu berjalan menuju ayahnya. “iya,
yah. Ada apa? “. Bella duduk di depan ayahnya, lalu meletakkan tas dan
jaketnya di sampingnya. “nak, ayah minta
maaf yah selama ini ayah tidak tahu masalah kamu, kamu terpuruk selama
bertahun-tahun, tapi ayah tak ada buat kamu. Tapi saat ini ayah akan mengganti
waktu ayah yang hilang selama ini untuk kamu. Ayah mau besok kamu jangan kerja
yah? Karena besok ada tamu ayah yang
akan datang bersama anaknya, katanya mereka ingin mengenal kamu”. Ayah
Bella meminta pengertian dari Bella. Namun Bella tak menjawab apa-apa, ia
mengambil tas dan jaketnya lalu masuk ke kamar. “Bella, Bella. Ayah belum selesai bicara. Kamu mau kemana?”. Ayah
Bella mulai emosi melihat anaknya seperti itu.
“ada apa dengan anak itu? Tidak
biasanya dia seperti ini”. Ia berbicara kepada istrinya dengan nada tinggi.
“urus anak itu. Aku tidak mau melihat
tingkahnya yang seperti anak tidak berpendidikan”. ibu tiri Bella bahagia
melihat ayahnya marah kepada Bella, karena ia memang dari dulu tidak suka
dengan Bella. Ia tersenyum saat rencananya mulai berjalan satu per satu, ia
memang ingin jika Bella meninggalkan rumah agar tak ada yang mengganggu
rencananya untuk menguasai harta suaminya.
Bella
meletakkan tas dan jaketnya di kasur lalu keluar kamar. Ia menuju ke dapur
ingin ambil minum. Ia membuka lemari es dan ambil air tersebut lalu meminumnya,
tak lama kemudian ia mencium bau masakan,
ia masuk kedalam melihat apa yang di masak oleh Mbo Sri. “Mbo, lagi masak apa? Saya sangat lapar Mbo,
soalnya aku baru pulang kerja. Masak cepat Mbo, aku sudah tidak tahan lapar”.
Ia merengek manja dengan Mbo Sri untuk di buatkan cepat makanan. Mbo Sri pun
membuatnya dengan cepat, karena ia tak ingin jika Bella kelaparan terlalu lama.
Dengan merengek ke Mbo Sri, Bella merasa bebannya hilang. “Mbo, ayah kenapa sikapnya semakin berubah? Aku sudah tidak mengenal
ayah yang sekarang Mbo. Ibu Dinda, pasti sudah meracuni pikiran ayah kan Mbo?”.
Bella mencurahkan kesedihannya ke Mbo Sri, sembari menunggu masakan Mbo Sri. “biar aku yang ambil piringnya Mbo, aku sudah
sangat lapar, aku makan disini saja, tapi di suapin sama Mbo yah?”. Manja
Bella akan kumat jika ia melihat Mbo Sri, karena sejak ia duduk di bangku SD ia
selalu bersama Mbo Sri jika ayah dan almarhum ibunya sibuk bekerja. “Neng, Eneng punya masalah apa? Ayo cerita
sama Mbo. Kenapa Eneng seperti ini?”. Mbo Sri bertanya sambil menyuapi
Bella yang duduk di meja dan Mbo Sri duduk di kursi. Bella sangat menikmati
makanannya. “aku tidak ada masalah kok
Mbo, yang aku punya hanya Mbo dan Ricky saat ini, hahahaha”. Ia berusaha
menyembunyikan kesedihannya. Tapi di pertengahan makan, ia menitihkan air mata
lalu memeluk Mbo Sri. Ia tak melepas pelukannya dari Mbo Sri. “Neng, katanya tidak ada masalah, tapi
sekarang menangis. Sudah, sudah. Jangan menangis lagi, kalau memang tidak mau
cerita ya sudah tidak apa-apa. Sekarang hapus air matanya dan lanjut makan yah”.
Mbo Sri melepaskan pelukan Bella, lalu menghapus air matanya dan berusaha
menghiburnya. Mbok Sri menyuapi kembali Bella, tapi Bella sudah tidak mau makan
lagi. “sudah Mbo, aku sudah tidak mau
makan lagi. Aku ke kamar dulu yah Mbo”. Bella turun dari meja lalu pergi
meninggalkan Mbo Sri.
***
Tamu
yang di tunggu ayah Bella kini telah tiba, tapi Bella masih di kamar mengunci
diri. Ibu tirinya di depan kamar Bella memanggil Bella terus, tapi Bella tak
menyahut sama sekali. “Bella, ayo keluar.
Tamu ayah kamu sudah ada di luar. Kalau kamu tidak ingin membuat ayahmu malu,
cepat keluar dan temui mereka. Atau kamu mau saya menyuruh ayah kamu yang
memanggil kamu?”. Ibunya masih berusaha memanggilnya, walaupun ia sudah
emosi dengan kelakuan Bella itu. “ya
sudah. Saya akan memanggil ayah kamu kesini kalau kamu keras kepala begini”.
Ibu tirinya baru saja berbalik, tapi tiba-tiba ada Mbo Sri. “nyonya, biar saya coba membujuk Neng Bella”.
Ibu tiri Bella pergi meninggalkan Mbo Sri dalam keadaan marah. “neng, Mbo boleh masuk?”. Tak menunggu
lama, Bella langsung membuka pintunya, sehingga membuat ibu tirinya yang belum
jauh dari kamar semakin jengkel karena sedari tadi ia mengomel dengan pintu
saja. “masuk Mbo. Ada apa Mbo?”.
Bella masih memasang wajah BT, mereka duduk di kasur dan Mbo sri mulai membujuk
Bella. “neng, kenapa neng seperti ini? Neng
harus turut dengan ayah, neng! Karena hanya dia orang tua neng satu-satunya.
