Love Story In Hospital

Akbar, seorang mahasiswa kedokteran yang sedang magang di sebuah rumah sakit ternama di Indonesia, dia orang yang sangat sembronoh, pecicilan, dan menyebalkan, ia sangat berbeda dari dokter biasanya, penampilannya sangat berantakan, tiap wanita yang ia temui, wanita itu akan di rayu dan di gombal. Dia hidup di keluarga yang berantakan, tapi ayah dan ibunya belum bercerai, namun ayahnya seorang pemabuk dan penjudi, selalu memukuli ibunya jika ia tak di berikan uang, sedangkan ibunya hanyalah seorang pedagang di toko kecil yang berada di pinggir jalan. Walaupun dia menyebalkan ke semua orang, namun jika ia bersama ibunya dia akan jadi anak yang penurut dan ia juga sangat sayang kepada ibunya. Akbar mempunyai sahabat sejak SMP, yakni Alex. Mereka sangat dekat seperti saudara kandung, walaupun bersahabat dengan Akbar, penampilan Alex sangat jauh berbeda dengan Akbar yang berantakan dan pecicilan, namun mereka sama-sama tukang gombal setiap melihat wanita. Alex adalah senior Akbar, ia lebih dulu menjadi dokter di tempatnya magang.
Dia di pertemukan dengan Bella, seorang gadis kaya raya di tempat mereka magang, walaupun ia kaya, tapi dia tetap rendah hati. Gadis ini adalah anak dari pemilik rumah sakit. Saat ia di bangku SMP ibunya meninggal, setahun setelah ibunya meninggal ayahnya menikah lagi dengan wanita yang lebih muda dari ibunya. Tanpa di ketahui ayahnya, ibu tirinya mempunya niat jahat, dia hanya menginginkan harta ayahnya, tapi sejak awal Bella sudah tau niat busuk ibu tirinya itu. Dari prnikahan itu ia mendapatkan adik laki-laki yang kini brusia 18 tahun sifatnya sangat jauh berbeda dari ibunya, karena Bella sangat memanjakan dan mengurus adiknya, maka dari itu sifatnya seperti Bella, saat Lahir Bella yang memberikan nama kepada adiknya, yakni Ricky
Sebelum ibu Bella meninggal, hidup Bella sangat lengkap, karena ia sangat di manjakan oleh ayah dan ibunya, setiap ia ulang tahun ayahnya akan selalu memberikan hadiah yang Bella inginkan, namun semuanya berubah sejak hati dan otak ayahnya di kendalikan oleh Dinda ibu tiri Bella.
Hari pertama magang, Akbar sudah membuat kesan yang sangat buruk kepada salah satu dokter magang wanita, yaitu the one and only Bella anak dari pemilik rumah sakit. Bella yang identik selalu ramah kepada setiap orang yang ia temui berubah jadi galak dan jutek. Semua itu di sebabkan oleh Akbar yang tak sengaja telah membuatnya terpeleset dan marah-marah, karena Akbar sangat genit kepadanya dan tak berhenti mengikutinya kemana pun Bella  pergi. Saat Bella terpeleset, bukannya minta maaf atau langsung menolongnya, ia malah menertawai dan memutar balikkan kesalahannya kepada Bella yang jelas-jelas jadi korbannya. “OOPS... kamu sih tidak hati-hati kalau jalan, tuh kan jatoh, makanya lain kali kalau jalan pake mata dong!”. Bella yang tak terima dengan perkataan Akbar, dia berdiri dan membalasnya “hey, yang salah tuh kamu, dari tadi mengganggu aku, kamu yang dari tadi ngikutin aku kaya penguntit aku saja. Eh, kalau kamu jalan emangnya pake mata yah? Perasaan kalau jalan pake kaki deh. Hello”  karena sangat geregetan dengan Akbar, ia tak mau lagi melanjutkan perdebatan itu ia akhirnya pergi meninggalkan Akbar dengan hati yang masih marah. Saat Akbar berbalik niatnya mau mengejar, tapi Bellanya sudah hilang entah kemana “what? Ngilangnya cepet banget tuh orang! Apa dia hantu?” Di mengecek tiap lift, tapi tak menemukan Bella, terpaksa ia juga harus pergi, ia pergi sambil bersiul memasang wajah tengilnya. Saat ia berada di depan lift, ada seorang kakek yang berjalan ke arahnya , belum sempat pencet tombol kakek itu sudah pingsan tepat di pelukannya. Tak tau harus bagaimana, ia panik dan membopong kakek itu masuk lift. Aduh nih kakek berat juga”. Hatinya mengomel karena tak sanggup lagi menahan berat kakek itu. Saat keluar dari lift ia menggendong kakek itu di punggungnya dan berlari menuju ruang emergency. Bella sedang berjalan tak tau mau kemana, ia mlihat Akbar sedang terburu-buru menggendong kakek-kakek, tanpa berpikir panjang ia mengambil kursi roda dan berlari ke Akbar, mereka berlari bersama mendorong kakek itu. Mereka bekerja sama menangani sang kakek seperti tak pernah ada masalah di antara mereka. Saat selesai menangani pasien, Bella jongkok dan bersandar di dinding meregangkan otot kakinya yang pegal karena berlari bersama Akbar tadi. Akbar yang berdiri di samping pasien melihat Bella, dia mendekatinya dan ikut jongkok. “Hey sweety girl, thanks bantuannya dan juga maaf soal yang tadi”. Ia bangkit pergi, dengan santainya ia jalan tanpa mendengar jawaban Bella. “pssh... dasar PLAY BOY CAP KAPAK, seperti itukah dia berterima kasih dan minta maaf?”.  Bella hanya senyum saat Akbar telah pergi, ia hanya memandangi belakangnya.

***
Suatu ketika Akbar meninggalkan ibunya di rumah sendiri, karena dia sedang di tugaskan untuk jaga malam. Ayahnya juga tdk pulang selama beberapa hari, ia berpikir kalau ayahnya belum pulang, makanya ia tidak terlalu mengkhawatirkan ibunya. Saat Akbar sedang sibuk dengan anak magang yang lain, Bella membawa pasien wanita menuju ruang emergency, pasien itu terluka parah pada wajahnya. Ketika Bella menanganinya, Akbar lewat sedang mengobrol dengan anak magang yang lain, tak sengaja menengok ke arah Bella, tawanya seketika terhenti ia hanya memasang wajah yang tegang, sedih, tampak seperti orang yang hendak menangis, tak cukup sedetik ia berlari dan menyerobot masuk, ia sangat hysteris dan memberontak. “Ibu...ibu...ibu... apa yang terjadi dengan ibuku?”. tangisan dan teriakannya memenuhi ruangan, tak ada yang bisa menghentikan dirinya, karena kelakuannya itu membuat para tim medis menghentikan pengobatannya kepada ibu Akbar. Dengan wajah yang masih sedih, Akbar meninggalkan ibunya. Tim medis pun melanjutkan pengobatannya. Bella yang masih shock dengan tingkah Akbar pun melanjutkan pekerjaannya dan masih bertanya-tanya dalam hatinya. Wajahnya pun masih tampak bingung.
Waktu berlalu begitu cepat, akbar kembali ke rumahnya untuk mencari tau apa sebenarnya yang terjadi kepada ibunya, ketika ia masuk ke dalam rumah, ia cek setiap sudut  ruangan, sebelum ruangan terakhir ia cek, Akbar masuk ke dalam dapur, ia mendapati piring, gelas, dll tercecer di bawah lantai, di dalam pikirannya langsung terbesit nama ayahnya. ia masuk ke dalam kamar ibunya, ia menyalakan lampu dan yang ia lihat pertama kali adalah ayahnya tengah mabuk tak karuan di dalam. Dengan wajah marah ia mengepal tangannya dan menarik ayahnya lalu memukulnya. “Heeeeeeey bajingan tua, kau apakan ibuku? jika terjadi sesuatu dengan ibuku, kau tak akan pernah ku ampuni sampai kau mati”. Karena amarahnya yang  tak bisa ia kendalikan, pukulan pertamanya ia tujukan untuk ibunya yang sedang berjuang di rumah sakit. Pukulan keduanya ia tujukan untuk ayahnya yang tidak pernah berhenti memukuli ibunya, dan pukulan ketiganya yang ia tujukan untuk luka dan penderitaan yang ayahnya berikan kepada ibu dan dirinya. Tak henti ia memukuli ayahnya hingga tak sadarkan diri, ia menetesakan air mata sambil terus membogem ayahnya. Ia menghentikan pukulannya lalu bangkit dan berniat meninggalkan ayahnya, tapi ia masih punya hati nurani, dia berbalik dan membawa ayahnya ke rumah sakit saat di rummah sakit dia sendiri yang menangani ayahnya. ia menempatkan kedua orang tuanya dalam satu ruangan, dia menghampiri ibunya dan menggenggam erat tangan ibunya dengan tangannya yang di penuhi darah bekas pukulannya kepada ayahnya tadi. Akbar melepaskan genggamannya secara perlahan dan keluar. Ia berjalan menuju ke atap, saat tiba di atas, disana ternyata sudah ada Bella duduk sendiri, tapi Akbar tak menyadari kehadirannya. Akbar duduk bersandar di dinding merenungkan nasibnya dan meredahkan amarahnya.
Saat bermaksud kembali kebawah, Bella melihat Akbar yang duduk sendiri, ia langsung menghampirinya dan mengejek Akbar.  “Hey orang labil, orang nyebelin, orang yang tak tahu arah hidupnya kemana! Ngapain disitu?”. Niatnya menghibur, tapi tak di hiraukan sama sekali, ia mencoba sekali lagi, sehingga Akbar yang lagi tidak mood berdebat dengannya terpaksa menjawabnya. “Aduh Bel, aku lagi males, udah pergi sana aku lagi pengen sendiri. Ngapain buang-buang energi berdebat dengan nenek sihir seperti kamu”. Sudah di katain nenek sihir, tapi ia masih kekeh disana mengganggunya. “Eits, kalau agi marah ataupun  sedih, tidak baik kalau sendiri. Entar kalau terjadi sesuatu sama kamu tidak ada lagi yang membuat aku marah dan kesal dong”.  Tak mau mendengar lebih banyak lagi celoteh Bella yang membuatnya jadi geregetan. Sebelumnya ia merasa marah kepada dirinya sendiri, tapi berubah karena celoteh Bella. “Huh. Eh, nenek sihir. Capek tau denger ceramahmu itu. Daripada mendengarmu ceramah terus lebih baik aku perg saja. Bleeeeeee...”. Ia memegang kedua pipi Bella lalu menariknya dan menjulurkan lidahnya tepat di depan mata Bella. Bella teriak kesakitan. “Aduh sakit, aduh sakit. Aaaawwwwww, lepas gak? Awas yah kamu!!!”. Bella hendak balas dendam, namun sebelum ia melakuannya, Akbar sudah kabur tertawa puas. Saat berlari Akbar tabrakan dengan Alex “PLAK” mereka kesakitan dan malah bertengkar seperti anak kecil “Aduh, siapa sih jalan kok tidak hati-hati?”. Gerutuh Akbar sebelum melihat siapa yang ia tabrak. “Hello, Akbar.  Kamu tuh yang lari kaya habis lihat hantu”. pertengkaran mereka berlangsung tanpa henti, seperti anak kecil yang memperebutkan satu mainan. Bella datang dari arah Akbar lari tadi, ngos-ngosan mengejar Akbar, ia melihat mereka bertengkar di tengah banyaknya orang ang berlalu lalang, ia langsung melerainya “STOOOOOOOOOP”. Teriakannya seketika membuat keduanya berhenti bertengkar dan menatap Bella heran. Alex tak hentinya menatap Bella dan mengeluarkan rayuan mautnya. “Hmm, berasal dari mana wangi ini? Wow ternyata asalnya dari BIDADARI yang berdiri tepat di hadapanku!”.  Secara spontan Akbar menarik dan menutup mulut Alex lalu menyeretnya pergi menjauh dari Bella. Alex yang di bekap mulutnya berusaha berbicara namun yang dikatakannya tak jelas. “Dia siapa? Cantik juga”. Akbar terus saja membekap mulutnya. Bella hanya melongo mendengar kata-kata si PLAY BOY CAP GAYUNG satu itu.
Hari telah pagi, ibu Akbar telah sadar, namun ayahnya belum sadarkan diri. “Nak, ibu mau pulang saja, bosan disini terus”. Ibunya meminta untuk pulang segera karena ia tak mau meninggalkan tokonya terlalu lama, jika di tinggal lama tak akan ada yang beli lagi makanan dari tokonya itu, ibunya akan makan apa nantinya jika seperti ini terus, apalagi ayahnya Akbar tak bisa di andalkan untuk mencari nafkah, dia hanya bisa judi dan minum-minum saja dan akbar juga masih magang, belum jadi dokter sepenuhya.