Neng temui saja mereka dulu, jalani saja apa kemauan ayah neng. Siapa tahu ayah
neng bisa kembali lagi seperti dulu kalau neng nurut. Kalau neng tidak suka
dengan pria itu, yah ccobalah belajar untuk menyukainya. Kan bisa neng berteman
dulu supaya bisa saling tahu satu sama lain”. Bella mulai mencair hatinya,
dan mengganti pakaiannya, ia mempercantik wajahnya dengan polesan make up. “Mbo, terima kasih yah?”. Bella memeluk
Mbo Sri sehingga membuat Mbo Sri terharu. “hey,
Mbo kenapa menangis? Sudahlah Mbo. Kita harus menjalani hidup ini walaupun kenyataannya
pahit. Yuk mbo kita keluar”.
“Bella, sini duduk nak. Ini teman ayah,
namanya Pak Hendri dan istrinya Ibu Mila, lalu anaknya Bernama Jerry Bramasta”.
Bella tersenyum melihat teman dan anak teman ayahnya. “halo, om tante. Hy Jerry. Perkenalkan nama saya Isabella orang di rumah
ini biasanya memanggil saya Bella”. Bella sangat ceria memperkenalkan
dirinya, walaupun hatinya menangis tak ada yang tahu penderitaan yang di
tanggungnya. Mereka hanyut dalam obrolan yang tak ada hentinya. Karena sudah
bosan, Bella pamit kepada ayahnya untuk masuk dapur, alasannya mau minum. Mata
Jerry mengikuti langkah demi langkah kaki Bella. Jerry sudah mulai menyukai
Bella, tapi Bella tak meliriknya sama sekali sejak tadi karena Bella hanya
sibuk dengan ponselnya.
“Mbo, Mbo di mana?”. Ternyata Bella
mencari Mbo Sri di dapur, padahal tadi ia izin mau minum. “Ya, mbok lagi nyuci neng. Masuk saja neng”. Bella masuk dan ia
jongkok di dekat Mbo Sri. “kenapa neng?
Tamunya sudah pergi?”. Bella senyum-senyum melihat Mbo Sri. “belum Mbo. Aku males di luar, aku bohongin
ayah tadi. Aku bilang mau minum, padahal aku bosan di sana. Hahaha”. Bella
menceritakan kejahilannya kepada Mbo Sri. “hush.
Jangan begitu neng, dosa loh bohongin orang tua”. Bella hanya senyum
mendengar celoteh Mbo Sri lalu bangkit dan pergi.
Bella
kembali lagi duduk di dekat ayahnya. “baik
kalau begitu. Pak Hendri, Ibu Dinda, Bella. kami permisi pulang dulu”.
Bella sangat senang saat ia baru duduk, tapi mereka sudah mau pulang. “oh, iya Om. Hati-hati yah di jalan om”.
Bella menjawabnya dengan sangat bahagia. “Bella,
besok kamu ke rumah sakit, tidak?”. jerry bertanya dengan gaya cool. “oh, iya tentu. Itu dalah pekerjaan saya,
jadi saya akan ke rumah sakit tiap hari”. Bella menjawabnya cuek dan tegas.
“oh iya. Aku boleh minta nomor HP mu?”.
Sebelum Bella memberikan nomornya, Jerry telah mengambil ponsel Bella duluan
dan memasukkan nomornya lalu me-mised call ponselnya.
“Bella, kamu pulang kerja jam berapa?”.
Pesan singkat masuk di ponsel Bella, tapi bella tak membalasnya karena sedang
menangani pasien. Karena tak di balas pesannya, Jerry menelpon Bella, tapi
Bella tetap tak menghiraukan ponselnya. “kring...kring...kring...”. Ponsel
Bella berdering sudah 3 kali, karena mengganggu pekerjaannya, Bella terpaksa mengangkatnya.
“maaf, pak, saya angkat telepon dulu. halo.
Ada apa? Saya sedang bekerja? Pasien saya sedang darurat. Ok. Nanti saya
hubungi lagi”. Bella sangat kesal dengan sikap Jerry yang membuatnya selalu
bad mood. “kenapa Bel? Siapa yang
telepon? Kok semenjak kamu dari desa itu, sikap kamu selalu berubah-ubah kaya
cuaca”. Bella masih BT, tapi sudah di berikan pertanyaan oleh Alex. Bella
tak menjawabnya melainkan meneruskan pengobatannya.
***
Hubungan
mereka kini sudah berjalan seminggu, tapi Bella masih cuek dan Jerry mulai
memahami sikap Bella sedikit demi sedikit. Bella tidak ingin jika Jerry datang
ke rumah sakit menemuinya, jadi mereka hanya bertemu di luar rumah sakit, dan
Bella tidak ingin jerry yang menelpon duluan karena tak ingin kejadian
sebelumnya terjadi lagi. Jika Jerry ingin menghubungi Bella, ia harus mengirim
pesan terlebih dulu, nanti Bella akan menghubunginya saat pekerjaannya selesai.
Suatu
hari, sesuatu yang tak diinginkan menimpa Bella, ia kecelakaan saat hendak
menyebrang jalan, tanpa melihat ke kiri dan kanan mobil berwarna merah datang
dari arah kiri menabrak Bella. Saat mengetahui kakaknya kecelakaan, Ricky
meninggalan pelajarannya di sekolah, ia sangat buru-buru mengendarai motornya.
Ricky setiap hari menemani kakaknya setiap pulang sekolah dan Mbo Sri sesekali
datang melihat keadaan Bella dan membawakannya makan. Ia mengalami patah tulang
sehingga kakinya harus di gips. Jerry tak mengetahui kejadian tersebut, ia
selalu menunggu kabar dari Bella, tapi tak kunjung ada kabarnya. Ia terpaksa
datang ke rumah sakit untuk mencari Bella.. “maaf, apakah dr. Isabella ada di dalam?”. Ia bertanya kepada
reseptionis. “iya, tapi dia sedang tidak
bekerja, dr. Isabella sedang di rawat karena ia mengalami kecelakaan 3 hari
yang lalu”. Jingga yang duduk di kursi reseptionis menjawabnya dengan wajah
yang penuh pertanyaan, ia penasaran siapakah pria itu. “sungguh? Tapi kok dr. Isabella tidak mengabari saya kalau dia
kecelakaan. dia di rawat di ruangan mana?”. Wajah Jerry mulai panik
mendengar kabar buruk yang menimpah calon tunangannya tersebut. “dia di rawat di ruangan VIP”. Setelah
tahu Bella di rawat di ruangan VIP, Jerry langsung lari menuju ruangan Bella di
rawat. Ia tiba di kamar Bella, dan
langsung memeluk Bella yang terbaring sedang memainkan ponselnya. “Bella, kamu tidak apa-apa? Kenapa kamu tidak
mengabari saya? Pesan saya tidak pernah di jawab. Kalau saya tidak berinisiatif
menemui kamu, mungkin saya tidak akan tahu bagaimana keadaan kamu sekarang”.