Akbar tak mengizinkan ibunya untuk pulang karena melihat kondisinya yang masih lemah. “Ibu, ibu tuh belum di bolehkan pulang. Ibu harus banyak-banyak istirahat”. Akbar berusaha membujuk ibunya. “apa ibu khawatir dengan biaya tagihan rumah sakit? Jangan di pikirkan bu, ibu tenang aja, Akbar yang akan urus semuanya”. Ibunya belum juga mengerti, ia tetap kekeh ingin pulang. “tapi nak, kamu akan bayar dengan apa? Biayanya tidak kecil nak?”. Mereka larut dalam perdebatan yang tak ada hentinya, sehingga tak menyadari Bella dari tadi berdiri disana mendengarkan perdebatannya, mereka baru menyadari kehadiran Bella saat Bella hendak memeriksa kondisi ibunya. “hmm, permisi sebentar, saya mau cek kondisi ibu dulu yah?”. Bella pura-pura tak mendengar percakapan Akbar dengan ibunya. Tanpa berkata apa-apa, Bella pergi untuk keperluan lain, tak di sadari oleh Bella, Akbar datang menepuk pundak Bella. “Hey, nenek sihir. Mau kemana?”. Sapaannya membuat Bella kaget. “eh copot copot. Aduh Akbar, kamu suka sekali yah bikin orang kaget. Kalau aku jantugan hayo gimana ???”. Tak bicara banyak lagi, dia hanya menebar senyumnya kepada Akbar lalu pergi. Akbar masih  berusaha mengikutinya, tapi Alex tiba-tiba datang menahannya. “hey bocah tengil, mau kemana sih? Ganggu wanita terus yah kamu? Kenapa tidak ajak ajak sih. Hahahahahahahahahahaaha. Lebih baik kamu ikut aku aja cari wanita yang lebih sexy”.  Akbar memasang wajah tengilnya lagi, ia BT karena di ganggu Alex. “adduh, Lex. Knapa datang di waktu yang tak tepat sih? Ah kacau kan semuanya. hmm,  males ah, aku lagi pengen sendiri dulu. Udah kamu pergi aja sana. Bye”. Akbar pergi meninggalkan Alex sendiri, ia jalan tanpa tujuan, ia membuka jas dokternya dan menenteng jasnya itu, ia melempar jasnya ke lantai lalu duduk di tangga sambil memijat kedua alisnya. Alex datang dan mengambil jasnya yang tergeletak di lantai lalu ikut duduk di sampingnya, ia basa basi bertanya. “hey, bocah tengil. Ngapain disitu? Lagi pikirin cewek yah? Hahaha”. Akbar hanya diam mendengarkan Alex bicara kepadanya, tapi Alex tetap berusaha mencari tau apa yang menyebabkan temannya membisu begitu. “hey, ada apa sih, kok diam aja?ada masaah apa?”. Akbar berusaha menyembunyikan masalahnya dari Alex. “aku tidak apa-apa. Cuman kurag tidur aja semalaman jagain ibu”. Alex tetap kekeh, Alex bukanlah orang bodoh yang bisa ia bodohi. “hey, kita berteman sudah berapa lama sih, sudah jangan bohong lagi. Kalau ada masalah jangan di pendam sendiri”. Akbar masih saja berpikir. “kamu pasti punya masalah dengan biaya ruamah sakit ibu dan ayahmu kan?”. Akbar tak tau mau jawab apa lagi karena Alex sudah menebaknya sendiri. “kalau tentang itu, aku pasti bisa bantu, hhmm kalau bantuanku tidak kamu terima, aku tida mau bicara lagi sama kamu. Begini saja, anggap saja ini uang pinjaman nanti baru kamu ganti saat kamu sudah jadi dokter yang sesungguhnya di rumah sakit ini. Gimana kamu setuju?”. Akbar mencoba pikir-pikir ide dari Alex, ia setuju dengan  solusi dari Alex. Akbar berdiri lalu menarik tangan Alex tanpa Alex sangka-sangka. “mau kemana kita?”. Ia bertanya bingung. Akbar tetap menarik tangan Alex sambil berlari menuju ke tempat resepsionis. Ia meminta tagihan pembayaran rumah sakit orang tuanya ke petugas. Petugas itu mencari data pasien atas nama ibu Monalisa dan bapak Baskoro. “maaf, tagihannya telah lunas di bayar oleh ibu Isabella”. Di pikirannnya terbesit nama Isabella yang ia kenal. “namanya sangat familiar”. Akbar berlari meninggalkan Alex di tempat resepsionis. Ia mencari Bella di setiap sudut rumah sakit, namun tak ia temukan. “hish, mana sih nih orang???”. Ia mengomel sambil berlari. Ia berhenti sejenak untuk berpikir Bella ada di mana, ia berlari lagi saat ia telah mengetahui Bella berada di atap. Ia berlari menuju ke atap dan menemukan Bella. “huh, itu dia si nenek sihir ternyata benar disini”. Ia nyeloteh dalam keadaan ngos-ngosan karena dari tadi berlari. Ia menghampiri Bella lalu menariknya dari belakang. “eh, Bel, kenapa kamu bayar tagihan rumah sakit orang tua aku? Memangnya kamu siapa sok baik? Aku masih bisa bayar tagihannya kok, aku tak perlu belas kasihan dari siapa pun, termasuk dari kamu. Aku masih bisa bayar dengan kerja kerasku sendiri”. Bella tertunduk mendengar kata-kata Akbar lalu menjawabnya dengan wajah yang hampir menangis. “Bar, aku hanya ingin membantu kamu dan meringankan beban keluargamu. Maaf kalau cara aku salah”. Ia lari pergi sambil meneteskan air matanya tanpa berpikir apa-apa, sehingga saat melewati anak tangga ia jatuh terpeleset di tengah banyaknya orang yang berlalu lalang, Bella tak memperdulikan orang-orang yang menatapnya, ia tetap duduk menangis.. Alex melihatnya dari jauh, saat ia mau membantunya berdiri, Akbar datang dari arah Bella tadi berlari, Alex jadi mengurungkan niat untuk kesana, ia hanya menghela napas melihat mereka. Akbar mengambil sapu tangan di kantongnya lalu jongkok dan menyodorkan sapu tangan itu tepat di depan wajah Bella. “maaf soal yang tadi, aku tidak bermaksud melukai hatimu, cara kamu sebenarnya tidak salah, aku yang salah. Aku hanya merasa malu dan tidak enak kepada kamu”. Bella tidak langsung menerima sapu tangan itu, dia hanya mendongak menatap dan mendengarkan kata-kata Akbar, terpaksa Akbar yang menghapus air mata Bella menggunakan sapu tangannya. Ia berusaha berdiri dan mengambil sapu tangan yang di pegang Akbar tepat di wajahnya. “tidak apa-apa, tidak usah minta maaf. Akku pantas menerima kemarahanmu itu, kamu tidak perlu minta maaf aku yang harusnya minta maaf telah lancang membayarkan tagihan rumah sakit orang tua mu”. Akbar  berusaha menenangkan Bella. “sudah jangan nangis lalgi, malu tau diliatin orang-orang yang lewat, entar di sangkanya aku apa-apain kamu lagi. Kan bisa berabeh nantinya”.  Mendengar kata-kata Akbar, Bella mulai senyum lagi. “hmm, Bel. Soal uang itu nanti aku ganti ketika aku sudah jadi dokter yang sesungguhnya”. Lanjut Akbar. Bella akhirnya sudah berhenti menangis, mereka jalan bersama dan melupakan hal yang baru saja mereka alami, mereka mengobrol sembari jalan bersama menuju ruangan pasien yang memerlukan pertolongan sambil sesekali saling mengejek satu sama lain, mereka tertawa seperti tak ada beban.
Semenjak kejadian tagihan rumah sakit, mereka mulai bersahabat, tapi masih seperti TOM and JERRY, perdebatan di antara keduanya mewarnai hari-hari mereka, sifat pecicilan Akbar pun sudah biasa bagi Bella.
Persahabata n mereka berjalan dengan baik, sampai pada suatau hari mereka janjian untuk makan siang di luar rumah sakit, mereka sudah mengatur waktu untuk bertemu (14.15 Sabtu, 23 Juli 2016). Bella tiba terlebih dahulu di restaurant tempat mereka janjian, ia menunggu selama 30 menit, tapi Akbar tak kunjung datang. “mana sih nihh orang, dia lama sekali” dalam hatinya mengomel BT kelamaan nunggu.    Bella tetap menunggunya walaupun dia sudah BT menunggu. Di tempat lain Akbar terjebak macetnya jalan yang membuatnya telat datang ke tempat mereka janjian, dia meraba-raba kantongnya mencari ponselnya, ia ingin mengabari Bella. “Kring... kring...kring...” ponsel Bella berdering, ia mengambil ponselnya dan nama yang terterah adalah PLAY BOY CAP KAPAK. “ halo, Akbar kamu ada dimana sih? Kok lama sekali tidak sampai sampai? Aku udah nunggu sejam tau”. Ia khawatir jika terjadi sesuatu dengan Akbar di jalan. Sepertinya firasat Bella memang akan terjadi, di belakang mobil Akbar ada truck yang melaju kencang tiba-tiba bannya pecah dan terbalik lalu terseret menyapu hampir semua transfortasi yang ada di depannya, “Bel, sebaiknya kamu pulang aja, sepertinya aku bakalan lama nyampenya karena macetnya panjang banget. Kita ber....”. belum selesai di jawab, ponsel Akbar terjatuh dan Bella hanya mendengar suara teriakan Akbar lalu suaranya menghilang. “halo, halo, Bar. Apa yang terjadi?”. Tanpa beripikir panjang, Bella langsug mematikan ponselnya lalu pergi meninggalkan restaurant, karena terlalu panik mendengar suara teriakan Akbar sampai-sampai membuatnya gemetar dan menjatuhkan kunci moilnya saat hendak membuka mobil.

***












Seminggu berlalu, sejak kejadian itu Bella menjadi gadis pendiam dan selalu murung. Teman-temannya di rumah sakit tak bisa berbuat apa-apa untuk Bella, hanya Alex saja yang selalu datang menghiburnya tapi hasilnya selallu nihil, saat dia di rumah biasanya ia selalu ramah kepada mba-mbanya dan selalu menemui adiknya sebelum ia ke kamar jika adiknya ada di rumah, tapi sekarnag hanya dia anggap angin lalu saja orang-orang di sekitarya, kadang adiknya yang datang ke kamarnya membawakan makanan, tapi makanannya hanya di lihat saja, kadang ia makan jika adiknya memaksanya dan menyuapinya, itu pun hanya sesendok, selebihnya ia akan mengurung dirinya di kamar dan sembunyi di balik selimutnya sambil menangis, jika sudah seperti itu adiknya keluar meninggalkan dirinya, adiknya hanya bisa mengawasinya dari luar, karena adiknya khawatir dia akan melakukan hal yang aneh-aneh di luar nalarnya. ”Tok... tok... tok”. Jika pintunya di ketuk ia hanya membukanya dan kembali ke kasurnya duduk seperti orang bodoh. Adiknya masuk membawakannya makanan lagi. “kak, kakak kali ini harus makan yang banyak yah? Jangan hanya sesendok, tapi nasi di piring ini harus habis, kalau kakak tidak makan sampai nasinya habis nanti aku mogok makan juga, biar aku sakit dan mati. Kalau sudah begitu kakak tidak perlu repot-repoot lagi khawatirkan aku kan???” kakaknya mulai maju ke dekat adiknya dan membuka mulutnya, Ricky senyum melihat kakaknya mendengarkannya kali ini. Meskipun Bella makan dengan meneteskan air mata, tapi adiknya tetap senang. Di rumah sakit pun dia tidak akan makan jika adiknya tidak datang membawakannya makanan, jadi apa pun yang terjadi adiknya akan mengusahakan datang ke rumah sakit, Ricky akan menyempatkan menemani kakaknya makan hingga selesai, jika tidak seperti itu Ricky akan khawatir kakaknya tidak akan makan. Suatu ketika kakaknya tidak pulang ke rumah selama lima hari, ia datang ke rumah sakit membawakan makanan dan baju ganti, saat jam makan siang Bella hanya duduk di ruangannya tak berbuat apa-apa. “tok...tok..tok.. kakak, aku sudah datang nih bawa baju ganti dan makanan buat kakak”. Kakaknya tak berkata apa-apa saat melihat Ricky. “kak, setelah makannya selesai kakak ganti baju yah, pasti blom pernah di ganti kan bajunya selama kakak tinggal di rumah sakit? Hmm, pantes ada yang kecut kecut.... hahaha”. Ricky berusaha menghibur kakaknya dan ia pun selalu sabar dengan perubahan sikap kakaknya itu. Sembari ia menyuapi kakaknya ia bercanda dengan kakakknya, tapi entah kenapa tak di sadari oleh Ricky, Bella membalas candaannya. “iya dek, kakak kan sudah gede, tenang saja habis ini kakak bakal ganti baju deh. Udah ah, sini kakak yang makan sendiri, kakak tuh masih punya tangan, tidak usah suapin kayak anak kecil gitu atau kamu mau kakak suapin?”. Saat mendengar kakaknya bercanda lagi, ia berusaha menahan tangisnya dan membuka mulutnya. “nah gitu dong dek, kau yang seharusnya kakak suap. Bukannya kamu yang suap kakak”. Ricky tak bisa menahan lebih lama lagi air matanya, seketika saja ia memeluk Bella dan menangis terseduh-seduh di dalam pelukan kakaknya. Bella hanya bisa menyabarkan adiknya dengan tangannya di punggung Ricky. “kak, aku kangen kakak yang dulu, kakakku yang dulu kemana? Begitu lama baru kembali”. Mereka melupakam makanan yang tadi mereka makan bersama. “tenang aja dek, mulai hari ini kakak tidak bakal hilang lagi, kakak bakal ada untuk kamu lagi, maafin kakak yah?”. Adiknya semakin menangis, sehingga membuat Bella tak kuat menahan air matanya melihat adiknya menangis, ia pun ikut menangis. Tapi ia tak memperlihatkan air matanya kepada adiknya, ia segera menghapus air matanya lalu menenangkan adiknya. “udah dong dek, masa anak laki nangis gini sih, malu dong sama kakaknya. Hehehe”. Tanpa Ricky sadari Alex datang mengagetkannya, tapi Bella melihatnya masuk, Ricky segera melepaskan pelukannya dari kakaknya dan menghapus air matanya. “ehem, ehem. Sorry ganggu kencannya, cie cie, mesra banget bareng adeknya, ih  bikin orang cemburu aja”. Bella dan Ricky segera duduk kembali memperbaiki duduknya di sofa. “eh, Alex. Masuk Lex”. Bella mempersilahkan Alex masuk, Alex masuk dengan senyam-senyum seperti tak tau apa yang terjadi di dalam tadi, padahal sedari tadi ia berada di depan pintu mendengarkan semua percakapan Bella dengan adiknya. Alex akhirnya bisa mengobrol dengan Bella setelah sekian lama  Bella membisu.






Ketika Bella merindukan Akbar, ia akan pergi ke jalan dimana Akbar kecelakaan. Ia akan selalu murung ketika dari sana, tapi tak akan lama ia akan kembali lagi seperti biasa walaupun tak seperti pertama kali magang. Akbar  yang kini tak kunjung ada kabarnya, ia menghilang tanpa jejak, membuat semua orang jadi bertanya-tanya kemana hilangnya jasadnya, sehingga membuat ibunya juga sering sakit-sakitan memikirkannya di tambah lagi ayahnya Akbar selalu memukulinya, karena keseringan di pukuli oleh ayah Akbar ibunya meningggal dan tubuhnya memiliki banyak memar. Saat ibu Akbar meninggal Bella, Ricky, dan Alex yang mengurus pemakamannya. Ayahnya yang tak bertanggung jawab entah kemana menghilang setelah melakukan hal yang tak terpuji kepada ibu Akbar. Namun Bella telah melaporkannya ke polisi, polisi mencari ayah Akbar kemana-mana, tapi belum juga ada perkembangan.