Jerry sangat panik, sehingga tak menyadari keberadaan Ricky yang dari tadi
duduk di sofa menemani kakaknya. “hey,
Jerry. Lepas, malu tahu, adikku memandangi kita”. Bella mendorong tubuh
Jerry. “oh, maaf, saya terlalu panik
melihat keadaan kamu yang seperti ini”. Jerry pun melepaskan pelukannya. “Maaf, saya belum sempat membalas pesan dari
kamu karen layar ponsel saya retak, baru saja adikku mengambilnya dari tempat
servis ponsel”. Bella mengalihkan pembicaraan.
Kedatangan
Jerry masih saja membut jingga dan Rachel jadi bertanya-tanya. Mereka berdua
heboh saat Jerry meninggalkan tempat reseptionis tadi, mereka sangat penasaran dengan pria itu.
Belum selesai mereka bergosip, Jerry lewat di hadapannya. “Hel, itu dia lewat. Wow... Body dia sangat keren, dia cocok ya sama
Bella, dari pada sama Akbar dulu, Akbar sangat berantakan dan pecicilan”.
Jingga sangat berlebihan menilai orang sehingga membuat Rachel mengerutkan
dahinya mendengar perkataan Jingga. “hush,
jangan sebut-sebut lagi nama Akbar, nanti kalau Bella dengar, dia bakal sedih
lagi”. Rachel menasehati Jingga yang mulutnya tidak bisa diam. “Hel, kita ke tempat Bella yuk?”. jingga
mengajak Rachel pergi, tapi pekerjaan mereka belum selesai. “hello, Jingga. Kamu sadar dengan apa yang
kamu katakan? Kalau kita pergi siapa yang jaga disini? Kalau nanti ada orang
datang disini gimana? Aduh kamu ini”. Rachel semakin geregetan dengan
tingkah Jingga yang tak berpikir sebelum bicara.
“Dek, sebaiknya kamu pulang, kamu tidak capek
berhari-hari disini terus sama kakak. Kakak tidak apa-apa kalau kamu pulang,
lagian kakak punya banyak teman disini, ada Alex, Jingga, dan Rachel yang
selalu ada buat kakak kok”. Bella mengkhawatirkan kesehatan adiknya dan menyuruhnya pulang untuk istirahat di
rumah saja. “tidak apa-apa kak, aku kan
juga istirahat disini, lagi pula aku selalu tidur tepat waktu kan di sofa ini!”.
Ricky tetap kekeh ingin bersama kakaknya. Pembicaraan mereka terhenti seketika
karena Rachel dan Jingga datang
mengacaukan susasana di kamar Bella di rawat, mereka sangat ribut.
Bukannya memelankan suaranya, tapi malah bikin gaduh dengan suara Jingga yang
cempreng. “Bel, cowok yang tadi siang
itu, siapa? Dia keren banget. Setelan jasnya sangat mewah”. “hush, Jingga. Kamu
itu kepo saja kerjanya. Bukannya tanya kabar teman malah menanyakan hal yang
tidak penting begitu. Kamu tau tidak, Bel. Dari tadi siang mulutnya nyerocos
terus tentang cowok itu”. Jingga belum puas dengan pertanyaannya, tapi
sudah di potong sama Rachel. “kak, aku
mau keluar cari minum dulu yah? Kakak mau pesan apa? Dan kakak-kakak yang
cantik ini mau apa?”. Ricky sangat bosan dengan wanita rumpi itu, ia
memutuskan untuk keluar dari kamar tersebut.
“terserah kamu saja, dek. Tapi kakak pesan
snack ya?”. Ricky segera keluar setelah mendengar jawaban kakaknya. “hufth, teman-teman kakak kok mulutnya tidak
ada remnya yah? Atau remnya blong. Dapat dari mana kakakku teman seperti itu
Hahahaha”. Ricky nyeloteh dalam hatinya dan menebari senyum manis sambil
terus berjalan.
“Nama dia Jerry, anak teman ayah aku. Ayah aku
mungkin mau menjodohkan aku sama dia. Selama aku jalan sama dia, dia tidak
menunjukkan hal-hal yang negatif. Dia sangat baik, dan melindungi aku dengan
baik plus dia sangat royal. Dia tidak pelit mengeluarkan uangnya, aku tidak
pernah menyebutkan yang aku inginkan, tapi dia tau saja apa yang aku inginkan,
tapi tetap saja aku tidak suka sama dia, mungkin aku hanya akan menjalani
hubungan ini dengan lapang dada. Kalau buka karena ayah, aku tidak akan
melakukan semua ini”. Tingkah Jingga semkin menjadi-jadi mendengar cerita
Bella. “hmmmm... ayah kamu keren, ya,
mencarikan jodoh yang tepat buat anaknya”. Wanita-wanita rumpi itu tengah
asik bergosip, sehingga tak menyadari kedatangan Alex yang sedari tadi uduk di
sofa. “ehm... ehm... ehem... ibu-ibu
rumpi, bergosipnya sudah selesai? Saya mau periksa kaki Bella dulu”. Alex
memotong pembicaraan wanita itu. “Lex,
sejak kapan disitu?”. Bella bertanya penasaran. Alex tak menjawabnya, ia
langsung saja memeriksa keadan Bella, setelah periksa Bella, Alex pergi
meninggalkan 3 wanita itu. Tak lama kemudian, Ricky datang bersama Jerry. “hy, Bel. Maaf saya datang tanpa memberi tahu
kamu lebih dulu, soalnya aku di ajak Ricky kesini”. “iya, kak. Tadi aku ketemu kak Jerry di toko, jadi aku ajak saja
sekalian buat jenguk kakak”. Ricky membenarkan perkataan Jerry, lalu
meletakkan barang bawaannya di meja. “tidak
apa-apa kok. Oh iya. Jer, kenalin teman-teman saya, Rachel dan Jingga mereka
juga kerja di rumh sakit ini”. Jingga memasang wajah yang biasa saja, tapi
padahal wajahnya sangat ketahuan mupengnya. Setelah berkenalan, Ricky datang
mengacaukan mood Jingga, ia menarik Jingga dan Rachel duduk di sofa. Karena BT,
jingga jadi manyun dan mnatap ke Rachel, Rachel hanya bisa menyabarkan
sahabatnya yang manja itu. Ricky memberikan minuman dan snack kepada Jingga dan Rachel tak lupa pula ia memberikan
minuman kepada kakaknya, tapi sebelum itu ia mengupas buah yang di bawah Jerry
tadi untuk kakaknya. “kak, ini buahnya.