***












Lima tahun berlalu setelah hilangnya Akbar, Bella telah berhasil keluar dari ketepurukannya walaupun belum pulih sepenuhnya seperti semula. Bella juga sudah bukan dokter magang lagi di rumah sakit itu, ia telah menjadi dokter sesungguhnya. Ia mengisi keterpurukannya selama lima tahun bersama dengan pasien, meja operasi, dan obat-obatan. Ia jadi dokter yang sangat rajin dan selalu membuat pasiennya senang, meski ia membuat pasiennya tertawa, tapi ia tak pernah tertawa di dalam hati, hanya luarnya saja yang tertawa. Teman-temannya di rumah sakit termasuk Alex bersekongkol dengan Ricky agar Bella bisa pergi menghirup udara segar di suatu tempat yang belum pernah ia kunjungi. Karena keseringan datang ke rumah sakit Ricky jadi bersahabat dengan tim bedah kakaknya, ketika ia berkunjung ke rumah sakit dan melihat kakaknya seperti orang stres, Ricky mengusulkan ide kepada teman-teman kakaknya agar Bella di tugaskan ke suatu pedesaan yang terpencil, jauh dari rumah sakit. Teman-teman Bella setuju dan mereka menunjuk satu orang untuk menghadap ke big boss untuk membicarakan masalah itu. Big boss telah sepakat dengan ide mereka, lalu big boss menyampaikan ide itu kepada Bella, mau tidak mau Bella harus setuju. Ia di tugaskan selama sebulan lamanya, ia berangkat di antar oleh Ricky dan Alex. Ia pergi tanpa sepengetahuan Ayahnya, tapi ibu tirinya mengetahui semua apa yang ia lakukan, ia selalu di control oleh ibu tirinya tanpa sepengetahuannya.
Setelah menempu perjalanan kurang lebih 2 jam, mereka pun sampai di tempat tujuannya. Setelah parkir mobil, tak lama kemudian ada mobil lagi yang datang berwarna silver, kaca mobil pun terbuka perlahan lahan, ternyata dia adalah ibu tiri Bella bersama para bodyguardnya yang selalu mematai-matai Bella selama ini. Setiba di desa itu, mereka tak menyia nyiakan kesempatan, mereka berkeliling-keliling di tengah megahnya hamparan pemandangan yang masih asri dan asli.Kehadirannya di desa kecil itu di sambut baik oleh warga setempat. Sebagian dari warga yang menyambutnyalah yang mengantar mereka keliling kampung. Selama keliling kampung mereka bertiga selfi-selfi, mereka berpose bak model ndeengan background pemandangan yang indah. Setelah lelah berkeliling kampung, mereka bertiga istirahat sejenak sebelum Alex dan Ricky kembali ke kota lagi.
Hari pertama ia bekerja, para warga berdatangan baik itu anak-anak, pemuda/pemudi atau pun lansia, ada pula yang tak sakit, hanya datang untuk melihat dirinya dan hanay modus saja. Tapi, Bella tetap senyum melihat mereka jika sudah di panggil namanya, mereka hanya datang duduk dan menanyainya nomor HP atau merayu dirinya saja. Jika ia sudah lelah di tanyai yang macam-macam, Bella akan memanggil pasien berikutnya. Semua orang pergi ke tempat ibu dokter cantik, tapi ada salah satu pemuda yang biasa saja dengan kedatangan dokter itu. Seminggu ia bekerja di desa itu, ia tak pernah keluar jalan hanya di rumah saja, ia akan jalan jika ia memerlukan sesuatu atau membeli bahan makanan yang telah habis. Di pagi hari ia baru saja selesai mandi, ia telah kedatangan tamu. Ada pria muda dan wanita yang mendorongnya di kursi roda, meskipun ia duduk di kursi roda, tapi ia sudah  bisa jalan walau ia masih agak kaku untuk berjalan.  “Tok...tok...tok...”. Suara ketukan pintu rumah Bella. “Ibu dokter, apa ibu ada di dalam?”. Donni dan Caca langsung masuk karena tak ada orang yang keluar membuka pintu. “ibu dokter, hello. Permisi, apa ada orang?”. Mereka  teriak lagi memanggil Bella yang sedang siap-siap setelah selesai mandi. Teriakan ketiga barulah Bella mendengar dengan samar-samar suara itu. “suara itu sangat familiar! Tapi dimana aku pernah mendengar suara itu?”. Ia bertanya-tanya di dalam hatinya lalu buru-buru keluar dengan masih menggunakan handuk di kepalanya karena baru selesai keramas saat mandi. Iya, iya, masuk saja. Langkahnya langsung terhenti seketika saja saat melihat pria yang duduk di kursi roda. Ia melongo tak percaya dan menangis lalu berlari ke arah Donni. “Bar, kamu dari mana saja? Kenapa kamu ada di desa ini? kenapa kamu tidak pulang?  Semua orang mencari kamu?”. Pertanyan-pertanyaan yang di lontarkan tak ada hentinya dalam pelukan Donni. “ma... maaf  bu, ibu memangngnya kenal dengan saya?”. Dengan wajahnya yang heran, ia melepaskan pelukan Bella dari dirinya, ia menatapnya heran lalu melihat ke arah Caca yang mendorongnya dari tadi. Caca pun hanya menatap aneh kepada Bella, lalu ia mencairkan suasana yang sangat kacau itu. “maaf, bu. Kedatangan saya dan Donni kemari untuk check kondisi kesehatan Donni”. Mendengar nama yang di sebut Caca, Bella mendongak dan langsung berdiri menatap Donni dengan mata nanar. Ia kecewa bahwa yang ada di hadapannya sekarang ternyata bukanlah Akbar yang ia rindukan selama ini, ternyata dia hanyalah orang lain yang wajahnya mirip dengan Akbar. Bella bergegas ke meja tempatnya kerja dan mempersilahkan Donni untuk duduk, sesekali ia menatap Donni tak percaya. Saat Bella memeriksa Donni, ia terkejut melihat bekas luka bakar yang terdapat pada perut dan lengan Donni. “maaf, luka ini bekas luka apa, yah?”. Bella bertanya karena penasaran dengan bekas luka sebesar itu. “ini luka bakar yang saya dapa lima tahun lalu, saya mengalami kecelakaan, karena kecelakaan itu juga sayavmengalami kelumpuhan”. Mereka mengobrol banyak tanpa henti di atas ranjang tempat Donni di periksa bagaikan orang sudah kenal lama. Donni mengajak Caca pulang setelah menyelesaikan pengobatannya dengan Bella. “terima kasih bu. Kalau begitu, saya dan Caca pamit pulang dulu, dok”. Sebelum mereka melangkah meninggalkan rumah Bella, Bella tia-tiba menahan mereka. “tunggu”. Mereka langsung berbalik saat Bella menahan mereka. “ada apa, bu?”. Bella langsung ke inti pembicaraan. “saya hanya mau minta maaf atas kejadian yang tadi, saya mengira anda adalah teman saya yang hilang. Sekali lagi saya minta maaf”. Donni mendengarkan dengan baik permintaan maaf dari Bella, ia hanya mengangguk mengerti lalu mengajak Caca pulang. “iya, tidak apa-apa bu. Ca, yuk pulang”.  Saat Caca dan Donni pergi,Bella hanya bisa memandangi Donni dari belakang tak percaya bahwa dia bukan Akbar. Tak lama Caca dan Donni pergi, tiba-tiba di depan rumah ada suara mobil yang singgah, Bella yang tadi mau menutup pintu membuka kembali pintunya dan ia melihat seorang wanita turun dari mobil tersebut, ternyata wanita itu adalah ibu tirinya datang berkunjung. Sekejap saja ekspresinya berubah jadi BT melihat wanita itu datang ke tempatnya. “hish, dasar wanita penjilat. Dia mau ngapain datang kemari?”. Bella ngomel tak suka dalam hatinya. “eh, putri kesayangannya ibu yang baik hati memberikan sambutan hangat di depan pintu begini, baiknya. Kangen banget yah dengan ibu?”. Mak lampir itu menyindir Bella secara halus. “ngapain repot-repot datang kesini? Di tempat kumuh seperti ini, memangnya di kota sudah bosan yah?”. Mereka mengobrol sambil jalan masuk rumah, sembari saling menyindir satu sama lain. Ibu tirinya itu hanya sebentar saja berkunjung di tempat Bella di tugaskan, ia hanya ingin mngetahui apa saja yang di lakukan oleh anak tirinya.
Minggu ke_2 bekerja, Bella sudah mulai bersahabat dengan Donni,  Donni pun selalu datang ke tempat Bella tiap Bella praktek, ia datang dengan jalan kaki untuk membiasakan kakinya agar tak kaku lagi, dan karena jarak tempat tinggalnya dari tempat Bella hanya berjarak beberapa meter saja. Jika Donni datang ke tempat praktek Bella, ia akan duduk di kursi tunggu sembari memandangi Bella yang sedang sibuk dengan pasiennya, berkat selalu jalan ke tempat Bella, kaki Donni pun sudah bisa normal kembali dan tak di antar lagi oleh Caca. Jika Bella punya waktu senggang mereka akan mengobrol tentang banyak hal. Saat Bella sedang menangani banyak pasien anak-anak ang kena penyakit menular, Donni datang ingin mengobrol tentang teman Bella, Akbar. “dok, saya mau bicara tentang sesuatu hal yang membuat saya penasaran sejak awal kita bertemu”. Donni bicara di saat Bella tengah sibuk menangani pasien. “tapi saya sedang sibuk sekarang, kalau memang penting sekali, kamu bisa tunggu di dalam”. Donni segera masuk ke dalam untuk menunggu Bella. Setelah Donni masuk Bella kembali fokus kepada pasiennya. Donni menunggu Bella sambil melihat-lihat sekelilingnya dan matanya tertuju pada foto yang terpajang di atas meja, ia berjalan ke arah foto itu dan melihat foto itu. “hmm, wajah di foto ini mrip banget dengan wajahku, pantes saja dokter itu sangat kaget melihatku”. Ia bicara sendiri sembari menaruh foto itu kembali ke tempatnya. Sejam menunggu, Bella tak kunjung datang menemui Donni sehingga membuat Donni merasa lelah dan tertidur di sofa. Ia tertidur hingga tak sadar sudah sore, Bella pun masuk dan mendapati Donni yang tertidur di sofa, ia menghampiri Donni dan berdiri tepat di depan kepala dan membungkuk memandangi wajah Donni. “hmm, orang ini kok malah tidur sih, kasihan banget. Pasti capek nunggu aku lama banget baru selesai kerja”.  Bella memandangi wajah Donni dan ia mengambil foto Akbar di meja tadi dan menyamakan wajahnya dengan Donni. “mereka benar-benar mirip, jika orang mirip, pasti ada sesuatunya yang berbeda dari segi wajah atau kepribadian mereka. Yang membedakan wajahnya hanya luka di alisnya saja dan dia sedikit lebih sopan dan tak banyak tingkah, tapi cara bicaranya mirip banget.Ataukah Donni adalah Akbar? Jika dia memang benar Akbar, berarti saat ini dia sedang amnesia”. Bella sedang mengira-ngira dalam hatinya sehingga secara reflek tangan Bella memgang wajah Donni, dan membuat Donni terbangun, mata mereka tak sengaja saling menatap selama beberapa detik, hingga akhirnya mereka seperti orang yang ketahuan nyontek saat ujian, Donni langsung bangun tergesa-gesa dan memperbaiki duduknya, begitu pun sebaliknya Bella juga langsung duduk di samping Donni. “ma... maaf dok, saya ketiduran”.  Mereka tiba-tiba jadi canggung satu sama lain. Kecanggungan mereka di cairkan oleh Bella. “hmm, btw tadi kamu mau bicara soal apa dengan saya? Tapi sebelum cerita saya mau ganti pakaian dulu soalnya gerah seharian di depan sana”. Bella langsung ngacir pergi. “tapi dok, kalau dokter capek sebaiknya saya pergi saja. Saya akan datang besok lagi”. Donni meneriaki Bella yang sudah pergi meninggalkan dia. “tidak apa-apa, kamu disitu saja, lagi pula saya juga sendirian tidak ngapa-ngapain kalau habis kerja seperti tadi”. Bella berhenti sejenak menjawab Donni dan melanjutkan kembali langkahnya.
Bella telah selesai ganti pakain, ia keluar dengan membawa kopi dan cemilan. “uh segerrrrrr banget habis mandi, btw sorry. lama yah nunggunya? Hmm nih kopi buat kamu”. Bella duduk di samping Donni dan menyodorkan kopi untuk Donni. “tidak apa-apa kok dok, tapi thanks kopinya”. Mereka tak canggung lagi dan mengobrol seperti biasa kembali. “hmm, btw tadi siang kamu mau membicarakan apa dengan saya? Sepertinya sangat penting. Nah sekarang silahkan kamu bercerita puas, saya akan jadi pendengar yang baik”. Bella memotong pembicaraan Donni. “Dpk, sebenarnya saya ingin bertanya sesuatu yang pribadi kepada dokter. Apa boleh?”. Dengan canggung Donni bertanya. “yah, silahkan selama pertanyaan itu masih masuk akal bagi saya, saya akan menjawabnya”. Bella meng-iyakan. Donni berdiri lalu berjalan menuju meja yang ada foto Akbar, Bella hanya duduk dan melihat ke arah Donni berjalan. “dok, foto ini foto siapa? Mirip sekali dengan wajah aku. Apakah orang ini yang membuat anda memeluk saya saat pertama kali kita bertemu?”. Donni penasaran. Donni kembali ke kursi dengan membawa foto tersebut. “oh, pria itu namanya Akbar, dialah yang membuat saya bingung sampai sekarang, dan saat melihat kamu aku sangat kaget dan perasaanku campur aduk tak bisa di ungkapkan, dia sangat mirip dengan kamu, tapi aku tidak tahu keberadaan dia sekarang ada dimana, apakah dia masih hidup atau sudah meninggal?”. Bella mulai bercerita kepada Donni. “sabar yah dok? Tapi dok sebenarnya bukan itu pertanyaan saya yang sebenarnya”. Donni segera mengalihkan topik pembicaraan. “hmm... sebenarnya apa yang terjadi dengan pacar dokter itu? Kenapa dia bisa hillang begitu?”. Donni sangat penasaran dengan Akbar. “maaf, apa tidak aneh bertanya seperti itu? Itu sangat privasi, dan dia bukanlah pacar saya melainkan hanya sebatas teman tak lebih”. Pertanyaan Donni membuat Bella jadi bad mood. “tapi dok, menurut saya pertanyaan itu kan tidak melukai harga diri kamu. Kalau begitu saya minta maaf jika saya telah lancang. Saya hanya ingin memastikan sesuatu yang sudah lama mengganjal dan membuatku bertanya-tanya selama ini”. Donni kekeh, karena merasa pertanyaannya masih sah-sah saja tidak melewati batas. “yah ampun, sorry Don saya jadi sensi, sorry banget. Hmm... dia kecelakaan kira kira 5-6 tahun lalu, sejak kecelakaan itu dia tak ada kabar sampai hari ini. Kami memiliki kenangan yang bsangat banyak, walaupun kenangan itu tak ada yang indah sama sekali, tiap kali ketemu kami hanya akan berdebat dan beradu mulut”. Setelah menceritakan semuanya kepada Donni, Bella kini bengong dan diam. “dok, dok, dokter... ada apa? Apa ada yang salah?”. Donni menyadarkan Bella dari lamunannya. “ah, ada apa? Kenapa?”. Bella bingung sendiri dengan kelakuannya itu. “dokter kenapa sih? Melamun sampai segitunya”. Donni tersenyum melihat tingkah Bella. “ah, maaf. Sampai mana tadi?”. Bella memasang wajah yang sangat malu sambil bertanya dengan nada pelan. “udah sampai di grogol mba. Hahahahaha”. Keduanya tertawa bersama. “tapi dok,  dokter tidak apa-apa kan? Dok, sebenarnya dulu Caca pernah cerita kalau saya ini bukan saudaranya, melainkan orang asing di tengah-tengah keluarganya. Saya orang yang mereka temukan tergeletak tak berdaya di pinggir jalan dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Luka yang pernah ibu lihat itu adalah bekas dari luka kecelakaan mobil. Itulah yang ingin saya katakan kepada ibu dokter dari tadi, kalau begitu saya permisi pulang dulu. Selamat malam”. Bella mempersilahkan Donni pulang, tapi ia masih dalam keadaan berpikir dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh Donni. “oh iya, kamu 2 hari lagi datang kesini yah, soalnya dalam 2 hari ini saya ada pertemuan dengan rekan kerja. Aku undang kamu untuk makan malam disini. OKY!?”.