Kakak makan yah?”. Ricky meletakkan
minuman dan piring yang berisi buah di meja dekat tempat tidur kakaknya.
Jerry duduk di samping tempat tidur Bella, mereka ngobrol-ngobrol, sementara
Ricky, Jingga, dan Rachel asik bercanda. Jerry berbicara terus kepada Bella
sembari memegang tangan Bella, sedangkan Bella memikiran pria lain. Ia masih
memikirkan Akbar dan Donni, pikiran di melayang-layang entah sudah sampai di
mana, ia tak mendengarkan sedikit pun yang Jerry katakan, dan tiba-tiba Bella
meneteskan air mata. Jerry, menyadarkan Bella dari lamunannya. “Bella, kamu kenapa? Kenapa menangis?
Memangnya saya salah ngomong?”. Jerry merasa bersalah kepada Bella,
sedangkan Bella bingung kenapa air matanya mengalir secara tiba-tiba, ia hapus
air matanya dan menyuruh Jerry pulang. “tidak,
saya tidak apa-apa. Saya Cuma mau tidur saja, sebaiknya kamu pulang saja, besok
kan kamu kerja”. Bella membelakangi Jerry lalu menarik selimutnya dan
menutup seluruh badannya dengan selimut, ia menangis kembali. Jerry pergi tanpa
pamit dengan siapa pun, ia melangkahkan kakinya dengan wajah yang kecewa. Ricky
memperhatikan Jerry dan kakaknya
***
Gips
kaki Bella telah di lepas, tapi ia masih duduk di kursi roda. Ia melaksanakan
tugasnya sebagai dokter, ia tetap bekerja walau keadaannya tidak memungkinkan
untuk bekerja. “kak, kakak bisa kan
istirahat di rumah untuk beberapa hari saja? Sejak kakak keluar dari rumah
sakit seminggu yang lalu, kakak tidak pernah istirahat”. “tapi dek, kakak boring kalau di rumah terus.
Atau kamu yang mau menggantikan kakak di rumah sakit? Hahaha”. Bella hanya
menanggapi adiknya dengan candaan. “ayolah,
kak. Sehari atau dua hari saja, orang di rumah sakit pasti akan mengerti kak”.
“begini ya dek. Masa kakak Cuma sakit
begini saja harus meninggalkan kewajiban kakak. Bagaimana orang-orang yang
lebih parah penyakitnya dari kakak, mereka tidak pernah mengeluh, mereka tetap
giat bekerja. Sudah ya dek, entar kakak telat kerja. Lebih baik kamu siapkan
mobil antar kakak ke rumah sakit, nanti kamu juga telat ke sekolah kalau ngomel
terus”. Ricky hanya pasrah mendengar kakaknya yang sangat keras kepala. “neng, ini sarapannya. Mbo sudah buatkan nasi
goreng special, karena neng tidak sarapan, jadi Mbo buatkan bekal saja”. “wah,
terima kasih Mbo. Pasti aku akan makan, Mbo. Aku pergi dulu ya Mbo”. Ricky datang mendorong kakaknya menuju ke
mobil. Ricky susah payah mengangkat kakaknya masuk ke mobil, belum lagi kursi
rodanya yang mau di masukkan ke mobil juga. “tuh kan kak, aku sudah bilang di rumah saja. Kan aku yang repot angkat
kakak, mana kakak sangat berat. Makanya diet dong kak. Hahahaha”. “hush, kakamu ini walaupun tidak diet akan
selalu seksi. Hahahahaha, kamunya saja yang tidak ada ototnya, kamu yang harus
banyak olahraga. Hahaha”. Mereka
setiap harinya selalu penuh dengan canda tawa, walau bagaimana keadaan mereka,
mereka akan selalu ceria, namun tetap saja mereka hanya manusia biasa yang
sangat rapuh.
Jika Ricky dan Bella tidak di rumah, ibu mereka dengan
leluasa akan menghasut ayahnya.“mas, kalau aku boleh kasih saran, lebih baik
kita atur pertunangan Bella dengan Jerry saja. Kita bicarakan saja dengan
keluarga Jerry. Bagaimana Mas?”. “tapi, apa Bella mau tunangan? Kita tanya
Bella dulu”. Ayah Bella
kurang setuju dengan saran istrinya. “ya,
pasti Bella tidak akan mau mas, jadi kita persiapkan semuanya, setuju tidaknya
Bella itu akan jadi urusan belakang”. “ya, terserah kamu sajalah”. Istrinya
yang sangat cerdik berhasil mempengaruhi ayah Bella lagi. Mereka melakukan
pertemuan dengan keluarga Jerry, dan keluarga Jerry pun menyetujui ide ibu tiri
Bella. Mereka melakukan pertemuan tanpa sepengetahuan Bella dan Jerry
Persiapan
tunangan pun di lakukan di hotel berbintang lima tanpa sepengetahuan Bella,
namun Jerry telah mengetahuinya dari orang tuanya, ia mengira bahwa Bella telah
setuju. Semuanya telah di urus oleh ibu tiri Bella. Ibu tiri Bella semakin
berjaya karena sebentar lagi rencana dia untuk depak Bella keluar dari rumahya
akan berhasil agar tak ada yang mengganggu rencananya untuk menguasai semua
harta ayah Bella.
Akhirnya
persiapannya telah rangkum, ayah dan ibu tiri Bella mengajak Bella keluar,
alasannya untuk jalan-jalan. Di hotel sudah ada Jerry dan keluarganya menanti
kedatangan Bella dan keluarganya. Orang tua Bella membawa Bella ke butik untuk
memakai baju yang telah di siapkan, dan mendandani Bella. “kalian sebenarnya mau membawa aku kemana? Kenapa harus dandan setebal
ini? Dan kenapa harus memakai pakaian seperti ini”. Tak ada jawaban dari
kedua orang tuanya, Bella semakin bingung dengan apa yang di lakukan kepadanya.
Orang
yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba, sambutan meriah dari keluarga Jerry
menyambut kedatangan Bella dan keluarganya. “ayah, apa ini?”. “ini acara
pertunangan kamu. Kamu ikutin saja Bella. kalau kamu tidak mau membuat ayah
malu di depan semua kolega-kolega ayah. Kamu diam saja”. Bella tak habis
pikir dengan perkataan ayahnya, ia menunduk dan meneteskan air mata, serasa ia
ingin hilang dari dunia ini. Ia menghapus air matanya lalu mengikuti jalannya
pesta.
Pertukaran
cincin berlangsung dengan meriah, namun di wajah Bella tak ada senyum sedikit
pun. Pesta belum selesai, tapi Bella keluar berlari menangis meninggalkan
pesta, Jerry mengikuti Bella dan berhasil menangkap Bella. “kamu kenapa Bel? Ini kan hari bahagia, tapi
kenapa kamu menangis?”. “apa? Bahagia apanya? Kamu yang bahagia, tapi saya
tidak. Saya tidak tahu sama sekali acara pertunangan ini”. Bella berlari
kembali dan pergi meninggalkan Jerry dengan taxi. Jerry yang di tinggal juga
bingung karena kata ayah dan ibunya Bella telah setuju.
Sehari
setelah acara pertunangan, Bella tak pernah pulang ke rumah karena masih marah
denagn ayahnya. Ia selalu di rumah sakit dan tak pernah menjawab telepon dari
Jerry, Rachel dan Jingga juga bingung melihat sahabatnya itu. Mereka susah
payah menghiburnya, tapi tak ada hasil. Jerry yang datang pun tak di hiraukan oleh
Bella. hanya Ricky saja yang berhasil bicara dengannya, tapi hanya sepatah dua
kata saja yang di lontarkan Bella. sekali ia bicara kepada Ricky, ia hanya
mengatakan sudahlah dek atau kakak tidak mau di ganggu, setelah itu ia pergi
mencari kesibukan dengan pasien.
Ia
berusaha melupakan semuanya, dan berusaha melupakan kenangan tentang Akbar dan
Donni, namun setelah lima tahun lamanya tak ada kabar dari Donni, ia muncul
tiba-tiba di kehidupan Bella kembali. Donni datang memberikan luka lagi kepada
Bella. Donni kini bekerja di rumah sakit yang berbeda dengan Bella, namun
selalu datang ke Rumah sakit Bella bekerja untuk memindahkan pasien. Ricky yang
tak sengaja melihatnya mulai bertanya-tanya. Ia tak langsung mengatakannya
kepada kakaknya, karena kalau kakaknya tahu, pasti akan semakin sedih. Ia tak
mau menambah luka kakaknya lagi.
Setelah
beberapa kali datang ke rumah sakit Bella bekerja, akhirnya Bella melihatnya
sendiri. Tapi ia tak langsung menyapanya melainkan ia mengikuti Donni saja.
Saat ia melihatnya, Donni sedang bersama Caca membawa pasien. Beberapa kali
Bella melihatnya, ia kini bertemu langsung, namun Donni dan Caca tak mengenal
Bella. saat pertemuan perdana antara Bella, Donni, dan Caca sangat tak berkesan
karena Bella sedang berjalan sibuk dengan ponselnya, sehingga tak sengaja
menabrak Donni. “maaf, maaf, saya tidak sengaja”. “saya yang harus minta maaf,
tidak melihat kalau ada orang”. Donni berusaha meminta maaf, padahal bukan
salah dia. Entah kenapa Bella langsung diam dan menatap wajah Donni dan tak
menghiraukan Caca yang ada di samping Donni. “ehm...ehm, maaf dok. Kita harus
buru-buru, kita sedang di tunggu untuk mengoperasai”. Caca mencairkan susana
tegang antara Bella dan Donni. Caca telah berjalan duluan dan diikuti oleh
Donni, tapi Bella masih tak percaya bahwa itu Donni, tapi dia tak mengenalinya
sama sekali, ia berbalik memandang punggung Donni dari jarak jauh.
Donni
dan Caca telah pindah di rumah sakit Bella bekerja. Caca adalah dokter ahli
anastesi sekaligus partner Donni, jika ada operasi, Caca akan selalu ada
bersamanya sebagai dokter anastesinya.
“Lex,
kamu kenal 2 dokter baru itu tidak? aku pernah bertemu di desa yang pernah.
Kamu ingat tidak waktu aku marah-marah di telepon saat di mobil dan Ricky
pindah ke belakang menghibur aku? Sebenarnya dokter itu yang aku telepon, tapi
saat kami bertemu tadi, dia seperti tidak mengenal aku, dan wajahnya sangat
mirip dengan Akbar juga”. Bella menceritakan semuanya dan kesan saat pertama
kali bertemu dengan Donni. “ah, masa sih? Aku belum lihat sih dokter baru itu,
tapi aku penasaran dengan wajahnya”. Alex mulai berpkir dan Bella pun memasang
wajah yang sangat bingung, perasaan Bella kini campur aduk.