Setelah Donni pergi, Bella menutup pintu, lalu ia masuk ke kamar merenungkan perkataan Donni. Bella benar-benar senang jika Donni memang benar adalah Akbar, tapi masalahnya jika Akbar nanti kembali lagi dan mengetahui bahwa ibunya yang ia sangat sayang dan ia sangat hargai itu telah meninggalkan dirinya untuk selamanya. Pasti Akbar akan merasa sangat terpukul dan akan menyalahkan dirinya terus menerus. Bahkan dia akan mencari ayahnya kemana saja.
***
hahahahhaahaha, kakak bisa aja sih. Kakak ku itu orangnya bisa langsung dekat kok sama orang yang ia baru kenal, jadi pasti dia akan dapat teman dengan cepat” Di rumah sakit ada Alex dan Ricky yang sedang duduk-duduk di kantin sambil minum kopi dan bercerita. Mereka berdua menghawatirkan Bella apakah ia bisa beradaptasi dengan lingkungan disana. Tidak lama kemudian ponsel Ricky berdering, ia mengambil ponselnya yang ia letakkan di meja. “nah, panjang umur juga nih orang yang kita cerita barusan. Hahahaha”. Sebelum ia angkat ia nyeloteh terlebih dahulu. “halo, kak. Ada apa? Kangen yah sama aku? Hmmm, kak. Gimana disana. Menyenangkan kan? Kabar kakak baik kan?”.  Ia menggombal kakaknya. “ah, kamu tuh dek becanda melulu. Hmm kabar kakak baik. Kamu sehat kan? Sekolahnya tidak berantakan kan? Trus yang urus keperluanmu tiap hari siapa?”. Bella mengkhawatirkan adiknya itu. “iyya kak, aku sehat kok. Nih lagi bareng kak Alex di RS. Beres dong kak sekolahnya. Hmmm yang urus keperluanku kadang mama atau mba di rumah. Tapi mereka tidak cekatan kaya kakak. Aku tidak puas dengan pelayanannya. Hahahha. Oh yah kak, transfer uang dong kak, uangku sudah tipis”.  Ricky terus saja menggombal kakaknya itu. “wah ternyata ada maunya yah, makanya gombalin kakaknya dari tadi. Iya iya nanti kakak transfer, 1000 tapi. Hahahaha. Alex mana dek?”. Bella balik membalas candaan adiknya. “nih kak, dari tadi tuh aku speaker. Kak Alex dari tadi ketawa tuh dengar kakak ngomongnyya tak ada remnya”. Ricky memberikan ponselnya kepada Alex. “ada apa Bel?” Alex langsung to the point. “awas kalau kamu ajarin adekku hal yang tidak benar, seperti yang kamu lakukan tiap harinya. Dek, dengar yah jangan pernah tiru kelakuan PLAY BOY yang ada di depanmu itu yah? Udah bye. Hahahaha”. Ia mengomel kepada Alex dan menyuruh adeknya berhati-hati dengan Alex, walaupun terdengar serius, tapi itulah cara mereka bercanda satu sama lain. Bella tertawa puas sambil menutup teleponnya.
Bella pergi ke supermarket belanja keperluan dapur, karena ia seharian tidak ngapa-ngapain. Ia Cuma di kamar seharian, ia memutuskan untuk belanja. Ia tiba di supermarket dan mulai memilih bahan makanan yang iya perlukan. Ia selesai memilih, ia pun menuju ke kasir untuk membayar belanjanya.
Ia tiba di rumah, ia mengeluarkan belanjaannya dari kantong kresek, dan memasukkannya sebagian ke dalam lemari es, sebaginnya lagi ia taruh untuk ia buat ia masak untuk dinnernya bareng Donni. Ia mulai mebuat masakannya dan di pandu oleh mbah google.  Ia sesekali melihat ke arah arlojinya, jam menunjukkan pukul 17.45, tapi ia belum juga menyelesaikan masakannya, karena ia jarang melakukan hal semacam ini sendiri, biasanya ia di bantu oleh mba di rumahnya. “uuuuuuuuuuh, ribet banget sih, kalau bukan karena janji, aku tidak bakal mau menyelesaikan hal semacam ini keburu tidak yah nih masakanku?”. Ia nyeloteh sambil meramuh masakannya yang sudah tidak karuan itu. Setelah sekian lama memasak di sertai dengan omelan yang begitu merdu, akhirnya masakannya pun selesai di buat, sisa penyajian yang belum selesai. Ia sibuk kembali dengan penyajiannya. Ia menyusun piring dan masakannya di atas meja makan, hanya mengatur piring di meja ia kembali kesusahan karena bolak balik dari dapur menuju ke meja makan lalu kembali lagi dapur. Semuanya telah selesai, kali ini ia tidak mengomel lagi, melainkan senyam senyum lalu masuk kamar ganti pakaiannya, ia kembali ke meja makan untuk menunggu Donni.
30 menit berlalu, wajahnya yang tadi semringah, kembali di tekuk, karena  kelamaan menunggu Donni, ia kembali mengingat kejadian dimana ia menunggu Akbar yang tak kunjung datang,  ia lalu bangkit dari kursinya dan berlari keluar karena khawatir akan sesuatu yang mungkin terjadi kepada Donni. “duh, mana sih nih orang? Dia pasti masih di rumahnya, atau kalau tidak mungkin dia singgah di suatu tempat dulu, karena cuacanya sangat tidak mendukung”. Bella berusaha berpikir positif, di samping itu, hujannya semakin lebat di sertai petir. “apa aku pergi mencarinya saja? Hmmm ok-lah aku akan pergi mencarinya, aku ambil payung dulu”. Ia tak henti-hentinya mondar mandir di depan pintu, perasaannya sangat berlawanan keras denga hatinya, pikirannya berusaha berkata yang positif, tapi hatinya mengatakan tidak. Ia mencoba menelpon Caca, di tangannya telah sedia payung, ia membuka payungnya dan keluar rumah sambil menelpon Caca. Belum sempat ia menaruh ponselnya di telinga, ada seseorang berjalan menuju dirinya, ternyata dia adalah Donni. “yah ampun, Donni, kamu kenapa basah-basahan kemari, bajunya sangat kotor begini, tangannya berdarah juga, kamu juga pujat. Kan bisa pakai payung atau tidak usah datang sekalian, kan bisa nelpon. Ia nyeloteh trus sambil membopong Donni masuk. Ia mengantarkan Donni duduk, setelah itu ia ambil handuk untuk mengeringkan badan Donni. Donni yang masih menggigil hanya pasrah di hujani pertanyaan dari Bella, sehingga tak memberikan peluang untuk Donni menjawabnya dan di obati lukanya oleh Bella. Karena bosan mendengar pertanyaan Bella, Donni membungkam bibir Bella dengan jari telunjuknya. “sudah puas ngomelnya?”. Donni hanya mengeluarka 3 kata saja, lalu memandang wajah Bella sangat dalam. Bella terdiam dan melanjutkan pengobatannya. Mereka membisu sambil saling tatap. Beberapa menit kemudian, Bella tersadar dan bangkit menuju kamarnya mengambil pakaian untuk Donni, beberapa pakaian Bella ada yang kaos oblong bisa di pakai pria juga. Ia keluar memberikan pakaian tersebut kepada Donni. “ini, Don. Baju ini bisa di pakai pria juga kok. Hmmm kamu ganti pakaianmu di kamarku yah? Kalau sudah selesai kita makan bareng, karena makanannya mungkin sudah dingin, aku mau panaskan dulu. Oky?”.
Mereka makan seperti sedang ada di tengah kuburan tengah malam, tak ada suara sama sekali, Donni sibuk dengan makanannya sambil berkata dalam hati. “apa aku ceritakan saja kepada Bella yah apa yang sebenarnya terjadi tadi? (Donni berpikir kalau ia memang adalah Akbar, tapi tadi saat hujan ada potongan ingatan yang datang, dan membuat kepalanya sakit lalu pingsan). Tapi kalau aku bilang, takutnya dia sedih. Aku juga belum yakin, sebaiknya aku menghindar dari dia saja untuk beberapa waktu ini”. Bella menatap Donni dengan wajah bingung. “sebenarnya apa yang ia pikirkan dari tadi? Jangan-jangan dia memiliki niat yang lain atau dia menginginkan aku? Oh no. Kalau dia berbuat macam-macam, aku tinggal mengeluarkan jurus taekwondo ku saja. Dia pikir aku ini wanita gampangan. Oh tidak man. Aku ini wanita yang kuat. Hahahaha”. Bella nyeloteh dalam hati dan mulai berpikir yang tidak-tidak terhadap pria di depannya itu. “hmmm, Bel. Anu...”. Donni belum menyelesaikan perkataannya, Bella sudah mulai parno sendiri, ia berusaha menghindari tatapan dan sengaja menjauh dari Donni dengan alasan mau ambil air minum, padahal ada air minum di depannya. Donni heran melihat tingkah wanita itu. Donni yang tadi ingin memberi tahu sesuatu kepada Bella berubah sekejap saja, ia mengurungkan niatnya untuk memberi tahu kecurigaannya itu kepada Bella. Ia pun melanjutkan makan sambil menunggu Bella kembali ambil air minum. Bella yang berjalan menjauh dari Donni merasa dirinya terlalu berlebihan . “what? Kok aku jadi begini, pikiranku jadi kemana-mana. OMG aku membuat diriku seperti wanita bodoh, padahal tadi aku taruh air di meja”. Bella meneruskan langkahnya menuju lemari es untuk ambil air minum. Sambil sesekali memukul kepalanya dan mengatakan “bodoh, bodoh, kamu memang bodoh Bella. Dari mana datangnya pikiran itu, Bellaaa. hufth?”. Bella kembali ke meja makan, ia kaget karena kursi yang di duduki Donni tadi sudah kosong. Bella meletakkan botol yang dipegangnya di meja, lalu bergegas pergi mencari Donni. Ia teriak memanggil manggil nama Donni, ternyata orang yang di cari dari tadi melihat aksi bodohnya itu dari jauh, Donni tertawa melihat kelakuan dari dokter yang setiap hari berhadapan dengan pasien, ia terlihat seperti wanita yang sempurnah, tapi sekarang Donni melihat kelakuan kekanak kanakan dari Dokter itu. Karena lelah mendengar teriakan Bella, Donni datang dari belakang Bella dan memeluknya. Pikiran Bella semakin aneh saja. Ia berusaha melepas pelukannya, tapi Donni memeluknya sangat erat hingga Bella susah bergerak. “Donni lepas, kalau tidak akan aku beri pelajaran”. Donni tak menghiraukan celoteh Bella, ia tetap memeluk Bella dengan erat dari belakang. Setelah beberapa menit, Donni masih memeluk Bella, dan Bella pun tak marah-marah lagi, Donni tak bergerak sama sekali di belakang Bella. Tak lama kemudian suara tangis Donni terdengar oleh Bella, Bella melepas pelukannya dan menghadap ke Donni. “hey, kamu kenapa. Apa yang salah?”. Donni tertunduk, tak ingin jika Bella melihat wajahnya saat menangis. Bella berusaha membuat Donni menatapnya, tapi Donni malah lari ke kamar mandi. “yah, ampuuuuun. Tuhaaaan, aku sebenarnya siapa?”. Donni mencuci wajahnya sambil bicara kepada cermin.
Bella berada di kamarnya mondar mandir lagi. “apa sebenarnya yang terjadi kepada Donni?”. Tak lama kemudian, Donni muncul di depan kamar Bella. “Bella, sebaiknya aku pulang, aku merasa tidak enak badan”. Bella menatapnya aneh.        “tapi di luar hujannya masih deras, sebaiknya kamu menginap disini saja malam ini, nanti aku telepon Caca kalau kamu menginap disini”. Bella khawatir, jika ia pulang dalam keadaan sakit, nanti akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Karena sangat lemas, Donni mengiyakan tawaran Bella. “tapi kamarnya Cuma ada satu, kalau kamu tidur di sofa, disana sangat dingin, apa lagi kamu sedang sakit. Kamu mau tidur di kamar aku? Kamu di atas aku di bawah? Gimana?”. Bella tidak menyadari perkataannya yang sedikit aneh, sehingga membuat Donni meresponnya dengan sengaja membuat Bella malu. “ok, tapi kamu jangan menyesal yah? Kalau kamu di bawah aku yang di atas, jangan salahkan aku yah kalau hmmmmmm... hahahaha”. Bella yang tak menyadari telah di permainkan oleh Donni karena ucapannya sendiri, malah menjawabnya santai. “iyya, sungguh, aku tidak apa-apa kalau harus di bawah, demi kamu”.  Bella masih tidak konnect. “yah sudah, ayo kita mulai!”. Donni tersenyum aneh menatap Bella, dan mendekatkan tubuhnya kepada Bella, Bella yang di dekati semakin mundur dan mundur, sehingga mentok di tempat tidur, Bella rebah ke kasur. “heeeeeyyyyy. Donni, apa yang kau lakukan? Jangan macam-macam yah? Sana menjauh dariku”. Bella menyuruh Donni menjauh dengan suara gagu dan gemetar. “ bukannya kamu yang tadi bilang kamu di bawah dan aku di atas? Ya kan? Kamu sudah lupa yah perkataanmu itu?”. Donni makin memanas manasi Bella. “emang aku bilang begitu? perasaan aku tadi bilang kamu di atas kasur tidur dan aku yang di bawah lantai tidur”. Bella berusaha keras membenarkan perkataannya itu, ia sangat malu, sehingga wajahnya memerah. Ia bangkit dari posisinya yang telentang di kasur tepat di hadapan Donni dan mendorong Donni ke kasur. “s s ssudah, tidur sana. Aku mau tidur juga”. Ia menjawab dengan gagu, karena ia merasa sangat malu.