Kini
Caca dan Donni di persatukan di meja operasi bersama bersama Bella. Yang
memimpin jalannya operasi adalah Donni sedangkan Bella sebagai asisten utama
dan Caca di bagian anastesi. Operasi mereka sedikit ada gangguan, karena Bella
yang mengacaukan operasi tersebut. “dokter Bella, anda niat bekerja atau
tidak?”. “ya, niatlah, untuk apa saya ada disini kalau tidak niat”. “kalau
niat, ya jangan bengong saja kerjanya. Memang ada apa di wajah saya, anda
menatap wajah saya seakan anda nafsu saja”. Mereka berdebat, hingga tak
menghiraukan pasiennya, sehingga membuat Caca harus turun tangan melerai mereka
yang bertengkar seperti anak kecil. Kini operasi mereka berjalan dengan baik,
namun Bella masih saja manyun karena tak terima dengan perkataan Donni. Setelah
operasi selesai Bella keluar dengan wajah yang masih marah dan BT, tapi tak
sengaja terpeleset tepat di depan semua orang di ruangan opersi. Kini Bella
semakin BT di tambah lagi malunya itu. Ia bangkit tak menghiraukan orang-orang
di sekitarnya. Setelah ia keluar, semua orang tertawa melihat tingkah konyol
dari Bella.
Alex,
Jingga, Rachel, dan Ricky telah bertemu secara langsung dengan Donni dan Caca,
tapi merek kurang yakin kalau itu adalah Akbar, karena penampilannya sangat
berbeda dengan Akbar, yang mereka lihat Donni orangnya sangat rmemperhatikan
penampilannya. Sedangkan Akbar dulu sangat berantakan dan selalu berada di
tengah-tengah wanita. Semuanya kini bertanyatanya satu sama lain, dan yang
mereka khawatirkan sekarang adalah Bella yang akan setiap saat akan berhadapan
dengannya. Persepsi mereka tentang Bella yang akan sedih jika bertemu setiap
saat dengan Donni sangat salah besar, karena belum lama mereka menggosip Bella,
kini Bella datang dengan waja yang sangat marah dan mengomel-ngomel menyebut
nama dokter baru itu. “kenapa sih Bel? Muka cembetut begitu?”. “iya kak. Kakak
ini benar-benar ajaib yah? Moodnya selalu berubah-rubah. Ini namanya Mood Of
The Day yah kak. Hahahaha”. Semua orang hanya menertawai Bella karena ejekan
Ricky itu. Bella tak perduli tawaan teman-temannya, ia bercerita tentang apa
yang terjadi di ruangan operasi tadi. Bukannya di belain, tapi teman-temannya
semakin asik menertawainya. “ah, kalian teman-teman aku atau musuh aku sih?”.
Bella semakin jadi moodnya yang BT itu, ia pergi meninggalkan semua orang dan
menarik adiknya pergi. “ayo, dek. Jangan disini, nanti kamu ketularan jahat
seperti mereka”. Adiknya pasrah di seret oleh Bella, ia mengikuti langkah
kakaknya itu, entah dia mau kemana dengan bad mood seperti itu.
“sayang, kamu pesan saja yang kamu suka”. Di
sebuah restoran telah ada Jerry dan Bella yang sedang makan malam. “sayang, aku
undang teman aku juga, tidak apa-apa kan?”. “terserah kamu saja, aku ikut saja”.
“iya, dia sebentar lagi datang kok, sayang, dia seorang dokter seperti kamu”.
Bella mengikuti semua yang di katakan Jerry, karena dia sebenarnya berat
menjalani hubungan yang di setting oleh kedua orang tuanya. “nah, itu dia
orangnya, sayang”. Jerry menunjuk ke arah pintu masuk restoran. Donni, masih
mencari-cari tempat Jerry duduk, dan akhirnya menemukan tempatnya. Donni
berjalan ke arah meja Jerry dan Bella. Bella melihat ke arah Donni datang dan
tak sengaja matanya saling bertatapan, sehingga membuat bella jadi
canggung. “hey, Jerry. Sudah lama
menunggu ya? Maaf, saya terlambat, soalnya tadi saya menjemput Caca dari rumah
sakit”. “silahkan duduk Don. Ah, jangan ambil pusinglah, kami juga baru tiba.
Oh iya, kenalin pacar aku, Bella. dia juga dokter sama seperti kamu”. “oh, hy.
Saya, Donni”. Donni menjulurkan tangannya kepada Bella dan di sambut oleh Bella
dengan tegang. Mereka berkenalan seperti orang yang baru pertama kali kenal,
padahal mereka sudah kenal dan bekerja di rumah sakit yang sama. “sayang, dia
ini dokter lulusan terbaik Harvard University”. Jerry menyombongkan sahabatnya
itu di depan Bella. “oh, ternyata selama ini dia menghilang dan tak ada kabar.
Di ke luar negeri melanjutkan studynya, tapi kenapa dia tidak ingat sama aku?”.
Tanpa menghiraukan Jerry, Bella sibuk sendiri dengan pemikirannya yang penuh
dengan teka-teki. “ah, biasa saja. Jangan berelbihan Jer”. Jerry dan Donni, bercerita,
tapi tak ada respon dari Bella. Donni tampak biasa saja melihat ekspresi Bella
yang sedikit bingung. “sayang, dia ini anaknya mandiri, karena ibunya telah
meninggal, dan ayahnya yang memukulnya entah kemana menghilang”. Bella kaget
mendengar cerita tersebut, karena sama persis dengan cerita kehidupan Akbar.
Bella semakin ragu dengan Donni, apakah dia Donni atau Akbar. “maaf, Jer. Aku
mau ke toilet dulu”. Bella pergi meninggalkan dua pria itu. Setelah dari
toilet, Bella minta kepada Jerry untuk di antarkan pulang dengan alasan tidak
enak badan. Jerry jadi tidak enak kepada Donni, tapi Donni membiarkan mereka pulang.
Donni yang di tinggal juga ikut pergi.