Caca yang khawatir dengan keadaan dan keberadaan Donni saat ini, sedang mondar mandir depan pintu menunggu kedatangan Donni dan sesekali menatap ponselnya. “kemana kamu Don? Ini sudah jam 22.15, tapi kamu tak pulang pulang, telepon dan sms dari kamu pun tak ada”. Caca berbicara sendiri karena terlalu panik. Sementara Bella yang tadi janji akan mengabari Caca, malah lupa mengabarinya karena serius berdebat dengan Donni.
Pagi hari telah tiba, ayam pada berkokok membangunkan semua orang, tapi Bella belum juga bangun. Di dapur telah ada Donni sedang memasak dan menyiapkan sarapan untuk Bella. Setelah selesai, Donni langsung bergegas pulang, tapi sebelum pergi ia meninggalkan pesan untuk Bella di meja makan. 10 menit setelah Donni pergi, Bella bangun, masih dengan wajah yang kusut dan rambut acak-acakan, Bella berjalan ke tempat tidur Donni, namun tak ada siapa siapa disana. Ia masuk ke dapur dan mencium wangi makanan di meja, ia minum air dan melihat ada kertas di sudut meja. terima kasih untuk merawatku semalaman, menjaga aku sampai demamku turun, mungkin kamu tidak tahu bahwa aku selalu memantau apa yang kamu lakukan kepadaku. Dan pagi ini kamu sangat jelek saat tertidur tadi. Kamu makan yah, aku sudah capek-capek membuatnya, sampai tanganku tadi teriris pisau. Ok selamat makan. Aku pulang yah? See ya. Setelah membaca surat itu, Bella senyum-senyum sendiri dan memandang terus surat itu sambil melahap makanannya.
Huh, hari ini hari terakhir, ah saat sampai di kota aku harus semangat dan memulai hidup baru, aku tidak boleh seperti ini lagi”. Ia menghibur dirinya sebelum berpamitan kepada para warga yang menunggunya di depan rumahnya. Alex dan Ricky telah tiba untuk menjemput Bella. Bella keluar membawa koper dan tasnya. Tapi ia merasa ada yang kurang, Donni tak ada di antara para warga. Bella berjabat tangan dengan para warga, tapi pandangannya entah kemana mencari Donni. Bella masuk ke dalam mobil, tap tak kunjung ada batang hidung Donni. Ricky yang dari tadi memperhatikan kakaknya bertanya. “kak, kakak kenapa? Cari apaan sih?”. Pertanyaan Ricky tak di hiraukan oleh Bella. Ia ambil ponselnya, dan menelpon Donni. Donni yang dari tadi berada di balik pohon melihat kepergian Bella tiba-tiba ponselnya berdering, ia mengangkat teleponnya. “halo, Donni, kamu dimana? Kok tadi tidak mengantar kepulangan aku? Atau kamu marah tentang semalam yang terjadi di rumah?” mendengar obrolan Bella, Alex dan Ricky bertanya-tanya satu sama lain. Mereka saling memandang lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. “tadi pagi kamu juga pulang tanpa pamitan sama aku, hanya ada surat di meja”. Bella mulai emosi lalu meredahkan kembali amarahnya itu. “Bella, tadi pagi aku ada urusan, dan itu sangat penting tidak bisa di tunda sama sekali. Yah, kalau begitu aku minta maaf telah membuat kamu marah. Jangan marah lagi yah nenek sihir?”. Donni mematikan ponselnya. Bella yang mendengar kata NENEK SIHIR membuatnya jadi melamun dan meneteskan air mata. Dua pria di depannya semakin tidak mengerti dengan sikap Bella. Ricky memberanikan dirinya bertanya kepada kakaknya. “Kak, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kakak marah-marah lalu menangis begitu?”. Ricky memelankan nada suaranya bertanya karena ia takut mengganggu mood kakaknya yang dari tadi berubah dalam sekejap saja.     “dek, udah nanti saja yah kakak cerita. Kamu menghadap kedepan saja, tidak usah pedulikan kakak”. Bella sedang tidak ingin bicara saat ini dengan siapa saja. “stop kak Alex, mobilnya hentikan dulu”. Ricky meminta agar Alex menghentikan mobilnya, karena ia ingin pindah ke belakang bersama kakaknya. “kamu mau apa, Ricky?”. Alex menghentikan mobilnya. “aku mau pindah ke belakang kak, mau hibur kak Bella”. Ricky berbisik kepada Alex, lalu ia keluar dari jog depan dan masuk tempat kakaknya duduk. Mobilnya melaju kembali, sedangkan Ricky masih diam di dekat kakaknya tak tahu mau berbuat apa. Alex hanya fokus menyetir dan menatap ke depan. “kak, sudah. Jangan cemberut lagi, wajah kakak jelek kalau terlalu lama di tekuk begitu”. Ricky menarik tubuh kakaknya lalu menyandarkannya ke dadanya. Dalam benak Bella saat ini hanya ada kata kata NENEK SIHIR saja, ia berpikir tentang kenapa dia mengatakan itu, karena yang selalu mengejeknya seperti itu hanya Akbar. “kenapa? Memangnya selama ini aku cerewet di depannya? Saat mengobrol dengannya, aku tidak pernah banyak bicara?”. Seribu pertanyaan telah menghujani benak Bella. “Lex, antarkan aku ke rumah saja yah? Tidak usah ke rumah sakit. Mungkin 1 atau 2 hari lagi aku masuk kerja. Aku mau istirahat dan menenangkan pikiran dulu”. Bella tak mau bicara banyak lagi, ia hanya ingin cepat tiba di rumah dan istirahat.
Setelah menempu perjalanan yang panjang, mereka akhirnya tiba di rumah Bella, Bella langsung turun dari mobil dan menyuruh adiknya angkat barang-barangnya yang sangat banyak. “Lex, thank’s tumpangannya. Dek suguhkan minum yah buat Alex? Kakak mau tidur”. Bella main nyelonong masuk rumah setelah ia bertindak seperti ratu, memerintah ini itu kepada adiknya. Ricky dan Alex mengangkat barang-barang Bella. “Ki, kakakmu sebenarnya kenapa? Dari tadi berubah trus sikapnya? Hahaha”. Di depan rumah, Ricky dan Alex bergosip tentang Bella, sementara di dalam rumah Bella bertemu dengan ibu Ricky yang ternyata sudah menunggu kedatangannya dari tadi. “eh, putri ibu ternyata sudah datang. Capek yah? Mau ibu buatkan minum? Minuman apa sayang?”. Basa-basi dari ibu tirinya tak di hiraukan Bella, ia melanjutkan langkahnya menuju tangga dan masuk ke kamar. Ibunya yang di cuekin tadi menatap jengkel Bella. Karena di cuekin Bella, ia ke depan melihat anaknya dan Alex yang sedang sibuk mengangkat barang-barang Bella. “eh, ibu. Sedang apa di situ? Kenapa tidak mengurus kakak?”. Ricky yang polos itu tak tahu apa yang terjadi tadi di dalam. “halo, tante. Bagaimana kabarnya? Kenapa jarang berkunjung ke rumah sakit? Biasamya tante selalu datang mengunjungi Pak Heru”. Alex menyapa ibu Ricky. “yah, tante sehat. Tante akhir-akhir ini banyak kegiatan sama teman-teman tante, makanya jarang ke rumah sakit lagi”. Mereka berjalan masuk rumah sambil mengobrol, Alex memberikan barang Bella kepada Ricky untuk di bawah ke kamar Bella.
kak, ni barangnya, mau di taro mana?”. Ricky masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Ia melihat ke jendela dan mendapati kakaknya sedang berdiri melamun di depan jendela, lalu ia meletakkan barang yang ia bawa di dekat kasur karena tak ada sahutan tadi dari kakaknya. Ia mendekat ke kakaknya. “kak, kakak punya masalah apa? Apa kakak punya pacar selama di tugaskan ke desa itu?  Kakak kok kembali murung, tidak seperti saat kakak terakhir nelepon, suara kakak ceria sekali. Kalau punya masalah jangan di simpan sendiri kak, coba cerita sama aku. Apa yang di lakukan pria itu kepada kakak, sehingga kakak begini lagi?”. Ricky tak tega melihat kakaknya bersedih lagi. Ia menarik kakaknya dan mendudukkanya di kasur, lalu ia juga duduk di depan kakaknya dan memegang wajah kakaknya berusaha untuk menghiburnya. “kakak tidak punya pacar dek, adalah masalah sedikit, tapi kakak belum mau cerita. Sudah kamu sana bikin minum buat Alex”. Bella menyembunyikan masalahnya dari adeknya, tapi mau bagaimana pun Bella menyembunyikannya, Ricky tau kalau kakaknya sedang membohonginya saat ini, tapi Ricky menghargai privasi kakaknya. “ok, kak. Aku keluar, tapi kakak harus senyum dulu, kalau tidak senyum aku tidak mau keluar dari kamar kakak”. Ricky mengancam kakaknya agar tidak sedih lagi. Bella menuruti keinginanan adiknya dengan senyumannya yang indah. Ricky keluar dari kamar, sambil berjalan mundur menatap kakaknya dan mengepal tangannya memberi tanda fighting. Ia asyik berjalan mundur, “a...”. Bella belum sempat menyelesaikan perkataanya, tapi Ricky sudah keburu jatuh “PLAK” karena menabrak kursi di belakangnya. Ia langsung bangkit kembali dan tertawa bersama kakaknya lalu berlari keluar.
***
Bella kembali bekerja setelah dua hari meliburkan dirinya. Ia menyapa setiap orang yang ia jumpai di rumah sakit. Semuanya bahagia melihat Bella kembali seperti sedia kala. Setiap baru datang ke rumah sakit Bella pasti akan ke tempat resepsionis menyapa para gengnya. “hai, Rachel. Hai, Jingga. Pagi semuanya. uuuh aku kangen sama kalian”. Bella menyapa sahabatnya dengan senyum semringah di wajahnya. Mereka bertiga berpelukan melepas rindu. “bagaimana disana? Dapat cowok tidak? Apa cowok-cowoknya ganteng?”. Rachel dan Jingga malah tanya-tanya tentang cowok. Mereka bergosip ria pagi-pagi. “apaan sih? Aku kesana bukan buat cari cowok, tapi buat kerja. Sudah ah, aku kedalam dulu yah. Bye”. Bella meninggalkan mereka dan melanjutkan perjalanannya menuju ruangannya. Ia meletakkan tasnya dan memakai seragam dokternya serta mengalungkan stetoskop ke lehernya. Bella melakukan kewajibannya sebagai dokter, melayani pasiennya dan mengoperasi. Ia sebagai ketua tim operasi dan Alex juga sebagai ketua tim. Alex selalu bersaing jika sedang operasi. Setelah melakukan operasi mereka akan saling pamer kemampuan masing-masing.
Waktu jam makan siang tiba, tapi Bella malah duduk sendiri di tangga sambil main ponsel. “Bel, makan yuk!”. Jingga mengajak Bella makan bareng. “iya, Bel. Kan sudah lama kita tidak makan bareng”. Tambah Rachel. Rachel dan Ringga membujuk Bella agar mau makan. “hmmm... tapi aku belum lapar, kalian berdua saja yang makan, aku di sini saja”. Bella tidak mau makan, karena sedang menunggu telepon dari Donni, tapi tak ada telepon juga. Sejak terakhir menelepon, Donni memang sudah tak pernah menghubungi Bella lagi. “kamu tungguin telepon siapa sih? Tidak biasanya kamu menatap ponsel segitunya”. “sudahlah, Bel. Benar yang di katakan Jingga, dari pada kamu disini sendiri, mendingan kita makan saja dulu sambil kamu tunggu telepon dari orang itu”. Rachel dan Jingga menarik Bella dan mengambil ponsel yang di pegang Bella. Mau tidak mau, Bella pun ikut karena telah di paksa oleh kedua sahabatnya itu.
Pekerjaan Bella telah selesai, ia bergegas pulang. Sesampainya di parkiran, ia bertemu dengan Alex. “hey, Bel. Cepat pulang? Tumben. Biasanya juga kamu pulangnya malam?”. Alex basa-basi menyapa Bella. “iya, aku cepat pulang soalnya tidak enak badan, Lex. Aku duluan yah? Bye bye”. Bella langsung masuk mobil, setelah menjawab Alex.
Bella tiba di rumah lalu  bertemu dengan ayah dan ibu tirinya. Ia hanya melihat orang tuanya lalu melanjutkan langkahnya masuk ke kamar, tapi ayahnya langsung memanggil dirinya. “Bella, sini sayang. Ayah mau bicara sebentar”. Bella memasang wajah males lalu berjalan menuju ayahnya. “iya, yah. Ada apa? “. Bella duduk di depan ayahnya, lalu meletakkan tas dan jaketnya di sampingnya. “nak, ayah minta maaf yah selama ini ayah tidak tahu masalah kamu, kamu terpuruk selama bertahun-tahun, tapi ayah tak ada buat kamu. Tapi saat ini ayah akan mengganti waktu ayah yang hilang selama ini untuk kamu. Ayah mau besok kamu jangan kerja yah?  Karena besok ada tamu ayah yang akan datang bersama anaknya, katanya mereka ingin mengenal kamu”. Ayah Bella meminta pengertian dari Bella. Namun Bella tak menjawab apa-apa, ia mengambil tas dan jaketnya lalu masuk ke kamar. “Bella, Bella. Ayah belum selesai bicara. Kamu mau kemana?”. Ayah Bella mulai emosi melihat anaknya seperti itu.  “ada apa dengan anak itu? Tidak biasanya dia seperti ini”. Ia berbicara kepada istrinya dengan nada tinggi. “urus anak itu. Aku tidak mau melihat tingkahnya yang seperti anak tidak berpendidikan”. ibu tiri Bella bahagia melihat ayahnya marah kepada Bella, karena ia memang dari dulu tidak suka dengan Bella. Ia tersenyum saat rencananya mulai berjalan satu per satu, ia memang ingin jika Bella meninggalkan rumah agar tak ada yang mengganggu rencananya untuk menguasai harta suaminya.
Bella meletakkan tas dan jaketnya di kasur lalu keluar kamar. Ia menuju ke dapur ingin ambil minum. Ia membuka lemari es dan ambil air tersebut lalu meminumnya, tak lama kemudian ia mencium bau masakan,  ia masuk kedalam melihat apa yang di masak oleh Mbo Sri. “Mbo, lagi masak apa? Saya sangat lapar Mbo, soalnya aku baru pulang kerja. Masak cepat Mbo, aku sudah tidak tahan lapar”. Ia merengek manja dengan Mbo Sri untuk di buatkan cepat makanan. Mbo Sri pun membuatnya dengan cepat, karena ia tak ingin jika Bella kelaparan terlalu lama. Dengan merengek ke Mbo Sri, Bella merasa bebannya hilang. “Mbo, ayah kenapa sikapnya semakin berubah? Aku sudah tidak mengenal ayah yang sekarang Mbo. Ibu Dinda, pasti sudah meracuni pikiran ayah kan Mbo?”. Bella mencurahkan kesedihannya ke Mbo Sri, sembari menunggu masakan Mbo Sri. “biar aku yang ambil piringnya Mbo, aku sudah sangat lapar, aku makan disini saja, tapi di suapin sama Mbo yah?”. Manja Bella akan kumat jika ia melihat Mbo Sri, karena sejak ia duduk di bangku SD ia selalu bersama Mbo Sri jika ayah dan almarhum ibunya sibuk bekerja. “Neng, Eneng punya masalah apa? Ayo cerita sama Mbo. Kenapa Eneng seperti ini?”. Mbo Sri bertanya sambil menyuapi Bella yang duduk di meja dan Mbo Sri duduk di kursi. Bella sangat menikmati makanannya. “aku tidak ada masalah kok Mbo, yang aku punya hanya Mbo dan Ricky saat ini, hahahaha”. Ia berusaha menyembunyikan kesedihannya. Tapi di pertengahan makan, ia menitihkan air mata lalu memeluk Mbo Sri. Ia tak melepas pelukannya dari Mbo Sri. “Neng, katanya tidak ada masalah, tapi sekarang menangis. Sudah, sudah. Jangan menangis lagi, kalau memang tidak mau cerita ya sudah tidak apa-apa. Sekarang hapus air matanya dan lanjut makan yah”. Mbo Sri melepaskan pelukan Bella, lalu menghapus air matanya dan berusaha menghiburnya. Mbok Sri menyuapi kembali Bella, tapi Bella sudah tidak mau makan lagi. “sudah Mbo, aku sudah tidak mau makan lagi. Aku ke kamar dulu yah Mbo”. Bella turun dari meja lalu pergi meninggalkan Mbo Sri.
***
Tamu yang di tunggu ayah Bella kini telah tiba, tapi Bella masih di kamar mengunci diri. Ibu tirinya di depan kamar Bella memanggil Bella terus, tapi Bella tak menyahut sama sekali. “Bella, ayo keluar. Tamu ayah kamu sudah ada di luar. Kalau kamu tidak ingin membuat ayahmu malu, cepat keluar dan temui mereka. Atau kamu mau saya menyuruh ayah kamu yang memanggil kamu?”. Ibunya masih berusaha memanggilnya, walaupun ia sudah emosi dengan kelakuan Bella itu. “ya sudah. Saya akan memanggil ayah kamu kesini kalau kamu keras kepala begini”. Ibu tirinya baru saja berbalik, tapi tiba-tiba ada Mbo Sri. “nyonya, biar saya coba membujuk Neng Bella”. Ibu tiri Bella pergi meninggalkan Mbo Sri dalam keadaan marah. “neng, Mbo boleh masuk?”. Tak menunggu lama, Bella langsung membuka pintunya, sehingga membuat ibu tirinya yang belum jauh dari kamar semakin jengkel karena sedari tadi ia mengomel dengan pintu saja. “masuk Mbo. Ada apa Mbo?”. Bella masih memasang wajah BT, mereka duduk di kasur dan Mbo sri mulai membujuk Bella. “neng, kenapa neng seperti ini? Neng harus turut dengan ayah, neng! Karena hanya dia orang tua neng satu-satunya. Neng temui saja mereka dulu, jalani saja apa kemauan ayah neng. Siapa tahu ayah neng bisa kembali lagi seperti dulu kalau neng nurut. Kalau neng tidak suka dengan pria itu, yah ccobalah belajar untuk menyukainya. Kan bisa neng berteman dulu supaya bisa saling tahu satu sama lain”. Bella mulai mencair hatinya, dan mengganti pakaiannya, ia mempercantik wajahnya dengan polesan make up. “Mbo, terima kasih yah?”. Bella memeluk Mbo Sri sehingga membuat Mbo Sri terharu. “hey, Mbo kenapa menangis? Sudahlah Mbo. Kita harus menjalani hidup ini walaupun kenyataannya pahit. Yuk mbo kita keluar”.
Bella, sini duduk nak. Ini teman ayah, namanya Pak Hendri dan istrinya Ibu Mila, lalu anaknya Bernama Jerry Bramasta”. Bella tersenyum melihat teman dan anak teman ayahnya. “halo, om tante. Hy Jerry. Perkenalkan nama saya Isabella orang di rumah ini biasanya memanggil saya Bella”. Bella sangat ceria memperkenalkan dirinya, walaupun hatinya menangis tak ada yang tahu penderitaan yang di tanggungnya. Mereka hanyut dalam obrolan yang tak ada hentinya. Karena sudah bosan, Bella pamit kepada ayahnya untuk masuk dapur, alasannya mau minum. Mata Jerry mengikuti langkah demi langkah kaki Bella. Jerry sudah mulai menyukai Bella, tapi Bella tak meliriknya sama sekali sejak tadi karena Bella hanya sibuk dengan ponselnya.
Mbo, Mbo di mana?”. Ternyata Bella mencari Mbo Sri di dapur, padahal tadi ia izin mau minum. “Ya, mbok lagi nyuci neng. Masuk saja neng”. Bella masuk dan ia jongkok di dekat Mbo Sri. “kenapa neng? Tamunya sudah pergi?”. Bella senyum-senyum melihat Mbo Sri. “belum Mbo. Aku males di luar, aku bohongin ayah tadi. Aku bilang mau minum, padahal aku bosan di sana. Hahaha”. Bella menceritakan kejahilannya kepada Mbo Sri. “hush. Jangan begitu neng, dosa loh bohongin orang tua”. Bella hanya senyum mendengar celoteh Mbo Sri lalu bangkit dan pergi.
Bella kembali lagi duduk di dekat ayahnya. “baik kalau begitu. Pak Hendri, Ibu Dinda, Bella. kami permisi pulang dulu”. Bella sangat senang saat ia baru duduk, tapi mereka sudah mau pulang. “oh, iya Om. Hati-hati yah di jalan om”. Bella menjawabnya dengan sangat bahagia. “Bella, besok kamu ke rumah sakit, tidak?”. jerry bertanya dengan gaya cool. “oh, iya tentu. Itu dalah pekerjaan saya, jadi saya akan ke rumah sakit tiap hari”. Bella menjawabnya cuek dan tegas. “oh iya. Aku boleh minta nomor HP mu?”. Sebelum Bella memberikan nomornya, Jerry telah mengambil ponsel Bella duluan dan memasukkan nomornya lalu me-mised call ponselnya.
Bella, kamu pulang kerja jam berapa?”. Pesan singkat masuk di ponsel Bella, tapi bella tak membalasnya karena sedang menangani pasien. Karena tak di balas pesannya, Jerry menelpon Bella, tapi Bella tetap tak menghiraukan ponselnya. “kring...kring...kring...”. Ponsel Bella berdering sudah 3 kali, karena mengganggu pekerjaannya, Bella terpaksa mengangkatnya. “maaf, pak, saya angkat telepon dulu. halo. Ada apa? Saya sedang bekerja? Pasien saya sedang darurat. Ok. Nanti saya hubungi lagi”. Bella sangat kesal dengan sikap Jerry yang membuatnya selalu bad mood. “kenapa Bel? Siapa yang telepon? Kok semenjak kamu dari desa itu, sikap kamu selalu berubah-ubah kaya cuaca”. Bella masih BT, tapi sudah di berikan pertanyaan oleh Alex. Bella tak menjawabnya melainkan meneruskan pengobatannya.
***
Hubungan mereka kini sudah berjalan seminggu, tapi Bella masih cuek dan Jerry mulai memahami sikap Bella sedikit demi sedikit. Bella tidak ingin jika Jerry datang ke rumah sakit menemuinya, jadi mereka hanya bertemu di luar rumah sakit, dan Bella tidak ingin jerry yang menelpon duluan karena tak ingin kejadian sebelumnya terjadi lagi. Jika Jerry ingin menghubungi Bella, ia harus mengirim pesan terlebih dulu, nanti Bella akan menghubunginya saat pekerjaannya selesai.
Suatu hari, sesuatu yang tak diinginkan menimpa Bella, ia kecelakaan saat hendak menyebrang jalan, tanpa melihat ke kiri dan kanan mobil berwarna merah datang dari arah kiri menabrak Bella. Saat mengetahui kakaknya kecelakaan, Ricky meninggalan pelajarannya di sekolah, ia sangat buru-buru mengendarai motornya. Ricky setiap hari menemani kakaknya setiap pulang sekolah dan Mbo Sri sesekali datang melihat keadaan Bella dan membawakannya makan. Ia mengalami patah tulang sehingga kakinya harus di gips. Jerry tak mengetahui kejadian tersebut, ia selalu menunggu kabar dari Bella, tapi tak kunjung ada kabarnya. Ia terpaksa datang ke rumah sakit untuk mencari Bella.. “maaf, apakah dr. Isabella ada di dalam?”. Ia bertanya kepada reseptionis. “iya, tapi dia sedang tidak bekerja, dr. Isabella sedang di rawat karena ia mengalami kecelakaan 3 hari yang lalu”. Jingga yang duduk di kursi reseptionis menjawabnya dengan wajah yang penuh pertanyaan, ia penasaran siapakah pria itu. “sungguh? Tapi kok dr. Isabella tidak mengabari saya kalau dia kecelakaan. dia di rawat di ruangan mana?”. Wajah Jerry mulai panik mendengar kabar buruk yang menimpah calon tunangannya tersebut. “dia di rawat di ruangan VIP”. Setelah tahu Bella di rawat di ruangan VIP, Jerry langsung lari menuju ruangan Bella di rawat.  Ia tiba di kamar Bella, dan langsung memeluk Bella yang terbaring sedang memainkan ponselnya. “Bella, kamu tidak apa-apa? Kenapa kamu tidak mengabari saya? Pesan saya tidak pernah di jawab. Kalau saya tidak berinisiatif menemui kamu, mungkin saya tidak akan tahu bagaimana keadaan kamu sekarang”. Jerry sangat panik, sehingga tak menyadari keberadaan Ricky yang dari tadi duduk di sofa menemani kakaknya. “hey, Jerry. Lepas, malu tahu, adikku memandangi kita”. Bella mendorong tubuh Jerry. “oh, maaf, saya terlalu panik melihat keadaan kamu yang seperti ini”. Jerry pun melepaskan pelukannya. “Maaf, saya belum sempat membalas pesan dari kamu karen layar ponsel saya retak, baru saja adikku mengambilnya dari tempat servis ponsel”. Bella mengalihkan pembicaraan.
Kedatangan Jerry masih saja membut jingga dan Rachel jadi bertanya-tanya. Mereka berdua heboh saat Jerry meninggalkan tempat reseptionis tadi,  mereka sangat penasaran dengan pria itu. Belum selesai mereka bergosip, Jerry lewat di hadapannya. “Hel, itu dia lewat. Wow... Body dia sangat keren, dia cocok ya sama Bella, dari pada sama Akbar dulu, Akbar sangat berantakan dan pecicilan”. Jingga sangat berlebihan menilai orang sehingga membuat Rachel mengerutkan dahinya mendengar perkataan Jingga. “hush, jangan sebut-sebut lagi nama Akbar, nanti kalau Bella dengar, dia bakal sedih lagi”. Rachel menasehati Jingga yang mulutnya tidak bisa diam. “Hel, kita ke tempat Bella yuk?”. jingga mengajak Rachel pergi, tapi pekerjaan mereka belum selesai. “hello, Jingga. Kamu sadar dengan apa yang kamu katakan? Kalau kita pergi siapa yang jaga disini? Kalau nanti ada orang datang disini gimana? Aduh kamu ini”. Rachel semakin geregetan dengan tingkah Jingga yang tak berpikir sebelum bicara.
Dek, sebaiknya kamu pulang, kamu tidak capek berhari-hari disini terus sama kakak. Kakak tidak apa-apa kalau kamu pulang, lagian kakak punya banyak teman disini, ada Alex, Jingga, dan Rachel yang selalu ada buat kakak kok”. Bella mengkhawatirkan kesehatan adiknya  dan menyuruhnya pulang untuk istirahat di rumah saja. “tidak apa-apa kak, aku kan juga istirahat disini, lagi pula aku selalu tidur tepat waktu kan di sofa ini!”. Ricky tetap kekeh ingin bersama kakaknya. Pembicaraan mereka terhenti seketika karena Rachel dan Jingga datang  mengacaukan susasana di kamar Bella di rawat, mereka sangat ribut. Bukannya memelankan suaranya, tapi malah bikin gaduh dengan suara Jingga yang cempreng. “Bel, cowok yang tadi siang itu, siapa? Dia keren banget. Setelan jasnya sangat mewah”. “hush, Jingga. Kamu itu kepo saja kerjanya. Bukannya tanya kabar teman malah menanyakan hal yang tidak penting begitu. Kamu tau tidak, Bel. Dari tadi siang mulutnya nyerocos terus tentang cowok itu”. Jingga belum puas dengan pertanyaannya, tapi sudah di potong sama Rachel. “kak, aku mau keluar cari minum dulu yah? Kakak mau pesan apa? Dan kakak-kakak yang cantik ini mau apa?”. Ricky sangat bosan dengan wanita rumpi itu, ia memutuskan untuk keluar dari kamar tersebut.                       
terserah kamu saja, dek. Tapi kakak pesan snack ya?”. Ricky segera keluar setelah mendengar jawaban kakaknya. “hufth, teman-teman kakak kok mulutnya tidak ada remnya yah? Atau remnya blong. Dapat dari mana kakakku teman seperti itu Hahahaha”. Ricky nyeloteh dalam hatinya dan menebari senyum manis sambil terus berjalan.