Pagi
yang cerah, di rumah sakit milik ayah Bella para dokternya berdatangan satu per
satu. Bella tampak bingung sambil mondar-mandir di depan meja resepsionis,
sehingga membuat Jingga dan Rachel geleng-geleng melihatnya. “biarkanlah dia
berkembang”. Rachel nyeletuk spontan. Dari arah pintu masuk, datanglah Donni
bersama Caca, mereka tengah asik bercerita. Dari depan resepsioni Bella telah
berhenti mondar mandir saat melihat Donni. Donni semakin mendekat dan telah
melewati Bella. “dr. Donni...”.
Donni, tak mendengar panggilan Bella, tapi Caca yang mendengarnya. “Don, kamu di panggil dokter itu”. “oh, ayo
kita kesana”. Seketika saja Donni memutar
balik badannya menuju arah Bella.
“iya, anda memanggil saya?”. “iya, saya menunggu anda dari tadi, bisakah
kita bicara sebentar?”. Bella langsung saja to the point mengajaknya tanpa
menghiraukan Caca dan teman-temannya yang dari tadi pusing melihatnya disana. “tapi tidak disini, saya ingin bicara empat
mata. Kita ke cafe yang ada di seberang jalan”. “ok. Hmm, Caca kamu duluan saja
masuk, saya mau pergi dengan dokter ini”. Mereka pergi bersama, sehingga
meninggalkan banyak tanda tanya di benak Jingga dan Rachel. “ternyata dari tadi mondar-mandir disana, dia
tunggu dokter Donni”. “kemarin, kayaknya dia sangat kesal sama dokter itu, tapi
sekarang dia yang nungguin, ya kan Hel”. “iya. Kamu benar Jingga. Dia memang
tidak puas dengan satu pria, kurang apa Jerry di matanya. Hahahaha”. Mereka
asik meledek temannya yang tak bisa di tebak itu.
“saya penasaran dengan satu hal, tentang yang
semalam di restoran”. “Iya kenapa dengan semalam?”. “apakah ibu anda sudah
meninggal? Kapan? Saya punya teman, ibunya juga telah meninggal akibat di
pukuli oleh ayahnya, dan ayahnya entah kemana melarikan diri. Yang di ceritakan
Jerry semalam sama dengan kehidupan teman saya itu”. Nyatanya Bella sangat
penasaran dengan hal itu, ia sangat bersemangat menanyakan hal tersebut kepada
Donni. “memangnya urusan anda apa, ingga
bertanya seperti itu?”. “saya hanya ingin tahu saja, tidak lebih. Saya tidak
akan pernah memberi tahu kepada siapa pun tentang hal ini”. Donni sudah tak
tahu mau bilang apa lagi, karena tak ingin lebih banyak orang yang tahu tentang
privasinya. ia pun terhindar dari pertanyaan Bella karena tiba-tiba ponselnya
berdering. Donni pergi meninggalkan Bella dengan alasan mengangkat telepon.
Bella yang di tinggal kini beranjak meninggalkan tempatnya. Bella masih tidak
habis pikir dengan semua ini. Apakah hanya kebetulan belaka atau Donni dan
Akbar adalah orang yang sama.
“guys, aku masih penasaran dengan Donni,
tidak mungkin dia tidak mengenali aku. Ingatanku ini masih kuat. Apakah dia
sengaja menghindari aku atau dia punya kelainan? Saat di desa itu, dia sangat
baik ke aku. Apa lagi dia bersama Caca si dokter anastesi itu, tapi Caca pun tak mengenali aku sama sekali.
Ini sangat mencurigakan. Ini bukanlah kebetulan, tapi menghindari aku, ya kan
guys?”. Bella masih saja berusaha meyakinkan teman-temannya bahwa dr. Donni
adalah Donni yang ia kenal, tapi teman-temannya hanya menganggap Bella terlalu
berlebihan dan mengatainya manusia aneh bin ajaib. “tapi dia sangat mirip dengan Akbar kan?”. Bella bicara dengan
wajah yang sangat penasaran dan tatapanya entah okus kemana. “Bel, sudahlah dia bukanlah Akbar. Akbar
orangnya sangat berantakan dan pecicilan, kalau ngomong tidak mikir dulu. Tapi
dia, dia sangat kritis saat berbicara dan dia sangat sopan. Siapa yang lebih
tahu Akbar disini selain aku? Sudahlah Bella. ya kan Rachel? Jingga?”.Alex
berusaha meyakinkan Bella. “betul
sekali”. Celetuk Jingga dan Rachel. Mendengar perkataan Alex, Bella mulai
berpikir lagi dan menurutnya Alex memang benar. Bella merunduk meletakkan
kepalanya di meja lalu merengek, tak percaya dengan hal yang kebetulan seperti
ini. Sementara teman-temannya asik ngobrol tanpa memperdulikan Bella yang
bertingkah konyol.
***
Makan
malam di rumah Bella sedang berlangsung, Bella baru saja tiba dari rumah sakit
dan langsung menuju kamar, tapi ayahnya memanggil makan bersama. Belum duduk
dengan baik, ia kini harus menerima pertanyaan yang tak ingin ia dengar. “Bella, bagaimana dengan Jerry? Kalian sudah
bersama selama 4 tahun, apa kamu tidak ingin ke jenjang yang lebih serius lagi”.
Kesempatan emas bagi ibu tirinya untuk memojokkan Bella di hadapan ayahnya.
Bella masih saja tenang mendengarnya dan melanjutkan menyendok makanan ke
piring. Tak ada respon dari Bella, namun ibu tirinya masih saja mengusik
ketenangannya hingga ia meninggalkan meja makan tanpa menyentuh sedikit pun
makanan yang telah ia siapkan di piring. “ibu,
ibu kenapa menanyakan hal seperti itu di waktu yang tidak tepat”. Ricky pun
BT dengan sikap ibunya yang berlebihan. Ia pun pergi mengikuti kakaknya. “sudahlah, biarkan mereka pergi. Kita
lanjutkan makan saja”. Ayahnya tak ingin ambil pusing dengan sikap Bella
dan Ricky. Ia melanjutkan menyantap makanannya. Sementara Bella semakin setres
menghadapi semua tantangan dalam hidupnya. Bella sudah sangat lelah dengan
pekerjaan di rumah sakit, lelah dengan hubungannya dengan Jerry, dan teka-teki
tentang Donni d tambah lagi dengan ibu tirinya yang semakin hari, semakin jadi.