Nama dia Jerry, anak teman ayah aku. Ayah aku mungkin mau menjodohkan aku sama dia. Selama aku jalan sama dia, dia tidak menunjukkan hal-hal yang negatif. Dia sangat baik, dan melindungi aku dengan baik plus dia sangat royal. Dia tidak pelit mengeluarkan uangnya, aku tidak pernah menyebutkan yang aku inginkan, tapi dia tau saja apa yang aku inginkan, tapi tetap saja aku tidak suka sama dia, mungkin aku hanya akan menjalani hubungan ini dengan lapang dada. Kalau buka karena ayah, aku tidak akan melakukan semua ini”. Tingkah Jingga semkin menjadi-jadi mendengar cerita Bella. “hmmmm... ayah kamu keren, ya, mencarikan jodoh yang tepat buat anaknya”. Wanita-wanita rumpi itu tengah asik bergosip, sehingga tak menyadari kedatangan Alex yang sedari tadi uduk di sofa. “ehm... ehm... ehem... ibu-ibu rumpi, bergosipnya sudah selesai? Saya mau periksa kaki Bella dulu”. Alex memotong pembicaraan wanita itu. “Lex, sejak kapan disitu?”. Bella bertanya penasaran. Alex tak menjawabnya, ia langsung saja memeriksa keadan Bella, setelah periksa Bella, Alex pergi meninggalkan 3 wanita itu. Tak lama kemudian, Ricky datang bersama Jerry. “hy, Bel. Maaf saya datang tanpa memberi tahu kamu lebih dulu, soalnya aku di ajak Ricky kesini”. “iya, kak. Tadi aku ketemu kak Jerry di toko, jadi aku ajak saja sekalian buat jenguk kakak”. Ricky membenarkan perkataan Jerry, lalu meletakkan barang bawaannya di meja. “tidak apa-apa kok. Oh iya. Jer, kenalin teman-teman saya, Rachel dan Jingga mereka juga kerja di rumh sakit ini”. Jingga memasang wajah yang biasa saja, tapi padahal wajahnya sangat ketahuan mupengnya. Setelah berkenalan, Ricky datang mengacaukan mood Jingga, ia menarik Jingga dan Rachel duduk di sofa. Karena BT, jingga jadi manyun dan mnatap ke Rachel, Rachel hanya bisa menyabarkan sahabatnya yang manja itu. Ricky memberikan minuman dan snack kepada  Jingga dan Rachel tak lupa pula ia memberikan minuman kepada kakaknya, tapi sebelum itu ia mengupas buah yang di bawah Jerry tadi untuk kakaknya. “kak, ini buahnya. Kakak makan yah?”. Ricky meletakkan  minuman dan piring yang berisi buah di meja dekat tempat tidur kakaknya. Jerry duduk di samping tempat tidur Bella, mereka ngobrol-ngobrol, sementara Ricky, Jingga, dan Rachel asik bercanda. Jerry berbicara terus kepada Bella sembari memegang tangan Bella, sedangkan Bella memikiran pria lain. Ia masih memikirkan Akbar dan Donni, pikiran di melayang-layang entah sudah sampai di mana, ia tak mendengarkan sedikit pun yang Jerry katakan, dan tiba-tiba Bella meneteskan air mata. Jerry, menyadarkan Bella dari lamunannya. “Bella, kamu kenapa? Kenapa menangis? Memangnya saya salah ngomong?”. Jerry merasa bersalah kepada Bella, sedangkan Bella bingung kenapa air matanya mengalir secara tiba-tiba, ia hapus air matanya dan menyuruh Jerry pulang. “tidak, saya tidak apa-apa. Saya Cuma mau tidur saja, sebaiknya kamu pulang saja, besok kan kamu kerja”. Bella membelakangi Jerry lalu menarik selimutnya dan menutup seluruh badannya dengan selimut, ia menangis kembali. Jerry pergi tanpa pamit dengan siapa pun, ia melangkahkan kakinya dengan wajah yang kecewa. Ricky memperhatikan Jerry dan kakaknya
***
Gips kaki Bella telah di lepas, tapi ia masih duduk di kursi roda. Ia melaksanakan tugasnya sebagai dokter, ia tetap bekerja walau keadaannya tidak memungkinkan untuk bekerja. “kak, kakak bisa kan istirahat di rumah untuk beberapa hari saja? Sejak kakak keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu, kakak tidak pernah istirahat”. “tapi dek, kakak boring kalau di rumah terus. Atau kamu yang mau menggantikan kakak di rumah sakit? Hahaha”. Bella hanya menanggapi adiknya dengan candaan. “ayolah, kak. Sehari atau dua hari saja, orang di rumah sakit pasti akan mengerti kak”. “begini ya dek. Masa kakak Cuma sakit begini saja harus meninggalkan kewajiban kakak. Bagaimana orang-orang yang lebih parah penyakitnya dari kakak, mereka tidak pernah mengeluh, mereka tetap giat bekerja. Sudah ya dek, entar kakak telat kerja. Lebih baik kamu siapkan mobil antar kakak ke rumah sakit, nanti kamu juga telat ke sekolah kalau ngomel terus”. Ricky hanya pasrah mendengar kakaknya yang sangat keras kepala. “neng, ini sarapannya. Mbo sudah buatkan nasi goreng special, karena neng tidak sarapan, jadi Mbo buatkan bekal saja”. “wah, terima kasih Mbo. Pasti aku akan makan, Mbo. Aku pergi dulu ya Mbo”.  Ricky datang mendorong kakaknya menuju ke mobil. Ricky susah payah mengangkat kakaknya masuk ke mobil, belum lagi kursi rodanya yang mau di masukkan ke mobil juga. “tuh kan kak, aku sudah bilang di rumah saja. Kan aku yang repot angkat kakak, mana kakak sangat berat. Makanya diet dong kak. Hahahaha”. “hush, kakamu ini walaupun tidak diet akan selalu seksi. Hahahahaha, kamunya saja yang tidak ada ototnya, kamu yang harus banyak olahraga. Hahaha”.  Mereka setiap harinya selalu penuh dengan canda tawa, walau bagaimana keadaan mereka, mereka akan selalu ceria, namun tetap saja mereka hanya manusia biasa yang sangat rapuh.
Jika Ricky dan Bella tidak di rumah, ibu mereka dengan leluasa akan menghasut ayahnya.“mas, kalau aku boleh kasih saran, lebih baik kita atur pertunangan Bella dengan Jerry saja. Kita bicarakan saja dengan keluarga Jerry. Bagaimana Mas?”. “tapi, apa Bella mau tunangan? Kita tanya Bella dulu”. Ayah Bella kurang setuju dengan saran istrinya. “ya, pasti Bella tidak akan mau mas, jadi kita persiapkan semuanya, setuju tidaknya Bella itu akan jadi urusan belakang”. “ya, terserah kamu sajalah”. Istrinya yang sangat cerdik berhasil mempengaruhi ayah Bella lagi. Mereka melakukan pertemuan dengan keluarga Jerry, dan keluarga Jerry pun menyetujui ide ibu tiri Bella. Mereka melakukan pertemuan tanpa sepengetahuan Bella dan Jerry
Persiapan tunangan pun di lakukan di hotel berbintang lima tanpa sepengetahuan Bella, namun Jerry telah mengetahuinya dari orang tuanya, ia mengira bahwa Bella telah setuju. Semuanya telah di urus oleh ibu tiri Bella. Ibu tiri Bella semakin berjaya karena sebentar lagi rencana dia untuk depak Bella keluar dari rumahya akan berhasil agar tak ada yang mengganggu rencananya untuk menguasai semua harta ayah Bella.
Akhirnya persiapannya telah rangkum, ayah dan ibu tiri Bella mengajak Bella keluar, alasannya untuk jalan-jalan. Di hotel sudah ada Jerry dan keluarganya menanti kedatangan Bella dan keluarganya. Orang tua Bella membawa Bella ke butik untuk memakai baju yang telah di siapkan, dan mendandani Bella. “kalian sebenarnya mau membawa aku kemana? Kenapa harus dandan setebal ini? Dan kenapa harus memakai pakaian seperti ini”. Tak ada jawaban dari kedua orang tuanya, Bella semakin bingung dengan apa yang di lakukan kepadanya.
Orang yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba, sambutan meriah dari keluarga Jerry menyambut kedatangan Bella dan keluarganya. “ayah, apa ini?”. “ini acara pertunangan kamu. Kamu ikutin saja Bella. kalau kamu tidak mau membuat ayah malu di depan semua kolega-kolega ayah. Kamu diam saja”. Bella tak habis pikir dengan perkataan ayahnya, ia menunduk dan meneteskan air mata, serasa ia ingin hilang dari dunia ini. Ia menghapus air matanya lalu mengikuti jalannya pesta.
Pertukaran cincin berlangsung dengan meriah, namun di wajah Bella tak ada senyum sedikit pun. Pesta belum selesai, tapi Bella keluar berlari menangis meninggalkan pesta, Jerry mengikuti Bella dan berhasil menangkap Bella. “kamu kenapa Bel? Ini kan hari bahagia, tapi kenapa kamu menangis?”. “apa? Bahagia apanya? Kamu yang bahagia, tapi saya tidak. Saya tidak tahu sama sekali acara pertunangan ini”. Bella berlari kembali dan pergi meninggalkan Jerry dengan taxi. Jerry yang di tinggal juga bingung karena kata ayah dan ibunya Bella telah setuju.
Sehari setelah acara pertunangan, Bella tak pernah pulang ke rumah karena masih marah denagn ayahnya. Ia selalu di rumah sakit dan tak pernah menjawab telepon dari Jerry, Rachel dan Jingga juga bingung melihat sahabatnya itu. Mereka susah payah menghiburnya, tapi tak ada hasil. Jerry yang datang pun tak di hiraukan oleh Bella. hanya Ricky saja yang berhasil bicara dengannya, tapi hanya sepatah dua kata saja yang di lontarkan Bella. sekali ia bicara kepada Ricky, ia hanya mengatakan sudahlah dek atau kakak tidak mau di ganggu, setelah itu ia pergi mencari kesibukan dengan pasien.
Ia berusaha melupakan semuanya, dan berusaha melupakan kenangan tentang Akbar dan Donni, namun setelah lima tahun lamanya tak ada kabar dari Donni, ia muncul tiba-tiba di kehidupan Bella kembali. Donni datang memberikan luka lagi kepada Bella. Donni kini bekerja di rumah sakit yang berbeda dengan Bella, namun selalu datang ke Rumah sakit Bella bekerja untuk memindahkan pasien. Ricky yang tak sengaja melihatnya mulai bertanya-tanya. Ia tak langsung mengatakannya kepada kakaknya, karena kalau kakaknya tahu, pasti akan semakin sedih. Ia tak mau menambah luka kakaknya lagi.
Setelah beberapa kali datang ke rumah sakit Bella bekerja, akhirnya Bella melihatnya sendiri. Tapi ia tak langsung menyapanya melainkan ia mengikuti Donni saja. Saat ia melihatnya, Donni sedang bersama Caca membawa pasien. Beberapa kali Bella melihatnya, ia kini bertemu langsung, namun Donni dan Caca tak mengenal Bella. saat pertemuan perdana antara Bella, Donni, dan Caca sangat tak berkesan karena Bella sedang berjalan sibuk dengan ponselnya, sehingga tak sengaja menabrak Donni. “maaf, maaf, saya tidak sengaja”. “saya yang harus minta maaf, tidak melihat kalau ada orang”. Donni berusaha meminta maaf, padahal bukan salah dia. Entah kenapa Bella langsung diam dan menatap wajah Donni dan tak menghiraukan Caca yang ada di samping Donni. “ehm...ehm, maaf dok. Kita harus buru-buru, kita sedang di tunggu untuk mengoperasai”. Caca mencairkan susana tegang antara Bella dan Donni. Caca telah berjalan duluan dan diikuti oleh Donni, tapi Bella masih tak percaya bahwa itu Donni, tapi dia tak mengenalinya sama sekali, ia berbalik memandang punggung Donni dari jarak jauh.
Donni dan Caca telah pindah di rumah sakit Bella bekerja. Caca adalah dokter ahli anastesi sekaligus partner Donni, jika ada operasi, Caca akan selalu ada bersamanya sebagai dokter anastesinya.
“Lex, kamu kenal 2 dokter baru itu tidak? aku pernah bertemu di desa yang pernah. Kamu ingat tidak waktu aku marah-marah di telepon saat di mobil dan Ricky pindah ke belakang menghibur aku? Sebenarnya dokter itu yang aku telepon, tapi saat kami bertemu tadi, dia seperti tidak mengenal aku, dan wajahnya sangat mirip dengan Akbar juga”. Bella menceritakan semuanya dan kesan saat pertama kali bertemu dengan Donni. “ah, masa sih? Aku belum lihat sih dokter baru itu, tapi aku penasaran dengan wajahnya”. Alex mulai berpkir dan Bella pun memasang wajah yang sangat bingung, perasaan Bella kini campur aduk.
Kini Caca dan Donni di persatukan di meja operasi bersama bersama Bella. Yang memimpin jalannya operasi adalah Donni sedangkan Bella sebagai asisten utama dan Caca di bagian anastesi. Operasi mereka sedikit ada gangguan, karena Bella yang mengacaukan operasi tersebut. “dokter Bella, anda niat bekerja atau tidak?”. “ya, niatlah, untuk apa saya ada disini kalau tidak niat”. “kalau niat, ya jangan bengong saja kerjanya. Memang ada apa di wajah saya, anda menatap wajah saya seakan anda nafsu saja”. Mereka berdebat, hingga tak menghiraukan pasiennya, sehingga membuat Caca harus turun tangan melerai mereka yang bertengkar seperti anak kecil. Kini operasi mereka berjalan dengan baik, namun Bella masih saja manyun karena tak terima dengan perkataan Donni. Setelah operasi selesai Bella keluar dengan wajah yang masih marah dan BT, tapi tak sengaja terpeleset tepat di depan semua orang di ruangan opersi. Kini Bella semakin BT di tambah lagi malunya itu. Ia bangkit tak menghiraukan orang-orang di sekitarnya. Setelah ia keluar, semua orang tertawa melihat tingkah konyol dari Bella.
Alex, Jingga, Rachel, dan Ricky telah bertemu secara langsung dengan Donni dan Caca, tapi merek kurang yakin kalau itu adalah Akbar, karena penampilannya sangat berbeda dengan Akbar, yang mereka lihat Donni orangnya sangat rmemperhatikan penampilannya. Sedangkan Akbar dulu sangat berantakan dan selalu berada di tengah-tengah wanita. Semuanya kini bertanyatanya satu sama lain, dan yang mereka khawatirkan sekarang adalah Bella yang akan setiap saat akan berhadapan dengannya. Persepsi mereka tentang Bella yang akan sedih jika bertemu setiap saat dengan Donni sangat salah besar, karena belum lama mereka menggosip Bella, kini Bella datang dengan waja yang sangat marah dan mengomel-ngomel menyebut nama dokter baru itu. “kenapa sih Bel? Muka cembetut begitu?”. “iya kak. Kakak ini benar-benar ajaib yah? Moodnya selalu berubah-rubah. Ini namanya Mood Of The Day yah kak. Hahahaha”. Semua orang hanya menertawai Bella karena ejekan Ricky itu. Bella tak perduli tawaan teman-temannya, ia bercerita tentang apa yang terjadi di ruangan operasi tadi. Bukannya di belain, tapi teman-temannya semakin asik menertawainya. “ah, kalian teman-teman aku atau musuh aku sih?”. Bella semakin jadi moodnya yang BT itu, ia pergi meninggalkan semua orang dan menarik adiknya pergi. “ayo, dek. Jangan disini, nanti kamu ketularan jahat seperti mereka”. Adiknya pasrah di seret oleh Bella, ia mengikuti langkah kakaknya itu, entah dia mau kemana dengan bad mood seperti itu.