Bella menyusuri anak tangga satu per satu, wajahnya sangat kesal dan kusut.
Ricky berjalan di belakangnya menatap dirinya yang sangat tak berdaya itu.
Ia
meletakkan tasnya di atas kasur tepat di sampingnya berbaring tak memperdulikan
dering ponselnya yang berkali-kali bunyi. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka.
“kak. Kakak, belum makan kan? Ini aku bawakan makan buat kakak, di buatkan Mbo
Sri tadi”. Yang membuka pintu ternyata Ricky, membuat lamunan kakaknya jadi
terganggu. “iya, letakkan di meja saja. Nanti kakak makan. Kamu keluar sana,
kakak mau basuh wajah kakak dulu dan ganti pakaian”. Bella bangkit dari tempat
tidurnya lalu menuju ke kamar mandi. “atau kamu mau tetap disitu melihat
kakakmu mengganti pakaian”. Tambahnya bercanda. “mungkin...”. Dengus Ricky,
lalu pergi bersamaan dengan kakaknya yang beranjak ke kamar mandi.
Pagi
telah tiba, Bella berangkat kerja. Di parkiran rumah sakit ia datang bersamaan
dengan Donni dan memarkir mobil di tempat yang berdampingan. Mereka berjalan
berdampingan masuk tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka.
Jerry pun datang menarik tangan Bella sekaligus mencairkan suasana yang sangat canggung,
sehingga membuat Donni berbalik ke arah dimana Jerry menarik Bella pergi karena
Bella sempat menjerit kaget tak mengetahui siapa yang menariknya dari belakang.
Donni pun melanjutkan perjalanannya tanpa menyapa sahabatnya yang sibuk dengan
pacarnya.
“Jerry?
Kamu hampir saja membuat jantungku copot, tahu! Oh iya, btw Sedang apa disini
pagi-pagi begini?”. Bella kaget setengah mati karena secara tiba-tiba ada yang
menariknya. “hmmm... aku datang kesini mau meminta pertanggung jawaban. Tadi
malam aku telepon kamu berkali-kali, tapi tak ada jawaban. Kamu kenapa? Sakit?
Aku tahu kamu pasti belum tidur pada jam itu”. Tanya Jerry tanpa jedah. “A..”. Bella
baru mau menjawab, tapi sudah di potong oleh Jerry. “Tapi tidak apa-apa, kamu
tidak usah jelaskan aku cuma mau siang nanti kamu makan bareng aku sebagai tanggung jawab
kamu. Ok?”. Bella mengiyakan ajakan Jerry. Jerry pun pergi setelah bertemu
dengan Bella, dan Bella pun menuju ke rumah sakit kembali, setelah ia di hadang
oleh Jerry tadi. Seperti biasa jika di rumah sakit, Bella akan menyapa para
sahabatnya di tempat resepsionis. Namun kali ini berbeda karena ada Donni
disana sedang menanyakan banyak hal tentang beberapa pasien, ia jalan lurus
saja tanpa berbalik sedikit pun ke arah Jingga dan Rachel, sehingga membuat
teman-temannya hanya memandang dirinya. “terima kasih, ya atas infonya”. Donni
sudah selesai dengan urusannya dan akan pergi memeriksa pasien yang ia tanyak
tadi, namun sebelum melangkah. “oh, iya dok, dokter Caca kemana? Tumben tidak
bareng dokter datangnya. Biasanya kalian lengket kaya pranko”. Donni tak
menjawab, melainkan hanya tersenyum kepada Jingga. Belum lama pergi, ia kembali
lagi. “oh, iya. Kalian ada yang lihat dokter Bella?”. Jingga menunjuk ke arah
Bella tadi berjalan. “tadi saya lihat dia berjalan kesitu, hmm biasanya kalau
dia baru datang di ke ruangannya dulu”. Jawab Jingga. “Thank You”. Donni
melihat ke arah yang di tunjuk Jinnga, lalu pergi ke arah yang sama dengan
Bella sembari sesekali melihat catatan medis seorang pasien yang di ambil dari
resepsionis tadi.
Donni
menutup catatannya, lalu meletakkannya di belakang dan menghentikan langkahnya.
Ia melihat ke arah Bella. “dr. Bella...”. Donni memanggil Bella yang tepat ada
di depan pintu hampir masuk ke ruangannya. “iya”. Bella langsung berbalik.
“saya mau membahas tentang pasien yang akan kita operasi nanti, apakah anda
punya waktu luang?”. Donni lari-lari kecil ke arah dimana Bella sedang berdiri.
Tanpa basa-basi lagi Bella langsung mengajaknya masuk ke ruangannya.
Di
lobby rumah sakit sudah ada Caca, ia berjalan ke arah resepsionis. “maaf, kamu
melihat dr. Donni?”. “oh, iya dok tadi dia pergi mencari Bella, mungkin dia
sedang di ruangan Bella sekarang”. Jingga segera memberi tahu dimana lokasi
Donni sekarang. Namun setelah sampai di ruangan Bella, Caca hanya mendapati
ruangan yang kosong, lantas ia membuka tasnya mencari ponselnya. Caca ingin
menelpon Donni, tapi keburu Donni yang menelpon duluan. Ia segera mengangkat
telepon tersebut. “halo, Don. Kamu ada dimana?”. Belum di jawab, tapi Donni
langsung bertanya balik kepada Caca. “kalau kamu dimana? Kamu sudah di rumah
sakit? Aku lagi di jalan, mau ke rumah, ada yang ketinggalan tadi”. Caca
menutup teleponnya tanpa menjawab ia ada dimana sekarang. Donni melanjutkan
perjalanannya menuju ke rumahnya bersama Bella. “dok, dokter kenapa?” Donni
memulai obrolan
IRAWATI
Komentar
Posting Komentar