 “sayang, kamu pesan saja yang kamu suka”. Di sebuah restoran telah ada Jerry dan Bella yang sedang makan malam. “sayang, aku undang teman aku juga, tidak apa-apa kan?”. “terserah kamu saja, aku ikut saja”. “iya, dia sebentar lagi datang kok, sayang, dia seorang dokter seperti kamu”. Bella mengikuti semua yang di katakan Jerry, karena dia sebenarnya berat menjalani hubungan yang di setting oleh kedua orang tuanya. “nah, itu dia orangnya, sayang”. Jerry menunjuk ke arah pintu masuk restoran. Donni, masih mencari-cari tempat Jerry duduk, dan akhirnya menemukan tempatnya. Donni berjalan ke arah meja Jerry dan Bella. Bella melihat ke arah Donni datang dan tak sengaja matanya saling bertatapan, sehingga membuat bella jadi canggung.        “hey, Jerry. Sudah lama menunggu ya? Maaf, saya terlambat, soalnya tadi saya menjemput Caca dari rumah sakit”. “silahkan duduk Don. Ah, jangan ambil pusinglah, kami juga baru tiba. Oh iya, kenalin pacar aku, Bella. dia juga dokter sama seperti kamu”. “oh, hy. Saya, Donni”. Donni menjulurkan tangannya kepada Bella dan di sambut oleh Bella dengan tegang. Mereka berkenalan seperti orang yang baru pertama kali kenal, padahal mereka sudah kenal dan bekerja di rumah sakit yang sama. “sayang, dia ini dokter lulusan terbaik Harvard University”. Jerry menyombongkan sahabatnya itu di depan Bella. “oh, ternyata selama ini dia menghilang dan tak ada kabar. Di ke luar negeri melanjutkan studynya, tapi kenapa dia tidak ingat sama aku?”. Tanpa menghiraukan Jerry, Bella sibuk sendiri dengan pemikirannya yang penuh dengan teka-teki. “ah, biasa saja. Jangan berelbihan Jer”. Jerry dan Donni, bercerita, tapi tak ada respon dari Bella. Donni tampak biasa saja melihat ekspresi Bella yang sedikit bingung. “sayang, dia ini anaknya mandiri, karena ibunya telah meninggal, dan ayahnya yang memukulnya entah kemana menghilang”. Bella kaget mendengar cerita tersebut, karena sama persis dengan cerita kehidupan Akbar. Bella semakin ragu dengan Donni, apakah dia Donni atau Akbar. “maaf, Jer. Aku mau ke toilet dulu”. Bella pergi meninggalkan dua pria itu. Setelah dari toilet, Bella minta kepada Jerry untuk di antarkan pulang dengan alasan tidak enak badan. Jerry jadi tidak enak kepada Donni, tapi Donni membiarkan mereka pulang. Donni yang di tinggal juga ikut pergi.
Pagi yang cerah, di rumah sakit milik ayah Bella para dokternya berdatangan satu per satu. Bella tampak bingung sambil mondar-mandir di depan meja resepsionis, sehingga membuat Jingga dan Rachel geleng-geleng melihatnya. “biarkanlah dia berkembang”. Rachel nyeletuk spontan. Dari arah pintu masuk, datanglah Donni bersama Caca, mereka tengah asik bercerita. Dari depan resepsioni Bella telah berhenti mondar mandir saat melihat Donni. Donni semakin mendekat dan telah melewati Bella. “dr. Donni...”. Donni, tak mendengar panggilan Bella, tapi Caca yang mendengarnya. “Don, kamu di panggil dokter itu”. “oh, ayo kita kesana”. Seketika saja Donni memutar   balik badannya menuju arah Bella. “iya, anda memanggil saya?”. “iya, saya menunggu anda dari tadi, bisakah kita bicara sebentar?”. Bella langsung saja to the point mengajaknya tanpa menghiraukan Caca dan teman-temannya yang dari tadi pusing melihatnya disana. “tapi tidak disini, saya ingin bicara empat mata. Kita ke cafe yang ada di seberang jalan”. “ok. Hmm, Caca kamu duluan saja masuk, saya mau pergi dengan dokter ini”. Mereka pergi bersama, sehingga meninggalkan banyak tanda tanya di benak Jingga dan Rachel. “ternyata dari tadi mondar-mandir disana, dia tunggu dokter Donni”. “kemarin, kayaknya dia sangat kesal sama dokter itu, tapi sekarang dia yang nungguin, ya kan Hel”. “iya. Kamu benar Jingga. Dia memang tidak puas dengan satu pria, kurang apa Jerry di matanya. Hahahaha”. Mereka asik meledek temannya yang tak bisa di tebak itu. 
saya penasaran dengan satu hal, tentang yang semalam di restoran”. “Iya kenapa dengan semalam?”. “apakah ibu anda sudah meninggal? Kapan? Saya punya teman, ibunya juga telah meninggal akibat di pukuli oleh ayahnya, dan ayahnya entah kemana melarikan diri. Yang di ceritakan Jerry semalam sama dengan kehidupan teman saya itu”. Nyatanya Bella sangat penasaran dengan hal itu, ia sangat bersemangat menanyakan hal tersebut kepada Donni. “memangnya urusan anda apa, ingga bertanya seperti itu?”. “saya hanya ingin tahu saja, tidak lebih. Saya tidak akan pernah memberi tahu kepada siapa pun tentang hal ini”. Donni sudah tak tahu mau bilang apa lagi, karena tak ingin lebih banyak orang yang tahu tentang privasinya. ia pun terhindar dari pertanyaan Bella karena tiba-tiba ponselnya berdering. Donni pergi meninggalkan Bella dengan alasan mengangkat telepon. Bella yang di tinggal kini beranjak meninggalkan tempatnya. Bella masih tidak habis pikir dengan semua ini. Apakah hanya kebetulan belaka atau Donni dan Akbar adalah orang yang sama.
guys, aku masih penasaran dengan Donni, tidak mungkin dia tidak mengenali aku. Ingatanku ini masih kuat. Apakah dia sengaja menghindari aku atau dia punya kelainan? Saat di desa itu, dia sangat baik ke aku. Apa lagi dia bersama Caca si dokter anastesi itu,  tapi Caca pun tak mengenali aku sama sekali. Ini sangat mencurigakan. Ini bukanlah kebetulan, tapi menghindari aku, ya kan guys?”. Bella masih saja berusaha meyakinkan teman-temannya bahwa dr. Donni adalah Donni yang ia kenal, tapi teman-temannya hanya menganggap Bella terlalu berlebihan dan mengatainya manusia aneh bin ajaib. “tapi dia sangat mirip dengan Akbar kan?”. Bella bicara dengan wajah yang sangat penasaran dan tatapanya entah okus kemana. “Bel, sudahlah dia bukanlah Akbar. Akbar orangnya sangat berantakan dan pecicilan, kalau ngomong tidak mikir dulu. Tapi dia, dia sangat kritis saat berbicara dan dia sangat sopan. Siapa yang lebih tahu Akbar disini selain aku? Sudahlah Bella. ya kan Rachel? Jingga?”.Alex berusaha meyakinkan Bella. “betul sekali”. Celetuk Jingga dan Rachel. Mendengar perkataan Alex, Bella mulai berpikir lagi dan menurutnya Alex memang benar. Bella merunduk meletakkan kepalanya di meja lalu merengek, tak percaya dengan hal yang kebetulan seperti ini. Sementara teman-temannya asik ngobrol tanpa memperdulikan Bella yang bertingkah konyol.
***
Makan malam di rumah Bella sedang berlangsung, Bella baru saja tiba dari rumah sakit dan langsung menuju kamar, tapi ayahnya memanggil makan bersama. Belum duduk dengan baik, ia kini harus menerima pertanyaan yang tak ingin ia dengar. “Bella, bagaimana dengan Jerry? Kalian sudah bersama selama 4 tahun, apa kamu tidak ingin ke jenjang yang lebih serius lagi”. Kesempatan emas bagi ibu tirinya untuk memojokkan Bella di hadapan ayahnya. Bella masih saja tenang mendengarnya dan melanjutkan menyendok makanan ke piring. Tak ada respon dari Bella, namun ibu tirinya masih saja mengusik ketenangannya hingga ia meninggalkan meja makan tanpa menyentuh sedikit pun makanan yang telah ia siapkan di piring. “ibu, ibu kenapa menanyakan hal seperti itu di waktu yang tidak tepat”. Ricky pun BT dengan sikap ibunya yang berlebihan. Ia pun pergi mengikuti kakaknya. “sudahlah, biarkan mereka pergi. Kita lanjutkan makan saja”. Ayahnya tak ingin ambil pusing dengan sikap Bella dan Ricky. Ia melanjutkan menyantap makanannya. Sementara Bella semakin setres menghadapi semua tantangan dalam hidupnya. Bella sudah sangat lelah dengan pekerjaan di rumah sakit, lelah dengan hubungannya dengan Jerry, dan teka-teki tentang Donni d tambah lagi dengan ibu tirinya yang semakin hari, semakin jadi. Bella menyusuri anak tangga satu per satu, wajahnya sangat kesal dan kusut. Ricky berjalan di belakangnya menatap dirinya yang sangat tak berdaya itu.
Ia meletakkan tasnya di atas kasur tepat di sampingnya berbaring tak memperdulikan dering ponselnya yang berkali-kali bunyi. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. “kak. Kakak, belum makan kan? Ini aku bawakan makan buat kakak, di buatkan Mbo Sri tadi”. Yang membuka pintu ternyata Ricky, membuat lamunan kakaknya jadi terganggu. “iya, letakkan di meja saja. Nanti kakak makan. Kamu keluar sana, kakak mau basuh wajah kakak dulu dan ganti pakaian”. Bella bangkit dari tempat tidurnya lalu menuju ke kamar mandi. “atau kamu mau tetap disitu melihat kakakmu mengganti pakaian”. Tambahnya bercanda. “mungkin...”. Dengus Ricky, lalu pergi bersamaan dengan kakaknya yang beranjak ke kamar mandi.
Pagi telah tiba, Bella berangkat kerja. Di parkiran rumah sakit ia datang bersamaan dengan Donni dan memarkir mobil di tempat yang berdampingan. Mereka berjalan berdampingan masuk tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka. Jerry pun datang menarik tangan Bella sekaligus mencairkan suasana yang sangat canggung, sehingga membuat Donni berbalik ke arah dimana Jerry menarik Bella pergi karena Bella sempat menjerit kaget tak mengetahui siapa yang menariknya dari belakang. Donni pun melanjutkan perjalanannya tanpa menyapa sahabatnya yang sibuk dengan pacarnya.
“Jerry? Kamu hampir saja membuat jantungku copot, tahu! Oh iya, btw Sedang apa disini pagi-pagi begini?”. Bella kaget setengah mati karena secara tiba-tiba ada yang menariknya. “hmmm... aku datang kesini mau meminta pertanggung jawaban. Tadi malam aku telepon kamu berkali-kali, tapi tak ada jawaban. Kamu kenapa? Sakit? Aku tahu kamu pasti belum tidur pada jam itu”. Tanya Jerry tanpa jedah. “A..”. Bella baru mau menjawab, tapi sudah di potong oleh Jerry. “Tapi tidak apa-apa, kamu tidak usah jelaskan aku cuma mau siang nanti  kamu makan bareng aku sebagai tanggung jawab kamu. Ok?”. Bella mengiyakan ajakan Jerry. Jerry pun pergi setelah bertemu dengan Bella, dan Bella pun menuju ke rumah sakit kembali, setelah ia di hadang oleh Jerry tadi. Seperti biasa jika di rumah sakit, Bella akan menyapa para sahabatnya di tempat resepsionis. Namun kali ini berbeda karena ada Donni disana sedang menanyakan banyak hal tentang beberapa pasien, ia jalan lurus saja tanpa berbalik sedikit pun ke arah Jingga dan Rachel, sehingga membuat teman-temannya hanya memandang dirinya. “terima kasih, ya atas infonya”. Donni sudah selesai dengan urusannya dan akan pergi memeriksa pasien yang ia tanyak tadi, namun sebelum melangkah. “oh, iya dok, dokter Caca kemana? Tumben tidak bareng dokter datangnya. Biasanya kalian lengket kaya pranko”. Donni tak menjawab, melainkan hanya tersenyum kepada Jingga. Belum lama pergi, ia kembali lagi. “oh, iya. Kalian ada yang lihat dokter Bella?”. Jingga menunjuk ke arah Bella tadi berjalan. “tadi saya lihat dia berjalan kesitu, hmm biasanya kalau dia baru datang di ke ruangannya dulu”. Jawab Jingga. “Thank You”. Donni melihat ke arah yang di tunjuk Jinnga, lalu pergi ke arah yang sama dengan Bella sembari sesekali melihat catatan medis seorang pasien yang di ambil dari resepsionis tadi.
Donni menutup catatannya, lalu meletakkannya di belakang dan menghentikan langkahnya. Ia melihat ke arah Bella. “dr. Bella...”. Donni memanggil Bella yang tepat ada di depan pintu hampir masuk ke ruangannya. “iya”. Bella langsung berbalik. “saya mau membahas tentang pasien yang akan kita operasi nanti, apakah anda punya waktu luang?”. Donni lari-lari kecil ke arah dimana Bella sedang berdiri. Tanpa basa-basi lagi Bella langsung mengajaknya masuk ke ruangannya.

Di lobby rumah sakit sudah ada Caca, ia berjalan ke arah resepsionis. “maaf, kamu melihat dr. Donni?”. “oh, iya dok tadi dia pergi mencari Bella, mungkin dia sedang di ruangan Bella sekarang”. Jingga segera memberi tahu dimana lokasi Donni sekarang. Namun setelah sampai di ruangan Bella, Caca hanya mendapati ruangan yang kosong, lantas ia membuka tasnya mencari ponselnya. Caca ingin menelpon Donni, tapi keburu Donni yang menelpon duluan. Ia segera mengangkat telepon tersebut. “halo, Don. Kamu ada dimana?”. Belum di jawab, tapi Donni langsung bertanya balik kepada Caca. “kalau kamu dimana? Kamu sudah di rumah sakit? Aku lagi di jalan, mau ke rumah, ada yang ketinggalan tadi”. Caca menutup teleponnya tanpa menjawab ia ada dimana sekarang. Donni melanjutkan perjalanannya menuju ke rumahnya bersama Bella. “dok, dokter kenapa?” Donni memulai obrolan

IRAWATI


Komentar

Postingan Populer